Kopi TIMES

Shalat di Belakang Imam yang Berbeda Mazhab Fiqih

Sabtu, 27 Juli 2024 - 12:00 | 33.73k
Zanuar Mubin, Dosen Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan
Zanuar Mubin, Dosen Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PACITAN – Persoalan shalat di belakang imam yang berbeda mazhab fiqh merupakan topik menarik yang masih sering menjadi pembahasan di kalangan masyarakat Islam. Dalam hal ini, terdapat dua konteks yang perlu dibedakan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Berikut masing-masing jawaban berdasarkan pendapat para fuqaha' (ulama ahli fiqh):

Konteks Pertama: Shalat di Belakang Imam yang Diketahui Meninggalkan Rukun atau Syarat Shalat.

Advertisement

Dalam situasi pertama, seorang makmum mengetahui bahwa imam meninggalkan rukun atau syarat shalat karena mengikuti pandangan mazhab yang berbeda, sementara makmum tidak sependapat dengan pandangan tersebut. 

Contohnya adalah seorang imam yang tidak membaca basmalah dalam shalatnya karena mengikuti mazhab yang tidak mewajibkannya, sedangkan makmum menganggap basmalah sebagai wajib.

1. Pandangan Ulama

Para ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan shalat dalam situasi ini. Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat tersebut tidak sah, sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa shalat tetap sah. 

Perbedaan pendapat ini berkaitan dengan pertanyaan apakah yang menjadi acuan adalah keyakinan imam atau keyakinan makmum.

2. Pandangan dalam Mazhab Syafi'i

Dalam mazhab Syafi'i, terdapat dua pandangan kuat mengenai masalah ini. Mengutip pendapat Imam Nawawi dalam kitab Minhaj al-Thalibin, menyatakan bahwa shalat tetap sah dalam beberapa kondisi tertentu. 

Sebaliknya, Al-Damiri dalam Al-Najm Al-Wahhaj menyebutkan bahwa sebagian ulama berpendapat sebaliknya, mempertimbangkan niat imam sebagai acuan. 

Ibn Hajar dalam Tuhfat al-Muhtaj juga menyebutkan bahwa sebagian besar ulama cenderung menganggap shalat tetap sah.

3. Ada juga pandangan ketiga

Pendapat Al-Halimi dan Al-Awdani, serta diadopsi oleh Al-Rafi'i, yang menyatakan bahwa jika shalat dilakukan di belakang penguasa atau wakilnya, maka shalat tetap sah meskipun imam meninggalkan beberapa kewajiban, demi mencegah fitnah. Namun, jika tidak, maka shalat tidak sah.

Konteks Kedua: Shalat di Belakang Imam yang Tidak Diketahui Meninggalkan Rukun atau Syarat Shalat.

Situasi kedua adalah ketika seorang makmum shalat di belakang imam yang tidak diketahui meninggalkan rukun atau syarat shalat, namun makmum meragukan keberadaan imam dalam menjaga keabsahan shalat karena perbedaan pandangan fiqh.

1. Pandangan Ulama

Al-Damiri mengatakan bahwa dalam situasi ini, shalat tetap sah jika makmum tidak mengetahui adanya hal yang membatalkan shalat. 

Abu Ishaq Al-Isfarayini berpendapat bahwa shalat tidak sah jika imam tidak meyakini wajibnya suatu rukun atau syarat, meskipun ia melaksanakannya. 

Namun pendapat ini ditentang oleh Ibn Taimiyah yang menyatakan bahwa pandangan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dalam tradisi Islam.

2. Pandangan Ibn Taimiyah

Sebagai bantahan atas pendapat di atas Ibn Taimiyah dalam Jami' al-Masa'il menegaskan bahwa shalat di belakang imam yang berbeda mazhab tetap sah selama imam tersebut berusaha mengikuti ajaran Islam dengan benar, meskipun terdapat perbedaan pendapat dalam masalah-masalah tertentu. 

Menurutnya, tidak ada ulama yang mengatakan bahwa shalat seorang Muslim hanya sah di belakang imam yang sependapat dengannya dalam semua rincian fiqh.

Kesimpulan

Perbedaan pendapat mengenai shalat di belakang imam yang berbeda mazhab menunjukkan keragaman dalam tradisi Islam yang kaya. Para ulama telah memberikan pandangan mereka berdasarkan pemahaman dan interpretasi terhadap syariat. 

Penting bagi kita untuk memahami bahwa perbedaan ini tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan, melainkan sebagai refleksi dari keluasan ajaran Islam yang dapat menampung berbagai pandangan. 

Dengan demikian, setiap Muslim hendaknya menghormati perbedaan ini dan berusaha menjaga persatuan umat dengan tetap memegang prinsip-prinsip dasar dalam beribadah.

***

*) Oleh : Zanuar Mubin, Dosen Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES