Kopi TIMES

Kepemimpinan dan Keamanan Data Publik

Senin, 12 Agustus 2024 - 16:46 | 36.54k
Yuliardi Agung Pradana, Analis Kebijakan.
Yuliardi Agung Pradana, Analis Kebijakan.

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Pandemi Covid-19 kemarin telah mempengaruhi proses birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia. Pemerintah dituntut untuk beradaptasi dengan cara baru dalam melayani masyarakat. Dalam situasi pandemi, pelayanan publik dan proses birokrasi hanya dapat dilakukan secara daring melalui aplikasi dan sistem informasi yang dibangun oleh kementerian dan lembaga pemerintah. 

Pada kenyataannya, penggunaan teknologi tidak selalu lancar dan mengalami beberapa kendala termasuk masalah infrastruktur dan kurangnya literasi digital masyarakat. Pemerintah perlu mempercepat pemanfaatan teknologi dalam pelayanan publik dan proses birokrasi dengan melakukan program transformasi digital.

Advertisement

Percepatan pemanfaatan teknologi dalam pelayanan publik mendapat perhatian lebih saat Presiden Joko Widodo mencanangkan 5 langkah percepatan transformasi digital. Lima langkah tersebut meliputi perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital dan penyediaan layanan internet, roadmap transformasi digital di sektor-sektor strategis, integrasi Pusat Data Nasional, pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) talenta digital, dan penyiapan regulasi, skema pendanaan dan pembiayaan.

Program percepatan transformasi digital tersebut turut serta mendukung program Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 sebagai perwujudan tata kelola pemerintah yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel dan program Satu Data Indonesia yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019.

Kebocoran Data Publik

Perkembangan teknologi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor tidak terkecuali pemerintahan. Adanya berbagai aplikasi dalam pelayanan publik dapat membantu meningkatkan keterjangkauan masyarakat yang membutuhkan efisiensi. Namun pada saat yang sama juga menimbulkan tantangan baru.

Banyaknya aplikasi dalam pemerintahan merupakan tantangan yang perlu dihadapi dengan bijak. Pemerintah perlu memitigasi kompleksitas dan menciptakan pelayanan publik yang lebih efektif dan terjangkau bagi masyarakat.

Berdasarkan Laporan National Cyber Security Index (NCSI), tingkat keamanan siber Indonesia secara global berada di urutan ke-49 dari 176 negara dan peringkat 5 pada tingkat kawasan Asia Tenggara. NCSI menilai berdasarkan sejumlah indikator, seperti aturan hukum negara terkait dengan keamanan siber, ketersediaan lembaga pemerintah di bidang keamanan siber, kerja sama pemerintah, serta bukti-bukti publik seperti situs resmi pemerintah atau program-program lainnya.

Namun pada faktanya kebocoran data terus terjadi, mulai dari lembaga pemerintah hingga perbankan. Kebocoran data di Indonesia terbilang sering dan melibatkan nama-nama besar seperti kejadian pada data BPJS Ketenagakerjaan, Bank Syariah, Paspor, Dukcapil, Pemilu dan yang terkini adalah Pusat Data Nasional.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam Lanskap Keamanan Siber Indonesia di tahun 2023 mengidentifikasi sebanyak 1,6 juta data exposure yang mempengaruhi 429 instansi. Darknet exposure merupakan kondisi ketika terdapat data/informasi kredensial akun pada suatu instansi/organisasi tertentu yang terekspos di darknet, baik itu pada forum jual beli data, forum diskusi hacker, maupun pada instant messaging, sehingga berpotensi dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak berkepentingan.

Darknet exposure disebabkan oleh adanya infeksi malware stealer pada perangkat pengguna, ataupun disebabkan adanya pencurian/dump database suatu organisasi. Analisis BSSN pun mengungkapkan bahwa sektor administrasi pemerintahan memiliki persentase tertinggi dari total data exposure, yaitu sebesar 39,78%.

Kurangnya kesadaran akan keamanan data oleh seluruh lapisan dalam pemerintahan turut memberi andil dalam kebocoran data tersebut. Hasil Survei Literasi Digital pada tahun 2021-2023 pun menempatkan digital safety menjadi pilar digital yang memiliki skor paling rendah dibanding pilar-pilar lainnya.

Kurangnya SDM yang terampil di bidang keamanan siber dan kurangnya kesadaran akan pentingnya keamanan data di setiap institusi menjadi salah satu faktor penyebab terbesar keamanan data yang tidak memadai dan rentan terhadap kebocoran data. Ini menjadi tantangan utama dalam transformasi digital khususnya dalam program SPBE dan Satu Data Indonesia.

Peran Kepemimpinan

Presiden Joko Widodo pada rangkaian acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024 bulan Mei lalu telah meluncurkan Government Technology (GovTech) Indonesia yang diberi nama INA Digital. GovTech merupakan lembaga untuk menggerakkan keterpaduan layanan digital pemerintah yang selama ini tersebar di ribuan platform/aplikasi.

INA Digital merupakan akselerasi transformasi layanan digital pemerintahan Indonesia. Dimana layanan digital tidak lagi berbasis instansi atau government centric, tapi berbasis kebutuhan rakyat atau citizen centric. INA Digital mengintegrasikan layanan berbasis elektronik yang sudah ada milik kementerian/lembaga, sehingga diharapkan data publik tidak akan bocor keluar sistem.

Pengembangan infrastruktur INA Digital juga didukung melalui kolaborasi dari berbagai kementerian/lembaga. Portal nasional yang menjadi payung besar untuk semua layanan masyarakat akan ditangani langsung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Selain itu, Kominfo dan BSSN juga terus mensertifikasi kebutuhan SDM yang dapat mendukung terkait keamanan siber. Indonesia masih belum memiliki SDM keamanan siber yang memadai dalam melindungi keamanan data.

Pemenuhan SDM yang memiliki kompetensi terhadap literasi digital dan penumbuhan kesadaran akan keamanan data dalam instansi pemerintah merupakan tanggung jawab pimpinan dalam instansi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2022 tentang Pelindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV) pada pasal 19 yang mengatur kewajiban setiap pemimpin instansi pemerintah yang memiliki ataupun mengelola untuk melakukan peningkatan kapasitas SDM penyelenggara, baik berupa peningkatan kompetensi/sertifikasi, alih teknologi/keahlian maupun peningkatan budaya kesadaran keamanan informasi.

Budaya sadar akan keamanan data dapat dimulai dari pimpinan sebagai tone of the top. Delloite Forensic Centre menekankan tone of the top adalah elemen penting pengendalian internal dan tata kelola korporasi yang efektif. Begitu juga dengan keamanan data, pimpinan perlu memberikan teladan dalam mengimplementasikan kesadaran keamanan data karena apa yang dilakukan pimpinan akan sangat mempengaruhi perilaku pegawai dan suatu instansi.

Presiden Joko Widodo berkomitmen bahwa dibuatnya INA Digital merupakan langkah awal percepatan transformasi layanan digital pemerintahan Indonesia. INA Digital menjadi prioritas pemerintah untuk membuat data tetap aman dan hanya dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan. Ini merupakan komitmen tata kelola data demi terwujudnya transparansi dan akuntabilitas, serta mendukung pembangunan nasional.

***

*) Oleh : Yuliardi Agung Pradana, Analis Kebijakan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES