Kopi TIMES

Prestasi Indonesia: Peringkat Kedua Ketidakjujuran Akademik 

Sabtu, 19 Oktober 2024 - 09:34 | 257.22k
Ulyan Nasri, Penulis Buku, Author Artikel, Editor Buku, Ketua LPPM dan Dosen Tetap Institut Agama Islam Hamzanwadi NW Lombok Timur.
Ulyan Nasri, Penulis Buku, Author Artikel, Editor Buku, Ketua LPPM dan Dosen Tetap Institut Agama Islam Hamzanwadi NW Lombok Timur.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, LOMBOK – Baru-baru ini, Indonesia mencatatkan diri pada peringkat kedua dalam hal ketidakjujuran akademik berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti asal Republik Ceko, Vit Machacek dan Martin Srholec. 

Mereka menemukan bahwa banyak artikel akademik dari Indonesia diterbitkan di jurnal predator antara tahun 2015 hingga 2017, sebuah berita yang dirilis oleh Majalah Tempo. Temuan ini menjadi tamparan keras bagi dunia akademik Indonesia, yang seharusnya menjunjung tinggi integritas dan etika dalam penelitian ilmiah.

Advertisement

Jurnal Predator: Masalah Global yang Meluas

Jurnal predator adalah publikasi yang tidak mengikuti proses peer-review yang ketat, melainkan cenderung lebih mementingkan profit dengan mengenakan biaya publikasi yang tinggi tanpa memperhatikan kualitas ilmiah. 

Jurnal-jurnal ini menawarkan jalan pintas bagi akademisi yang ingin memublikasikan karya mereka secara cepat, tanpa harus melalui evaluasi ketat dari para ahli di bidangnya. 

Dengan diterbitkannya artikel di jurnal-jurnal ini, reputasi akademik penulis secara teknis terjaga, namun substansi dan kualitas penelitian yang dipublikasikan menjadi dipertanyakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Machacek dan Srholec ini memperlihatkan betapa seriusnya masalah ketidakjujuran akademik, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Namun, penting juga untuk memahami apa yang memicu fenomena ini, khususnya di kalangan akademisi Indonesia.

Tuntutan Akademik dan Dorongan Publikasi

Salah satu faktor yang turut menyuburkan ketidakjujuran akademik ini adalah adanya tuntutan institusional bagi akademisi untuk menghasilkan publikasi dalam jumlah tertentu. Di Indonesia, seperti di banyak negara lain, ada dorongan kuat bagi para akademisi untuk memublikasikan karya mereka dalam jurnal internasional sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat, penerimaan hibah penelitian, dan prestise akademik.

Masalahnya adalah, tidak semua akademisi memiliki akses atau kemampuan untuk menerbitkan karya mereka di jurnal internasional yang bereputasi. Jurnal-jurnal tersebut sering kali memiliki standar yang sangat tinggi, membutuhkan penelitian yang orisinal, valid, dan relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan terkini. 

Ketidakmampuan memenuhi tuntutan ini menyebabkan beberapa akademisi mencari jalan pintas dengan mempublikasikan karya mereka di jurnal predator yang lebih permisif dalam proses seleksinya. Namun, jalan pintas ini bukan tanpa konsekuensi. 

Publikasi di jurnal predator bukan hanya merusak kredibilitas individu akademisi, tetapi juga mencoreng citra institusi dan negara asal penulis. Hal ini menunjukkan ketidakjujuran intelektual yang merusak fondasi dari apa yang seharusnya menjadi landasan penelitian akademis: kejujuran, integritas, dan tanggung jawab terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Dampak Sistemik: Pendidikan dan Masyarakat

Ketidakjujuran akademik bukan hanya masalah individu, tetapi masalah sistemik yang perlu diatasi dari akar. Dalam konteks Indonesia, ini mencerminkan kegagalan sistem pendidikan yang belum sepenuhnya memberikan ruang bagi pengembangan kemampuan riset yang bermutu. 

Pengajaran yang lebih menekankan pada hafalan daripada pemahaman kritis, minimnya dukungan infrastruktur riset, serta rendahnya penghargaan terhadap kualitas penelitian, membuat beberapa akademisi merasa lebih mudah untuk mengikuti arus ketidakjujuran akademik.

Ketika publikasi di jurnal predator dianggap sah dan diakui dalam penilaian kinerja, hal ini memperkuat budaya "asal memenuhi syarat," tanpa memperhatikan kualitas dan substansi penelitian. Dalam jangka panjang, budaya ini akan berdampak pada kualitas pendidikan tinggi dan kemampuan Indonesia untuk bersaing di tingkat global dalam hal inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan. 

Lebih jauh lagi, dampak dari ketidakjujuran akademik ini juga berimbas pada masyarakat luas. Penelitian yang diterbitkan tanpa melalui proses peer-review yang ketat akan menghasilkan informasi yang tidak dapat diandalkan. Jika penelitian semacam itu dijadikan dasar kebijakan publik atau praktik profesional, maka masyarakat akan menjadi korban dari keputusan yang dibuat berdasarkan informasi yang salah atau menyesatkan.

Solusi: Reformasi Sistem Pendidikan dan Kebijakan Akademik

Mengatasi masalah ini membutuhkan reformasi sistemik. Pertama, sistem evaluasi akademik di Indonesia harus berfokus pada kualitas penelitian, bukan sekadar kuantitas publikasi. Penghargaan yang lebih tinggi harus diberikan kepada penelitian yang dipublikasikan di jurnal bereputasi, bahkan jika jumlahnya lebih sedikit. Institusi pendidikan harus memberikan pelatihan yang memadai bagi akademisi untuk memahami pentingnya etika riset, proses peer-review, dan bahaya publikasi di jurnal predator.

Kedua, pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi harus menyediakan dukungan infrastruktur penelitian yang lebih baik, mulai dari akses terhadap jurnal-jurnal bereputasi, hingga pendanaan yang memadai untuk penelitian berkualitas. Hal ini akan memotivasi para akademisi untuk mengerjakan penelitian yang orisinal dan berdampak, daripada sekadar memenuhi tuntutan administratif. 

Ketiga, kesadaran mengenai jurnal predator perlu ditingkatkan di kalangan akademisi, mahasiswa, dan peneliti muda. Workshop, seminar, dan pelatihan tentang cara mengenali jurnal predator dan pentingnya publikasi di jurnal bereputasi harus menjadi bagian integral dari pelatihan akademik. 

Ketidakjujuran akademik yang menempatkan Indonesia di peringkat kedua dalam penelitian Machacek dan Srholec bukanlah masalah yang bisa diabaikan. Ini merupakan cerminan dari sistem pendidikan yang membutuhkan reformasi mendalam. Jika tidak segera diatasi, masalah ini dapat merusak kredibilitas akademik Indonesia di mata dunia dan merugikan perkembangan ilmu pengetahuan di tanah air.

***

*) Oleh : Ulyan Nasri, Penulis Buku, Author Artikel, Editor Buku, Ketua LPPM dan Dosen Tetap Institut Agama Islam Hamzanwadi NW Lombok Timur.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES