Kopi TIMES

Kurikulum Merdeka Yang Lebih Menggali Potensi Anak-Anak

Kamis, 17 Oktober 2024 - 14:32 | 24.70k
Rikka Pujiastuti, S.IP, Ibu Rumah Tangga dan Penyuluh Kesehatan Dinkes Kab. Kediri.
Rikka Pujiastuti, S.IP, Ibu Rumah Tangga dan Penyuluh Kesehatan Dinkes Kab. Kediri.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kurikulum Merdeka yang dibuat oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim membawa perubahan yang besar pada dunia Pendidikan saat ini. Tradisi gonta ganti kurikulum setiap berganti Menteri Pendidikan yang tidak membawa perubahan banyak pada dunia Pendidikan telah berubah. Banyak manfaat yang didapat dari Kurikulum Merdeka yang lebih berfokus pada merdeka mengeluarkan inisiatif pendidik. Kurikulum Merdeka telah mengalami 26 kali perubahan selama ini menjadi kurikulum yang mencoba mencakup segala aspek Pendidikan. 

Penggantian Ujian Nasional dengan ujian asesmen yang nantinya masuk pada rapor membawa pengaruh positif pada anak-anak. Anak-anak lebih santai mengerjakan ujian asesmen dibandingkan dengan ujian semester. Nilai rapor yang dijadikan acuan untuk masuk SMP dan SMA merupakan hasil belajar mereka selama ini. Sehingga tidak perlu belajar terlalu keras sampai stres dan mencari contekan di kelas lain. Walaupun hal ini ternodai dengan terbongkarnya kecurangan yang dilakukan oknum sekolah yang mengubah nilai rapor 51 anak SMP di Depok agar bisa masuk SMA favorit. Akhirnya 51 anak tersebut dianulir masuk SMA karena manipulasi nilai dan hal ini membawa dampak psikologis berat bagi mereka.

Advertisement

Bertambahnya jalur untuk masuk sekolah negeri atau swasta favorit menambah kemudahan anak-anak dalam PPDB misalnya adanya jalur baru yaitu jalur kharakteristik. Jalur kharakteristik yang lebih mirip jalur prestasi. Tetapi ada kelonggaran dengan tidak perlu mencatumkan piagam perlombaan jika tidak punya hanya berdasarkan nilai raport saja. Hal ini membuat anak-anak bisa bersaing secara sehat. Jujur saja piagam perlombaan selama ini ada yang benar-benar prestasi anak tetapi ada juga yang bisa dibeli. Bahkan ada perlombaan bergengsi yang manganulir hasil perlombaan karena salah merangking nilai pemenang lomba. Hal ini sangat mengecewakan peserta loma dan orangtuanya bahkan menimbulkan kecurigaan apakah itu murni kesalahan perangkingan nilai atau ada unsur lain. Jalur Prestasi yang seharusnya bisa menggali potensi terbaik anak justru menjadi ajang kecurangan lainnya.

Kurikulum Merdeka yang dikeluarkan Mandikbudristek Nadiem mengingatkan saya pada drama Korea yang berjudul The Midnight Romance in Hagwon. Banyak Pelajaran yang bisa diambil dari drakor The Midnight Romance in Hagwon yang berkisah tentang guru-guru pengajar bimbingan belajar (bimbel). Para guru bimbel harus bersaing sesama guru pengajar. Dan juga terkadang harus bermusuhan dengan guru sekolah demi jawaban yang benar agar anak-anak bisa mendapat nilai skor tertinggi ujian nasional serta CSAT (SBMPTN) untuk masuk Universitas favorit pada jurusan bergengsi seperti kedokteran.

Semua berubah ketika siswa teladan pada bimbel tersebut yang punya karir bagus berhenti dan memutuskan menjadi guru bimbel. Pergolakan kemudian muncul karena adanya seorang murid cerdas tapi tidak mampu yang mendapat beasiswa lebih memilih menekuni Bahasa/Sastra Korea karena ingin menjadi penulis daripada harus mengambil jurusan kedokteran yang tidak dia sukai. Hal inilah yang membuat fokus pembelajaran bergeser dari mendapat nilai skor tertinggi menjadi kemampuan murid terhadap bidang-bidang yang mereka sukai sehingga mereka bisa bekerja sesuai minat dan bakat mereka bukan tuntutan pekerjaan yang bergengsi.

Hal ini sejalan dengan Kurikulum Merdeka yang lebih menggali potensi terbaik anak tidak lagi berfokus pada nilai skor, jurusan bergengsi, sekolah atau universitas idaman yang bukan impian anak-anak. Sistem zonasi saat ini memutuskan rantai sekolah unggulan yang selama ini ada pada masyarakat. Kurikulum Merdeka menuntut guru dan sekolah berlomba menjadi lebih baik dengan adanya sekolah penggerak dan guru penggerak. Nantinya semua sekolah memiliki mutu yang baik tidak ada jurang perbedaan baik segi fasilitas atau mutu seperti selama ini.

Kurikulum Merdeka memutus rantai sekolah favorit yang hanya itu itu saja dan mengembangkan pemikiran bahwa semua sekolah sama bagus dan favoritnya tinggal usaha guru dan anak memaksimalkan sistem belajar mengajar yang ada dalam menggali potensi terbaik anak-anak. Piagam perlombaan penting tapi jangan lupa pada pelajaran anak-anak sehingga nilainya tetap bagus, tidak jelek atau bahkan turun karena terlalu sibuk ikut lomba-lomba demi piagam yang nantinya dipakai masuk sekolah favorit.

Sistem zonasi selama ini tidak hanya berdasarkan jarak rumah ke sekolah yang dituju tetapi juga memakai nilai. Dengan digunakannya googlemap dalam menentukan jarak yang selalu mengalami pembaharuan sehingga memudahkan para siswa menentukan jarak terdekat dari rumah ke sekolah. Dulu jarak ditentukan hanya melalui jalan utama padahal jarang dilewati siswa sekarang ada kelonggaran dengan diakuinya jalan tikus untuk mengukur jarak rumah ke sekolah tujuan.

Untuk nilai bila dulu memakai nilai Unas sekarang memakai nilai rapor yang merupakan nilai belajar mereka selama ini mulai kelas 4, kelas 5 dan kelas 6. Saya sangat setuju metode ini karena potensi anak selama belajar dilihat tidak hanya pada nilai Unas saja yang terkadang ketika ujian anak-anak terlalu gugup sehingga lupa materi pelajaran yang akan diujikan. Walaupun Sistem nilai tidak sama dibeberapa kota dan kabupaten. Dimana tidak masuknya nilai semester 2 kelas enam, sistem nilai yang memakai berapa koma berapa (bilangan desimal) yang tidak sama dengan rapor anak selama ini serta tidak dimasukkannya nilai Bahasa Inggis dan Bahasa Jawa pada nilai rata-rata rapor.

Dengan lebih fleksibel dan banyaknya perubahan yang dilakukan oleh Mendikbudristek Nadiem hingga 26 episode pada Kurikulum Merdeka diharapkan majunya dunia Pendidikan di Indonesia dan terciptanya Generasi Emas tahun 2045 yang Pancasilais dan cerdas, sehat mental jasmani.

***

*) Oleh: Rikka Pujiastuti, S.IP, Ibu Rumah Tangga dan Penyuluh Kesehatan Dinkes Kab. Kediri.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES