Kopi TIMES

Politik Dinasti dan Dinasti Politik Negara Hukum Demokratis

Kamis, 22 Agustus 2024 - 10:14 | 76.59k
M. Yanto, SH., MH., Dosen Fakultas Hukum Unisla
M. Yanto, SH., MH., Dosen Fakultas Hukum Unisla
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Bayangkan sebuah pesta keluarga besar. Semua hadir: kakek, nenek, paman, bibi, sepupu-sepupu, dan tentunya keponakan-keponakan yang lucu-lucu. Di tengah pesta itu, tiba-tiba paman kamu berkata, “Kalian tahu, ya, keluarga kita hebat. Dari generasi ke generasi, kita selalu jadi ketua RT. Tidak ada yang lain. RT adalah takdir keluarga kita!” Lalu semua orang mengangguk setuju. Nah, itulah kira-kira gambaran politik dinasti, hanya saja lebih serius dan melibatkan kursi kekuasaan yang lebih empuk dan gedung yang lebih megah.

Politik dinasti dalam negara demokratis itu ibarat pesta yang diselenggarakan oleh satu keluarga besar. Orang luar mungkin diundang, tetapi anehnya, hanya keluarga itu yang selalu jadi panitia, pembicara, bahkan tamu kehormatan. Rakyat mungkin bertanya-tanya, “Kok bisa ya, setiap kali ada pemilihan, yang menang selalu sepupu dari mantan bupati yang juga anak dari mantan gubernur?”.

Advertisement

Di negara hukum demokratis, politik dinasti ini ibarat toko kelontong yang sudah turun-temurun dikelola oleh keluarga. Bedanya, toko kelontong ini bukan menjual sembako, tapi menjual kebijakan publik. Slogannya? “Pemimpin berkualitas dari generasi ke generasi!” Padahal, kadang-kadang generasi berikutnya baru belajar cara mengatur kebijakan dari YouTube tutorial.

Dalam demokrasi, katanya sih, semua warga punya hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Tapi begitu nama belakang kamu bukan “Srintil,” “Upin,” atau “Ipin,” ya, peluang kamu jadi bupati sepertinya hanya sebesar peluang kamu menang undian berhadiah mobil mewah dari bungkus mi instan. Kenapa? Karena di lapangan politik dinasti, koneksi keluarga sering kali lebih kuat daripada manifesto politik.

Coba bayangkan, di pemilihan kepala daerah, ada calon independen yang pintar, berdedikasi, dan sangat peduli pada masyarakat. Tapi saat kampanye dimulai, calon dari keluarga dinasti muncul dengan senyuman selebar kamera TV, sambil berkata, “Oh, ini masih dalam keluarga, ya. Nanti saya serahkan jabatannya ke anak saya yang lulusan luar negeri. Semua sudah diatur. Tenang saja.”

Lucunya, meskipun praktik ini jelas-jelas tercium oleh rakyat, politik dinasti tetap ada dan hidup dengan sehat. Seperti pohon beringin tua yang akarnya sudah mencengkeram tanah kekuasaan dengan erat, mereka bertahan dari gempuran angin demokrasi dan badai transparansi. Bukan karena mereka kebal hukum, tapi lebih karena mereka tahu cara memainkan permainan: berpolitik dengan senyum, salam, dan silsilah keluarga.

Di negara hukum demokratis, politik dinasti adalah misteri abadi. Setiap kali pemilu tiba, rakyat selalu berharap ada perubahan. Tapi di balik tirai pencoblosan, politik dinasti ibarat film seri dengan musim-musim baru: cerita sama, hanya aktornya yang lebih muda dan fotogenik. Dan rakyat, seperti biasa, duduk di bangku penonton dengan popcorn di tangan, menonton drama politik dengan judul yang sudah tak asing lagi: “Dinasti Berkuasa Lagi, Episode ke-20.”

Politik dinasti maupun dinasti politik pada dasarnya tidak ada dalam demokrasi, walaupun sejarah mencatat dalam negara-negara demokrasi modern fenomena dinasti  politik tumbuh berkembang. Negara demokrasi menjunjung  tinggi hak seluruh warga negara untuk memilih dan dipilih. Tidak dibenarkan jika mengatasnamakan konstitusi lantas kehidupan politik didominasi oleh sekelompok golongan tertentu, karena negara adalah milik bersama. 

Setiap warga negara berhak menduduki jabatan politik selama mendapat kepercayaan oleh rakyat. Proses pengawasan dan pembatasan yang berlaku selama ini hanya diserahkan kepada landasan etik terkait kepatutan dan kepantasan. Fakta  yang terjadi di lapangan justru politik dinasti berkembang dan subur dalam lingkup negara demokrasi kita.

Politik dinasti dan dinasti politik merupakan fenomena yang sering kali menjadi sorotan dalam studi politik dan hukum, khususnya di negara-negara dengan sistem demokrasi yang sedang berkembang. Politik dinasti mengacu pada dominasi kekuasaan politik oleh keluarga atau kerabat tertentu yang secara turun-temurun memegang posisi strategis dalam pemerintahan atau lembaga politik. Fenomena ini biasanya terlihat dalam bentuk suksesi kekuasaan dari satu anggota keluarga kepada anggota keluarga lainnya, baik melalui proses pemilihan umum maupun penunjukan langsung.

Politik dinasti dan dinasti politik merupakan dua hal berbeda. Politik dinasti adalah proses mobilisasi regenerasi kekuasaan kaum oligarki yang bertujuan untuk meraih atau melanggengkan kekuasaan, sedangkan dinasti politik ialah sistem reproduksi kekuasaan yang mengandalkan familisme atau hubungan kekerabatan. Kedua hal tersebut dapat dikatakan sebagai sistem yang bertentangan dengan demokrasi karena telah membatasi ruang lingkup demokrasi yang seharusnya membuka peluang dalam berpolitik seluas-luasnya.

Dari sudut pandang hukum, politik dinasti sering kali menjadi isu yang kontroversial karena dapat bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, terutama dalam hal keadilan dan kesetaraan kesempatan bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses politik. Dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi hukum dan demokrasi, setiap warga negara seharusnya memiliki hak yang sama untuk mencalonkan diri dan dipilih dalam jabatan publik. Namun, dengan adanya praktik politik dinasti, kesempatan tersebut sering kali terbatas hanya bagi kalangan tertentu, yang pada akhirnya dapat mengurangi kualitas demokrasi dan menciptakan ketidakadilan struktural.

Secara umum, politik dinasti menimbulkan perdebatan di kalangan akademisi hukum dan politik. Di satu sisi, ada pandangan bahwa politik dinasti merupakan bagian dari hak politik individu yang diakui oleh hukum, di mana setiap orang berhak memilih dan dipilih tanpa adanya diskriminasi. Di sisi lain, terdapat pula kekhawatiran bahwa politik dinasti dapat memperburuk oligarki politik dan menurunkan kualitas representasi rakyat dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Peran hukum dalam mengatur fenomena ini menjadi penting untuk menjaga keseimbangan antara hak individu dan kepentingan publik yang lebih luas.

Dinasti politik di Indonesia dilakukan dengan dua cara: by design dan by accident. Dinasti politik by design telah terbentuk sejak lama. Secara relasi, jejaring familisme dalam pemerintahan sudah kuat, sehingga kerabat yang masuk dalam pemerintahan atau terjun dalam kontestasi politik sudah diatur sedemikian rupa untuk merekayasa keberhasilan tujuannya. Adapun dinasti politik by accident terjadi dalam situasi suksesi pemerintahan yang secara tiba- tiba mencalonkan kerabat untuk menggantikannya demi menjaga kekuasaan informal terhadap penggantinya jika menang dalam kontestasi politik.

Bentuk pemerintahan di Indonesia, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) yang dengan jelas menyatakan bahwa bentuk pemerintahan negara Indonesia adalah Republik. Bentuk pemerintahan ini menandakan bahwa kepala pemerintahanya dipilih melalui sebuah mekanisme pemilihan pemimpin secara periodik. Biasanya diselenggarakan melalui pemilihan umum yang dilakukan secara berkala dan terencana. Sehingga rakyat diberi hak untuk ikut menentukan keputusan publik untuk memilih pemimpinya. 

Pasal ini tidak mengalami perubahan sejak zaman kemerdekaan sampai amandemen UUD 1945. Terbukti adanya mekanisme pergantian kepemimpinan yang menggunakan pemilu setiap 5 tahun sekali. Dan bentuk pemerintahan republik juga tersurat dari nama negara Indonesia adalah Republik Indonesia. Dengan perkembangan ketatanegaraan yang terjadi, kemungkinan besar tidak akan pernah merubah bentuk pemerintahan republik.

***

*) Oleh : M. Yanto, SH., MH., Dosen Fakultas Hukum Unisla.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES