Kopi TIMES

Membedah Prospek Program MSIB dalam Membidik Masa Depan

Senin, 24 Juni 2024 - 07:19 | 18.29k
Galan Rezki Waskita, Alumni HMI Malang dan Pegiat Media NTB
Galan Rezki Waskita, Alumni HMI Malang dan Pegiat Media NTB
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, NTB – Dalam berbagai diskusi yang saya temui, sarjana lulusan 2021 ke belakang semakin sering mengeluh. Pembicaraannya berkutat soal perbandingan pendidikan dulu dan sekarang. Rasanya semakin sering berdiskusi, semakin sering membandingkan diri dengan orang lain. Tentunya, mereka yang saya temui ini adalah sosok yang kurang beruntung terkait dengan pekerjaan yang digeluti.

Satu di antara yang kerap dibahas adalah terkait Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang mengadakan Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB). Magang ini adalah program Kemdikbud Ristek yang diterapkan terhitung pada Juni 2021. Sebagai bentuk percepatan dan akselerasi pendidikan, magang ini diharapkan agar mahasiswa memiliki pengalaman di dunia profesi. Cara tersebut juga dimaksudkan untuk membentuk manusia-manusia profesional.

Advertisement

Program itu kerap dipersoalkan karena angkatan lama tidak mendapatkan cara kuliah yang demikian. Bayangkan saja, ada program magang yang mahasiswanya dibayar oleh Pemerintah. Proses seleksinya dilakukan secara terbuka, dan berkesempatan untuk belajar di perusahaan-perusahaan besar. Kesempatan ini tidak tergantung latar belakang tempat dan dari kampus mana mahasiswa itu berasal.

Setidaknya ada tiga pihak yang sangat diuntungkan melalui program ini. Pertama adalah pihak perusahaan. Mereka mendapatkan tenaga dan inovasi baru tanpa harus mengeluarkan biaya terhadap mahasiswa itu. Kedua, Dosen tidak kesulitan dalam proses pemberian penilaian karena terbantu oleh proses magang. Ketiga tentu adalah mahasiswa itu sendiri. Mereka mendapatkan penghasilan, pengalaman, serta jaringan.

Bagian inilah yang acap kali membuat iri “Angkatan lama”. Kita pasti tahu kalau magang itu adalah peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan sebelum lulus. Katakanlah tidak langsung mendapatkan pekerjaan, tapi mereka memiliki pengalaman dengan sertifikat di tangan. Ini adalah modal besar untuk meminang Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).

Masih segar di ingatan tentang video parodi pencari kerja dan inter viewer. Perusahaan menegaskan mereka mencari orang yang berpengalaman. Sementara itu pelamar mencari kerja untuk mendapatkan pengalaman. Walhasil debat kusir pun terjadi. Memang benar, hampir semua lowongan membutuhkan mereka yang berpengalaman. Syarat inipun bahkan berlaku bagi mereka fresh graduate.

Jebolan MSIB ini memiliki poin satu langkah dibandingkan sarjana angkatan 2021 kebelakang. Sarjana yang penulis maksud adalah mereka yang tidak magang, atau magang tidak dibayar, atau mereka yang tidak terfasilitasi untuk magang di DUDI dan hanya mampu mengandalkan “orang dalam” di instansi. Ini adalah fakta lapangan yang menjadi pembeda antara dulu dan sekarang. Di MSIB, Pemerintah memfasilitasi dengan bekerja sama dengan ratusan perusahaan ternama.

Pantas saja kecemburuan kadang muncul dari setiap angkatan. Seorang yang lebih tua punya rasa tersendiri jika di salip secara karir oleh juniornya. Walaupun sebenarnya, tidak pernah menjadi hal yang baik jika terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain. Setiap orang punya jalan dan caranya masing-masing. Meski sebenarnya, perasaan itu harus dimaklumi juga. Pasalnya, ini bukan hanya persoalan pendidikan, melainkan juga soal perut.

Meski demikian, dari sini kita telah melihat perubahan positif dari ghirah pendidikan kita. Kesempatan di buka dengan seadil-adilnya. Langkah taktis terus diberikan bukan hanya soal materi dan metode ajar, tapi juga perkara keberlangsungan hidup. Sehingga tidak heran, kampus-kampus hari ini membuka banyak kerja sama dengan berbagai pihak. Ini dilakukan dalam rangka menyajikan realitas kerja maupun realitas sosial pada mahasiswa, untuk dipandang sebagai pelajaran.

Satu lagi yang menarik. MBKM membuka kesempatan untuk pertukaran mahasiswa. Mereka diberikan uang saku dan fasilitas lainnya. Ini adalah prinsip keadilan, mereka yang berada di daerah 3T berkesempatan mengenyam pendidikan satu semester di kampus-kampus besar. Dari situ mereka mengukur kompetensi diri, bertukar ilmu dan budaya, serta membangun keakraban dengan berbagai kalangan.

Harus di akui, pengalaman semacam itu adalah satu di antara bagian terpenting dari pendidikan. Keterangan ini penulis sampaikan berdasarkan pengalaman orang-orang yang penulis temui. Mereka adalah Mahasiswa dan Mahasiswi Universitas Teknologi Sumbawa (UTS).  Ini adalah bentuk kesetaraan dan keadilan. Mungkin memang belum semua orang dapat merasakan pengalaman yang sama. Tapi setidaknya, sekarang mereka punya kesempatan yang sama.
 
***

*) Oleh : Galan Rezki Waskita, Alumni HMI Malang dan Pegiat Media NTB.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES