
TIMESINDONESIA, TANGERANG – Banyak masyarakat kita menganggap bahwa jumlah hari kerja di Indonesia adalah Senin hingga Jumat, dengan Sabtu dan Minggu sebagai hari libur. Itulah sistem kerja yang lazim di Indonesia. Kebijakan mengenai hari dan jam kerja pada dasarnya bervariasi antara perusahaan-perusahaan. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, kemudian diubah menjadi UU Cipta Kerja, ada dua metode penetapan kerja.
Pertama, sesuai dengan ketentuan UU yang mengatur bahwa jika perusahaan menerapkan kebijakan tujuh (7) jam kerja setiap hari, maka karyawan wajib bekerja selama enam (6) hari dalam satu minggu, di mana karyawan bekerja selama lima (5) jam pada hari Sabtu, sehingga total jam kerja sesuai dengan ketentuan UU adalah 40 jam kerja.
Advertisement
Jika karyawan bekerja lebih dari 40 jam kerja dalam seminggu, maka dihitung sebagai jam lembur dan pekerja berhak untuk mendapatkan upah atas kelebihan jam kerja yang harus dibayar oleh pemberi kerja sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku atau sesuai dengan peraturan perusahaan yang telah disepakati antara pekerja dengan pemberi kerja.
Kedua, karyawan bekerja selama delapan (8) jam dalam sehari atau lima (5) hari dalam seminggu dengan Sabtu dan Minggu sebagai hari libur.
Dari dua sistem kerja tersebut, pekerja, sesuai dengan ketentuan undang-undang, memiliki kewajiban bekerja selama 40 jam kerja dalam satu minggu. Sedangkan teknis pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing perusahaan melalui peraturan perusahaan yang dibuat bersama wakil dari pekerja serta disahkan oleh dinas tenaga kerja masing-masing kota/kabupaten.
Dalam hal ini, pemerintah melalui Undang-Undang No.14 Tahun 2003 (menjadi UU Cipta Kerja) menjelaskan bahwa peraturan perusahaan dibuat secara tertulis oleh pemberi kerja (perusahaan) yang isinya mencakup syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Bagaimana dengan wacana Kementerian BUMN yang akan menerapkan kebijakan empat (4) hari kerja dalam seminggu? Perubahan jumlah hari kerja tentu akan berdampak pada mata rantai bisnis itu sendiri, seperti yang kita ketahui bahwa bisnis selalu melibatkan pihak lain termasuk sektor perbankan. Dan tidak sedikit perusahaan ini sudah memiliki kontrak kerja dengan mitra mereka di luar negeri.
Walaupun banyak perusahaan di Amerika dan Eropa sudah menerapkan empat (4) hari kerja per minggu serta didukung dengan pemahaman masyarakat yang baik terhadap bekerja 10 jam per hari. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah produktivitas setiap pekerja bisa maksimum jika sistem kerja tersebut diterapkan di Indonesia?
Walaupun banyak di antara kita sudah terbiasa bekerja sepuluh (10) jam per hari, namun sebagian masyarakat tentu masih membutuhkan waktu untuk adaptasi, begitu juga dengan bisnis lainnya yang terkait membutuhkan waktu untuk menyesuaikan. Ada jenis pekerjaan yang bisa dilakukan di mana saja tanpa harus datang ke kantor, bahkan rapat koordinasi dan laporan bisa dilakukan secara daring saat ini. Namun ada jenis pekerjaan yang mengharuskan pekerja hadir di tempat kerja.
Sebagai contoh, pekerja lapangan atau pabrik yang lebih banyak mengeluarkan tenaga dan kehadiran secara fisik. Jenis pekerjaan ini tentu belum bisa mengadopsi 10 jam kerja per hari, jika sistem ini diberlakukan maka probabilitas terjadinya kecelakaan kerja menjadi lebih tinggi karena faktor kelelahan pekerja.
Untuk jenis pekerjaan tertentu memang membutuhkan libur Sabtu dan Minggu, untuk menyeimbangkan hidup, namun terlalu banyak libur juga tidak produktif karena libur juga membutuhkan biaya. Hal ini akan menjadi kontraproduktif dengan tujuan awal kerja 4 hari dalam seminggu untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi ternyata hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
Jika kemacetan di kota besar menjadi penyebab rendahnya produktivitas dan inefisiensi, maka bidang transportasi lah yang harus diperbaiki dengan menciptakan transportasi yang nyaman, terjangkau oleh masyarakat, dan terintegrasi dengan moda transportasi lainnya, seperti dengan hadirnya kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) yang sempat dibenci oleh sebagian individu yang berseberangan dengan pemerintah. Dan yang tidak kalah penting adalah menjaga pola dan gaya hidup sehat.
***
*) Oleh : Sugiyarto, S.E., M.M, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |