Kopi TIMES

Do It Yourself sebagai Travel Culture di Era Digital

Minggu, 02 Juni 2024 - 16:00 | 35.61k
Indah Sari Rahmaini, Dosen Sosiologi Universitas Andalas
Indah Sari Rahmaini, Dosen Sosiologi Universitas Andalas
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PADANG – Berwisata menggunakan konsep Do It Yourself atau DIY menjadi sebuah budaya travel pada Gen Z di era Digital melalui Tiktok, khususnya di Indonesia. Gen Z sebagai i-generation memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi wisata di seluruh dunia hanya melalui Tiktok. Era digital memungkinkan Gen Z. 

Pariwisata DIY, khususnya yang populer di kalangan wisatawan Gen Z, semakin meningkat sehingga menghadirkan tantangan bagi operator pariwisata tradisional. DIY travel juga memungkinkan Gen Z untuk mendapatkan pengalaman berwisata dengan mempertimbangkan pengalaman dan mengeksplorasi ide-ide baru. 

Advertisement

Pariwisata DIY, khususnya yang populer di kalangan wisatawan Gen Z, semakin meningkat sehingga menghadirkan tantangan bagi operator pariwisata tradisional. Tren ini sejalan dengan konsep pariwisata kreatif yang berfokus pada penyediaan pengalaman menarik dan otentik bagi wisatawan. 

Di Indonesia, TikTok telah muncul sebagai platform penting yang mempengaruhi budaya perjalanan di kalangan anak muda. Platform ini telah memperkenalkan fitur-fitur seperti TikTok Shop, yang mengintegrasikan perdagangan sosial ke dalam pasar Indonesia. 

Popularitas TikTok di Indonesia terbukti bermanfaat dalam memajukan berbagai industri, termasuk bisnis kuliner di masa pandemi Covid-19. Dampak TikTok tidak hanya terbatas pada pariwisata, namun juga menunjukkan titik temu antara pariwisata dan teknologi. Misalnya, TikTok telah dimanfaatkan untuk aktivisme digital, seperti gerakan #WIIWY, yang bertujuan memerangi kekerasan berbasis gender dan cyberbullying. 

Selain itu, penelitian telah mengeksplorasi peran TikTok dalam branding dan keterlibatan pelanggan, yang menunjukkan pengaruhnya terhadap hubungan konsumen-merek. Tata kelola platform dan praktik moderasi konten juga telah diperiksa, dengan menekankan pentingnya manajemen platform yang bertanggung jawab (Zeng & Kaye, 2022).

Di Indonesia, TikTok tidak hanya memengaruhi pariwisata tetapi juga personal branding dan strategi pemasaran digital. Mereka lebih memilih TikTok karena matriks jangkauan dan keterlibatannya, menjadikannya pilihan populer untuk terhubung dengan konsumen dan mempromosikan produk. 

Selain itu, nilai humor dan hiburan TikTok telah menarik khalayak luas, terutama selama masa pembatasan sosial dan tindakan karantina. Seiring dengan terus berkembangnya TikTok sebagai platform media sosial terkemuka, dampaknya terhadap berbagai aspek masyarakat, termasuk budaya pariwisata, branding, aktivisme, dan hiburan, tetap signifikan. Kemampuan platform ini untuk melibatkan pengguna dan memfasilitasi beragam bentuk ekspresi menggarisbawahi relevansinya dalam membentuk budaya perjalanan kontemporer dan perilaku konsumen.

Meningkatnya jumlah perjalanan DIY, yang semakin disukai oleh wisatawan kontemporer, menghadirkan tantangan yang signifikan bagi agen perjalanan tradisional. Kemunculan internet dan meningkatnya tren wisatawan yang mengatur perjalanan mereka sendiri membahayakan peran agen perjalanan. 

Disintermediasi yang dimungkinkan oleh internet memberdayakan wisatawan untuk terlibat langsung dengan penyedia layanan perjalanan, sehingga tidak memerlukan agen tradisional. Transisi ini ditegaskan oleh perkiraan bahwa konsumen akan semakin beralih ke internet untuk merencanakan perjalanan, sehingga berpotensi menghilangkan kebutuhan akan agen perjalanan di masa depan. 

Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa agen perjalanan dapat unggul dengan memprioritaskan layanan pelanggan yang luar biasa, penelitian lainnya menekankan pentingnya agen perjalanan menilai kembali posisi mereka di industri dan berinovasi untuk memberikan nilai kepada wisatawan agar tetap relevan. 

Terlepas dari kemudahan dan ketersediaan platform pemesanan online, banyak pelanggan masih mengapresiasi layanan yang ditawarkan oleh agen perjalanan, terutama dalam hal nilai dan manfaat yang dirasakan. Namun demikian, tidak adanya adaptasi strategis dan ancaman disintermediasi akibat internet masih menjadi tantangan besar bagi agen perjalanan tradisional. 

Evolusi perilaku konsumen perjalanan menuju perjalanan DIY, yang dipengaruhi oleh internet dan pergeseran preferensi, membentuk kembali lanskap industri perjalanan. Agen perjalanan terpaksa menyesuaikan layanan mereka, meningkatkan nilai pelanggan, dan menavigasi transformasi digital untuk mempertahankan relevansinya di pasar yang berkembang pesat. 
    
Pada akhirnya, perjalanan yang dirancang sendiri mengutamakan nilai-nilai yang diambil selama berwisata sehingga kualitas lebih dipentingkan daripada kuantitas. Nilai dan pengalaman yang berharga bagi Gen Z ini juga memungkinkan untuk hilangnya sektor agen travel sebagai biro perjalanan wisata nantinya. 

***

*) Oleh : Indah Sari Rahmaini, Dosen Sosiologi Universitas Andalas.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES