Kopi TIMES

Peranan Tanah Ulayat di Minangkabau Sebagai Mitigasi Perubahan Iklim

Sabtu, 22 Juni 2024 - 15:00 | 73.00k
Dr. Nofi Yendri Sudiar, M.Si. Dosen Fisika sekaligus Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang
Dr. Nofi Yendri Sudiar, M.Si. Dosen Fisika sekaligus Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PADANG – Tanah ulayat di Minangkabau merupakan konsep tanah adat yang sangat dijunjung tinggi dan dihormati. Konsep ini mengatur kepemilikan dan pengelolaan tanah berdasarkan hukum adat yang berlaku di Minangkabau dan diwariskan secara turun temurun. Tanah adat ini bukan hanya memiliki nilai kultural dan sosial saja tetapi juga memainkan peranan penting dalam hal mitigasi perubahan iklim. 

Tanah ulayat merupakan tanah yang dimiliki dan dikelola oleh kaum atau masyarakat adat secara kolektif. Tidak seperti kepemilikan tanah individual, tanah ulayat ini tidak dapat diperjualbelikan secara pribadi karena merupakan warisan kaum yang disebut sebagai Pusaka Tinggi. Hak ulayat meliputi hak menggunakan, mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut untuk kepentingan kaum atau suku. 

Advertisement

Konsep tanah ulayat yang diperlakukan dengan prinsip keberlanjutan dan berakar pada nilai-nilai tradisional ini menjadi salah satu upaya dalam mitigasi perubahan iklim.
Salah satu cara utama tanah ulayat berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim adalah dalam bentuk konservasi hutan. 

Hutan adat di tanah ulayat Minangkabau berfungsi sebagai penyerap karbon alami yang penting dalam mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Pengelolaan hutan yang bijaksana dan berkelanjutan memastikan bahwa hutan tetap utuh dan terus berfungsi sebagai penyerap karbon. Akar pohon dalam hutan membantu mencegah erosi tanah dan meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah, yang penting untuk menjaga kualitas dan kuantitas air tanah serta mengurangi resiko banjir. 

Hutan adat menyediakan habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna, termasuk spesies endemik dan terancam punah, sehingga mendukung keanekaragaman hayati. Peran Ninik Mamak sebagai pemuka adat sangat dibutuhkan dalam pengelolaan tanah ulayat ini. 

Keanekaragaman hayati yang kaya di tanah ulayat berkontribusi terhadap ekosistem yang sehat dan stabil, yang mendukung mitigasi perubahan iklim. Tanah ulayat adalah rumah bagi banyak spesies endemik yang tidak ditemukan di tempat lain. 

Konservasi tanah ulayat membantu melindungi spesies ini dari kepunahan. Keanekaragaman hayati dalam hutan adat menyediakan berbagai jasa ekosistem seperti penyerbukan, pengendalian hama alami, dan penyediaan bahan pangan dan obat-obatan yang mendukung kesejahteraan masyarakat lokal.  

Masyarakat adat Minangkabau memiliki pengetahuan tradisional yang mendalam tentang keanekaragaman hayati dan cara memanfaatkannya secara berkelanjutan. Pengetahuan ini merupakan aset penting dalam upaya konservasi.

Masyarakat adat Minangkabau menggunakan berbagai teknik konservasi di tanah ulayat antara lain hutan larangan, agroforestri, rotasi lahan, dan pengelolaan air dan tanah. Hutan yang dilarang dieksploitasi secara berlebihan disebut hutan larangan. Masyarakat adat menjaga hutan ini dengan ketat untuk menjaga kelestariannya dan menjadi tempat konservasi penting. 

Agroforestri merupakan sistem pertanian yang mengintegrasikan tanaman pertanian dengan pohon hutan, yang meningkatkan keberlanjutan lahan dan mendukung keanekaragaman hayati. Penggunaan lahan secara bergantian mencegah degradasi tanah dan memastikan regenerasi vegetasi alami, yang memastikan tanah tetap subur dan produktif. 

Pengelolaan air dan tanah di tanah ulayat juga sangat penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Mencegah erosi dan degradasi lahan juga dibantu oleh sistem irigasi tradisional dan teknik konservasi tanah seperti terasering.
Pengelolaan tanah ulayat melibatkan partisipasi aktif dari seluruh anggota masyarakat adat. 

Pemberdayaan komunitas ini penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim karena memungkinkan masyarakat lokal untuk mengambil tindakan langsung dalam konservasi lingkungan. Selain itu, nilai-nilai adat yang diajarkan kepada generasi muda tentang pentingnya menjaga alam menciptakan kesadaran lingkungan yang kuat dan berkelanjutan. 

Meskipun tanah ulayat memiliki banyak potensi dalam mitigasi perubahan iklim, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Modernisasi, tekanan ekonomi, dan perubahan sosial dapat mengancam keberlanjutan pengelolaan tanah ulayat. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dari pemerintah dan lembaga non-pemerintah untuk melestarikan nilai-nilai tradisional dan memperkuat kapasitas masyarakat adat dalam menghadapi tantangan ini. 

Di sisi lain, tanah ulayat juga menawarkan peluang besar untuk pengembangan program mitigasi perubahan iklim berbasis kearifan lokal. Kolaborasi antara masyarakat adat, pemerintah, dan organisasi lingkungan dapat menghasilkan solusi inovatif dan berkelanjutan untuk mengatasi perubahan iklim. Dengan dukungan yang tepat, tanah ulayat dapat terus menjadi benteng pertahanan alam dalam menghadapi tantangan lingkungan di masa depan.

***

*) Oleh : Dr. Nofi Yendri Sudiar, M.Si. Dosen Fisika sekaligus Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang. 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES