Pengaruh Single Bar System terhadap Profesionalisme Advokat

TIMESINDONESIA, MALANG – Di Indonesia, sistem organisasi advokat dikenal dengan sebutan single bar system, di mana hanya ada satu organisasi advokat yang diakui oleh negara. Sistem ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sebagai satu-satunya wadah bagi seluruh advokat di Indonesia. Single bar system memiliki pengaruh signifikan terhadap profesionalisme advokat. Dalam tulisan ini, kita akan mengupas bagaimana single bar system mempengaruhi standar etika, kompetensi, dan integritas para advokat, serta tantangan dan potensi perbaikannya di masa depan.
Dasar hukum utama single bar system di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. UU ini menetapkan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) sebagai satu-satunya organisasi advokat yang berwenang dalam mengatur profesi advokat, termasuk dalam hal pengawasan etika, peningkatan kompetensi, dan penyelesaian sengketa antar advokat. Pasal 28 ayat (1) UU Advokat menyebutkan bahwa "Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat."
Advertisement
Dan yang dimaksud sebagai organisasi Advokat adalah organisasi yang didirikan dua tahun setelah diundangkannya UU Advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (4), dimana dalam hal ini adalah PERADI. Sementara organisasi yang ada hanya menjalankan tugas sementara yaitu diatur dalam Pasal 30 ayat (3) Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
Dengan kata lain, advokat di Indonesia tidak memiliki pilihan selain menjadi anggota PERADI agar dapat diangkat atau disumpah menjadi seorang advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UU Advokat “Setiap Advokat yang diangkat berdasarkan Undang-Undang ini wajib menjadi anggota Organisasi Advokat.”
Namun Fenomena yang terjadi saat ini banyak organisasi advokat selain PERADI yang secara kompetensi SDM sebenarnya masih belum siap untuk menyelenggarakan Pendidikan khusus profesi advokat bahkan juga belum siap untuk berdiri sebagai wadah bagi advokat namun justru dipaksakan dan dijadikan ladang bisnis untuk merekrut calon-calon advokat yang tidak diseleksi secara ketat dan akhirnya melahirkan advokat-advokat yang tidak kompeten. Hal ini lah yang kemudian menyebabkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap advokat bahkan juga menyebabkan turunnya nilai atau value yang dimiliki oleh seorang advokat sebagai pemegang profesi kehormatan officium nobile.
Single bar system menjadikan wadah tunggal advokat menjadi lebih selektif dalam mengangkat dan melantik calon-calon advokat baru, dengan standar dan kualitas yang seragam. Artinya dengan menempatkan satu organisasi tunggal sebagai wadah bagi advokat akan menjadikan kualitas dan profesionalisme advokat menjadi lebih terjamin, tidak seperti yang terjadi akhir-akhir ini, maka berikut Pengaruh Single Bar System terhadap Profesionalisme Advokat :
Pertama, Standar Etika yang Konsisten. Salah satu keunggulan dari single bar system adalah kemampuan untuk menetapkan dan mengawasi standar etika yang konsisten di seluruh Indonesia. Dengan adanya satu organisasi yang bertanggung jawab, kode etik yang diterapkan menjadi seragam dan berlaku bagi semua advokat tanpa kecuali.
Hal ini membantu dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap profesi advokat. Pengawasan yang ketat dan mekanisme penegakan disiplin yang jelas dari PERADI diharapkan dapat mencegah pelanggaran etika dan memastikan advokat menjalankan tugasnya dengan profesional.
Kedua, Peningkatan Kompetensi dan Kualitas Pelatihan. Single bar system memungkinkan adanya program pelatihan dan pengembangan kompetensi yang terpusat. PERADI sebagai satu-satunya organisasi advokat dapat menyelenggarakan berbagai kegiatan pelatihan, seminar, dan workshop yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi advokat.
Program Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan Ujian Profesi Advokat (UPA) yang dikelola oleh PERADI menjadi syarat wajib bagi calon advokat untuk memastikan mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai sebelum berpraktik.
Ketiga, Penanganan Sengketa dan Disiplin yang Terpusat. Dengan adanya single bar system, penyelesaian sengketa dan penegakan disiplin terhadap advokat dapat dilakukan secara lebih terpusat dan terkoordinasi.
Dewan Kehormatan yang dibentuk oleh PERADI bertugas untuk memeriksa dan memutus pelanggaran kode etik advokat. Sistem ini memungkinkan adanya proses penanganan sengketa yang lebih cepat dan efisien karena semua advokat berada di bawah naungan satu organisasi yang sama.
Namun demikian menerapkan single bar system tidak seluruhnya menjadikan sistem tersebut menjadi baik, tentu saja terdapat kekurangan dan tantangan yang menjadi kelemahan tersendiri bagi single bar system,diantaranya:
Pertama, Potensi Monopoli dan Penyalahgunaan Kekuasaan. Salah satu kritik utama terhadap single bar system adalah potensi terjadinya monopoli dan penyalahgunaan kekuasaan oleh organisasi tunggal. Dengan hanya satu organisasi yang berwenang, ada risiko bahwa keputusan-keputusan penting dapat didominasi oleh segelintir individu yang memegang kekuasaan dalam organisasi tersebut. Hal ini dapat mengarah pada kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan, serta potensi terjadinya praktik-praktik korupsi.
Kedua, Kurangnya Inovasi dan Dinamika dalam Pengembangan Profesi. Single bar system cenderung kurang mendorong inovasi dan dinamika dalam pengembangan profesi advokat. Dengan hanya satu organisasi yang mengatur, advokat tidak memiliki banyak pilihan dalam menentukan organisasi yang paling sesuai dengan visi dan nilai-nilai mereka.
Hal ini bisa menghambat perkembangan dan peningkatan kualitas layanan advokat karena tidak adanya persaingan sehat yang mendorong setiap organisasi untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas layanan.
Ketiga, Keterbatasan dalam Menyikapi Perubahan. Perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi yang cepat menuntut sistem hukum dan profesi advokat untuk terus beradaptasi. Single bar system, dengan struktur yang besar dan kompleks, sering kali menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan ini.
Proses birokrasi yang panjang dan kompleks bisa menjadi penghambat dalam menghadirkan perubahan dan penyesuaian yang diperlukan untuk menjaga relevansi dan efektivitas profesi advokat dalam menghadapi tantangan zaman.
Single bar system di Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profesionalisme advokat, baik dalam hal standar etika, peningkatan kompetensi, maupun penanganan sengketa. Walaupun di Indonesia masih mengalami berbagai tafsir terhadap arti wadah tunggal advokat yang menyebabkan menjamurnya organisasi-organisasi advokat dengan berbagai motivasi yang berbeda-beda.
Namun terlepas dari perbedaan tafsir tersebut, advokat-advokat muda mengharapkan reformasi yang signifikan terhadap keorganisasian advokat di Indonesia yang semakin hari menjadi semakin rancu, diharapkan bahwa seharusnya cukup ada satu wadah advokat saja yang dapat menyelenggarakan pendidikan khusus profesi, hingga pelantikan, pengangkatan, bahkan juga pemberhentiannya dengan dewan kehormatan organisasi advokat yang tunggal.
***
*) Oleh: Diyaul Hakki, S.H., C.CL., Praktisi Hukum.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |