Membangun Integritas Akademik: Menuju Reformasi Pengangkatan Guru Besar di Indonesia

TIMESINDONESIA, MALANG – Skandal pengangkatan guru besar di Indonesia telah menimbulkan dampak buruk yang signifikan terhadap dunia pendidikan tinggi. Salah satu dampak yang paling terlihat adalah penurunan moral dan semangat ilmiah di kalangan dosen. Dengan adanya manipulasi dalam proses pengusulan jabatan akademik, integritas dan kejujuran di lingkungan akademik menjadi semakin dipertanyakan. Hal ini tidak hanya merusak reputasi individu-individu yang terlibat, tetapi juga mencoreng citra institusi pendidikan yang seharusnya menjadi benteng moral dan intelektual bangsa.
Selain itu, skandal ini juga mengikis kepercayaan publik terhadap sistem kepangkatan akademik di Indonesia. Ketika publik melihat bahwa gelar dan jabatan akademik dapat diperoleh melalui cara-cara curang, kepercayaan terhadap kualitas pendidikan tinggi di negara ini pun menurun drastis. Hal ini berdampak pada lulusan perguruan tinggi yang mungkin akan dianggap kurang kompeten oleh dunia kerja, karena institusi pendidikan mereka tidak lagi dipercaya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Advertisement
Lebih lanjut, dampak buruk dari skandal-skandal ini adalah terganggunya proses pembelajaran dan penelitian di kampus-kampus. Ketika dosen dan mahasiswa terlibat dalam polemik dan ketidakpastian mengenai kepangkatan akademik, fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi bisa terganggu. Kondisi ini mempersulit upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian di Indonesia, yang pada akhirnya berdampak negatif pada kemajuan bangsa dalam berbagai bidang
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Mengatasi skandal guru besar di Indonesia membutuhkan reformasi menyeluruh dan upaya kolektif dari berbagai pihak. Pertama, diperlukan transparansi dalam proses pengangkatan guru besar. Evaluasi terbuka dan menyeluruh terhadap semua pengajuan jabatan harus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kandidat memenuhi standar akademik yang ketat dan tidak ada kecurangan. Kampus dan institusi terkait harus berani mencabut gelar guru besar yang diperoleh dengan cara yang tidak sah dan melanggar etika.
Kedua, pemerintah perlu memberlakukan regulasi yang lebih ketat dan memperkuat pengawasan terhadap proses pengangkatan guru besar. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bersama dengan lembaga-lembaga pendidikan tinggi, harus membentuk tim penilai independen yang bebas dari konflik kepentingan dan memiliki integritas tinggi. Selain itu, pengawasan berkala dan audit independen juga harus diterapkan untuk mencegah manipulasi dan penyalahgunaan wewenang.
Ketiga, penguatan etika dan moral akademik di kalangan dosen dan pejabat pendidikan sangat penting. Pendidikan tentang integritas akademik harus diperkuat di seluruh tingkat pendidikan tinggi, dengan penekanan pada nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab. Program pelatihan dan workshop mengenai etika akademik bisa menjadi langkah awal yang efektif untuk membangun budaya akademik yang bersih dan bermartabat.
Keempat, peran serta masyarakat dalam memantau dan melaporkan kasus-kasus kecurangan harus ditingkatkan. Masyarakat akademik, termasuk mahasiswa dan staf pengajar, harus diberikan ruang untuk melaporkan setiap indikasi kecurangan tanpa takut akan konsekuensi negatif. Mekanisme perlindungan whistleblower harus diterapkan untuk melindungi mereka yang berani melaporkan pelanggaran etika dan integritas.
Terakhir, kolaborasi internasional dapat membantu meningkatkan standar akademik di Indonesia. Dengan menjalin kemitraan dengan universitas-universitas terkemuka di luar negeri, Indonesia bisa belajar dari praktik terbaik dalam proses pengangkatan akademik dan implementasi sistem evaluasi yang transparan. Kerjasama ini juga dapat meningkatkan kualitas penelitian dan publikasi ilmiah, sehingga mampu mengurangi ketergantungan pada jurnal predator yang sering digunakan untuk memperoleh gelar secara curang.
Meskipun upaya untuk mereformasi sistem pengangkatan guru besar di Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan yang signifikan, hal ini bukanlah hal yang tidak bisa diatasi. Mengatasi tantangan-tantangan ini membutuhkan komitmen yang kuat dan upaya berkelanjutan dari semua pihak terkait. Pemerintah, lembaga pendidikan tinggi, dan masyarakat sipil harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan akademik yang sehat dan berintegritas. Meskipun proses ini mungkin memakan waktu, hasilnya akan memberikan dampak yang positif dalam jangka panjang terhadap kualitas pendidikan dan riset di Indonesia. Dengan kesadaran akan pentingnya reformasi dan kesungguhan untuk melakukan perubahan, diharapkan skandal-skandal guru besar yang merugikan ini dapat diminimalkan dan akhirnya dihilangkan sepenuhnya dari tatanan pendidikan tinggi Indonesia. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |