Stunting Moral-Etik: Nurani Kerdil di Tengah Suara Fufufafa

TIMESINDONESIA, LOMBOK TIMUR – Dalam masyarakat modern yang semakin kompleks, fenomena "stunting moral-etik" telah menjadi isu yang jarang disadari, namun sangat krusial. Di Indonesia, moralitas dan etika tampak terjebak dalam stagnasi yang menghambat perkembangan nilai-nilai yang seharusnya membentuk fondasi kehidupan yang bermakna.
Istilah ini merujuk pada kondisi di mana masyarakat gagal berkembang secara etis karena kurangnya refleksi dan pengujian terhadap norma-norma yang ada. Mengacu pada filosofi Socrates, sang filsuf Yunani yang terkenal dengan pernyataannya, Hidup yang tidak diuji tidak layak untuk dijalani, kita diajak untuk merenungkan pentingnya pengujian diri sebagai bagian dari kehidupan bermoral.
Advertisement
Socrates, melalui dialog Apologia yang ditulis oleh Plato, menekankan bahwa kehidupan yang tidak diuji adalah kehidupan yang kehilangan arah. Refleksi kritis terhadap kehidupan sehari-hari adalah kunci untuk mencapai kebijaksanaan dan kehidupan yang lebih bermakna.
Namun, apa yang terjadi ketika pengujian diri tersebut tidak dilakukan? Fenomena stunting moral-etik adalah jawabannya. Dalam konteks modern, masyarakat yang tidak melakukan evaluasi terhadap tindakan, nilai, dan etika yang dianut cenderung terjebak dalam ketidakpedulian moral, yang berakibat pada ketidakadilan dan degradasi sosial.
Kasus akun "fufufafa", yang menjadi viral di media sosial, mencerminkan degradasi moral-etik yang semakin mencolok di ruang publik digital. Akun ini menjadi pusat perhatian karena dianggap menyebarkan narasi yang jauh dari prinsip etika, bahkan diduga lebih cenderung pada penghinaan daripada kritik yang konstruktif.
Fenomena ini memperlihatkan bagaimana media sosial tidak lagi sekadar tempat interaksi, melainkan juga medan pertempuran moral, di mana etika dan nilai-nilai moral sering kali dikorbankan demi popularitas atau pengaruh instan. Lebih ironi lagi, akun tersebut diduga dikelola oleh seorang cawapres, yang seharusnya menjadi teladan moral bagi masyarakat.
Fenomena akun "fufufafa" ini hanyalah puncak dari gunung es. Di Indonesia, kita sering kali melihat masyarakat yang menjalani kehidupan sesuai dengan norma tanpa mempertanyakan nilai-nilai di baliknya. Banyak yang menjalani kebiasaan, adat, atau aturan sosial tanpa melakukan refleksi mendalam, baik dari sudut pandang moral maupun intelektual. Akibatnya, kita melihat ketidakadilan dan masalah sosial yang terus bertumbuh, didorong oleh apatisme moral yang berakar pada ketidakmampuan masyarakat untuk menguji dan mempertanyakan keyakinan yang ada.
Jika dianalogikan, 'stunting moral-etik' mirip dengan kondisi kekurangan gizi yang dialami tubuh manusia. Seperti halnya stunting fisik menghambat pertumbuhan tubuh, stunting moral-etik menghambat perkembangan karakter, etika, dan tanggung jawab sosial. Masyarakat yang tidak terlatih dalam refleksi kritis cenderung menjadi lemah secara moral, rentan terhadap manipulasi, dan kehilangan kompas etika yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks yang dihadapi.
Socrates menekankan bahwa pengujian diri bukan hanya kewajiban, melainkan tanggung jawab moral yang harus diambil oleh setiap individu. Tanpa pengujian diri, kita hanya akan menjadi pengikut pasif dari aturan dan norma yang berlaku, tanpa menyadari apakah norma-norma tersebut mendukung kehidupan yang baik dan adil.
Dalam konteks Indonesia, pengujian diri ini menjadi sangat penting mengingat banyaknya isu-isu moral yang muncul, seperti korupsi, ketidakadilan sosial, kemerosotan integritas publik, dan kini permasalahan yang muncul dari ruang digital, seperti kasus akun "fufufafa" yang mempermainkan opini publik.
Salah satu penyebab mendasar dari stunting moral-etik ini adalah kegagalan sistem pendidikan. Pendidikan yang seharusnya menjadi ruang untuk membentuk generasi yang kritis dan beretika, sering kali terlalu berfokus pada aspek kognitif, mengabaikan pengembangan karakter.
Sistem pendidikan yang hanya menekankan pada penghafalan dan kepatuhan menciptakan masyarakat yang kurang berani mempertanyakan keyakinan dan norma yang ada. Tanpa proses ini, masyarakat kehilangan kemampuan untuk tumbuh secara moral dan intelektual. Oleh karena itu, pengajaran Socrates tentang pengujian diri menjadi semakin relevan.
Di tengah derasnya arus informasi dan tekanan sosial, penting bagi kita untuk terus menguji kehidupan kita baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Pengujian ini mencakup keberanian untuk bertanya, mengkritisi, dan mengubah pola pikir yang mungkin sudah usang atau tidak relevan dengan tantangan zaman.
Mengatasi stunting moral-etik memerlukan komitmen dari seluruh elemen masyarakat. Sistem pendidikan harus bertransformasi menjadi alat yang tidak hanya mencetak generasi yang cerdas, tetapi juga berintegritas moral. Masyarakat harus didorong untuk tidak menerima segala sesuatu secara pasif, melainkan aktif bertanya tentang nilai-nilai moral yang ada.
Jika tidak, kita akan terus terjebak dalam stagnasi moral, di mana kehidupan dijalani tanpa arah yang jelas. Kasus akun "fufufafa" hanyalah salah satu cerminan dari krisis moral yang lebih dalam di masyarakat. Dengan komitmen untuk terus menguji diri dan memperbaiki standar moral, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, kritis, dan berintegritas.
***
*) Oleh : Ulyan Nasri, Penulis Buku, Author Artikel, Editor Buku, Ketua LPPM dan Dosen Tetap Institut Agama Islam Hamzanwadi NW Lombok Timur.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |