Kopi TIMES

Kabinet Prabowo Gibran Tradisi Baru atau Gimik Politik

Sabtu, 19 Oktober 2024 - 10:52 | 31.47k
Heru Wahyudi, Dosen di Program Studi Administrasi Negara FISIP Universitas Pamulang.
Heru Wahyudi, Dosen di Program Studi Administrasi Negara FISIP Universitas Pamulang.

TIMESINDONESIA, TANGERANG – Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dipilih untuk menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dari tahun 2024 hingga 2029. Penetapan ini dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah menempuh proses pemilu yang alot, di mana pasangan ini berhasil meraih 58,6 persen suara sah nasional. Dari kemenangan tersebut, babak selanjutnya yakni pembentukan kabinet yang akan jadi tulang punggung pemerintahan baru.

Proses pembentukan kabinet ini tak saja jadi ajang untuk menyakinkan visi dan misi pemerintahan Prabowo-Gibran, tapi juga jadi parameter kebijakan yang akan diambil selama lima tahun ke depan. Pada posisi ini, Prabowo menunjukkan inisiatif dengan memanggil lebih dari seratus calon menteri dan wakil menteri untuk berdiskusi sekitar posisi di kabinet mendatang.

Advertisement

Pembentukan kabinet Prabowo-Gibran mendatangkan tantangan lain. Di satu sisi, ada harapan bahwa kabinet ini mengantar tradisi baru dengan mengedepankan profesionalisme dan kompetensi. Prabowo sendiri mengisyaratkan keinginannya untuk membentuk “kabinet zaken”, sebuah kabinet yang diisi oleh para ahli di bidangnya masing-masing. Walaupun, fakta politik Indonesia sarat dengan kepentingan partai membuat cara ini tampak sulit terealisasi sepenuhnya.

Koalisi besar yang mengusung Prabowo-Gibran dalam pemilu tentu menyimpan ekspektasi untuk mendapatkan posisi strategis dalam pemerintahan. Hal ini terlihat dari rencana penambahan jumlah kementerian yang diperkirakan akan mencapai 44 pos, naik dari 34 kementerian pada era sebelumnya. Penambahan ini mengundang kekhawatiran akan terjadinya pembagian kekuasaan yang berlebihan, mirip dengan era Orde Baru di bawah Soeharto.

Selain itu, sekalipun ada upaya untuk memasukkan unsur profesional dalam kabinet, keterkaitan dengan partai politik pendukung tetap kuat. Tentunya menimbulkan pertanyaan apakah tindakan ini benar-benar merupakan tradisi baru atau sekadar gimik politik untuk meredam kritik.

Nama-Nama Calon Menteri 

Dalam proses pembentukan kabinet baru, Presiden terpilih Prabowo Subianto tampaknya berusaha membangun keseimbangan antara kesinambungan dan perubahan. Beberapa nama dari kabinet Presiden Joko Widodo sebelumnya dipertahankan. Di antaranya adalah Agus Harimurti Yudhoyono (Menteri Agraria dan Tata Ruang), Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri), Zulkifli Hasan (Menteri Perdagangan), dan Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan). Keputusan ini merepsentasikan jalan untuk menjaga stabilitas dan melanjutkan proyek-proyek strategis yang telah berjalan, seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Keberadaan para menteri yang dikenal dekat dengan Jokowi ini memicu spekulasi mengenai pamor mantan presiden tersebut dalam pemerintahan baru. Beberapa analis politik berpendapat bahwa hal ini bisa menjadi strategi Jokowi untuk mengukuhkan proyek-proyek besar tetap berjalan di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran.

Selain mempertahankan beberapa menteri dari kabinet sebelumnya, Prabowo juga memanggil 49 calon menteri dan wakil menteri ke kediamannya di Jalan Kartanegara, Jakarta Selatan. Pemanggilan ini dilakukan untuk mendiskusikan peran calon menteri dalam kabinet mendatang. Proses seleksi ini menerangkan bahwa Prabowo yakin dalam memilih individu yang tepat untuk mengisi posisi strategis dalam pemerintahannya.

Calon-calon yang dipanggil tak hanya berasal dari kalangan politisi, tapi juga tokoh profesional dan akademisi. Hal ini menjabarkan upaya Prabowo untuk membentuk kabinet yang beragam dan kompeten. Beberapa nama yang mencuat di antaranya adalah Erick Thohir, Airlangga Hartarto, dan Budi Gunadi Sadikin. Lewat pemilihan tokoh-tokoh ini, Prabowo tampaknya ingin memastikan bahwa kabinetnya mahir menghadapi tantangan ekonomi dan sosial yang sulit.

Pendekatan Politik 

Kabinet Prabowo-Gibran mengelaborasikan keberlanjutan dari pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan mempertahankan sejumlah menteri dari era sebelumnya. Setidaknya 17 nama menteri Jokowi dipastikan akan kembali mengisi kabinet baru ini, termasuk tokoh-tokoh penting seperti Agus Harimurti Yudhoyono, Tito Karnavian, Zulkifli Hasan, dan Sri Mulyani. Strategi ini menerangkan cara Prabowo untuk menjaga stabilitas dan kesinambungan kebijakan, terutama dalam proyek-proyek besar yang telah berjalan di bawah pemerintahan Jokowi.

Keputusan untuk mempertahankan beberapa menteri dari kabinet sebelumnya bukan sekedar soal kontinuitas, melainkan juga representasi hubungan baik antara Prabowo dan Jokowi. Proses transisi yang lancar antara kedua pemerintahan ini mengindikasikan adanya kesepahaman dalam melanjutkan program-program strategis nasional.

Penyusunan kabinet Prabowo-Gibran dibagi menjadi tiga kluster utama: kluster partai politik koalisi, kluster Prabowo, dan kluster aspirasi Jokowi serta Gibran. Pertama, Kluster Partai Koalisi menjadi wadah partai-partai seperti Gerindra, Golkar, dan NasDem yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju. Berperan penting dalam pembagian kekuasaan politik, termasuk mengusulkan nama-nama menteri sebagai bentuk negosiasi politik.

Kedua, ada Kluster Prabowo, di mana Prabowo Subianto memiliki kebebasan untuk memilih orang-orang yang dinilainya kompeten dan loyal. Tokoh-tokoh ini sering kali berasal dari kalangan profesional yang tak memiliki afiliasi langsung dengan partai politik, menandaskan bahwa Prabowo ingin menjaga keseimbangan antara profesionalisme dan politik.

Terakhir, Kluster Aspirasi Jokowi dan Gibran yakni jalan untuk melanjutkan program-program pemerintahan sebelumnya. Kluster ini tak hanya membawa visi Presiden Jokowi, tapi juga menyertakan peran Wakil Presiden Gibran Rakabuming, sehingga program-program lama bisa dipertahankan sambil memperkenalkan inovasi dari pemerintahan baru.

Isu Profesionalisme vs Politik 

Dalam pembentukan kabinet Prabowo-Gibran, didapati sinyal kuat untuk menyusun “kabinet zaken”, yaitu kabinet yang diisi oleh para profesional yang ahli di bidangnya masing-masing. Kendati, kenyataan politik di Indonesia menyatakan bahwa keterlibatan unsur partai politik tetap dominan. 

Walaupun ada usaha untuk mengedepankan profesionalisme, tekanan dari partai-partai koalisi yang mendukung Prabowo dalam pemilu tak bisa dipungkiri. Partai-partai ini punya ekspektasi untuk mengantongi posisi strategis dalam pemerintahan sebagai imbalan atas dukungan politik.

Tantangan terbesar bagi Prabowo dan Gibran yakni menciptakan kabinet yang bebas dari konflik kepentingan politik untuk memastikan kemampuan dan efektivitas pemerintahan. Konflik kepentingan bisa muncul ketika menteri-menteri yang berasal dari partai politik lebih mengutamakan agenda partainya daripada kepentingan nasional. 

Hal ini bisa menghambat pengambilan keputusan yang cepat dan tepat, serta mengurangi kemampuan pemerintah untuk menghadapi tantangan-tantangan besar seperti pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan infrastruktur.

Untuk mengatasi tantangan ini, Prabowo perlu menyeimbangkan antara tuntutan politik dan kebutuhan akan profesionalisme. Hal ini bisa dilakukan dengan menetapkan kriteria yang jelas dan ketat dalam pemilihan menteri, serta memastikan bahwa setiap anggota kabinet memiliki rekam jejak dan kompetensi yang sesuai dengan tugasnya. Selain itu, proses pengambilan keputusan harus transparan dan akuntabel agar masyarakat bisa melihat bagaimana pemerintah bekerja.

Anggaran dan Program Prioritas 

Program unggulan Prabowo Subianto, seperti makan siang gratis, menghadapi tantangan pelik terkait anggaran yang tepat. Program ini dirancang untuk memberikan makan bergizi kepada anak-anak sekolah dan kelompok rentan lainnya, kendati perlu anggaran yang sangat besar. 

Pada tahap awal, diprediksi membutuhkan sekitar Rp100 triliun hingga Rp120 triliun, dan bisa mencapai Rp450 triliun per tahun saat berjalan penuh pada 2029. Angka ini setara dengan 13,5% dari APBN 2024, memicu kegaduhan bahwa alokasi anggaran untuk program lain akan tertekan.

Rencana penambahan jumlah kementerian juga bisa memperberat beban anggaran negara yang sudah terbebani utang besar. Penambahan nomenklatur kementerian akan meningkatkan pengeluaran pemerintah di tengah defisit APBN yang tinggi. Meskipun ada fleksibilitas dalam RAPBN 2025 untuk menambah kementerian, Prabowo mesti berhati-hati agar tak membebani keuangan negara lebih lanjut.

Mendapati tantangan ini, Prabowo patut menetapkan prioritas dalam program-programnya. Memilih program yang paling fundamental dan berdampak luas menjadi kiat untuk menjaga stabilitas fiskal. Selain itu, efisiensi dalam pengelolaan anggaran dan kolaborasi dengan sektor swasta bisa jadi solusi untuk mengurangi beban fiskal negara. 

Dinamika Politik dan Ekspektasi Publik 

Publik menantikan bagaimana Prabowo Subianto bisa menyelaraskan program-program baru dengan kebijakan lama dari pemerintahan Jokowi. Sebagai presiden terpilih, Prabowo menghadapi tantangan untuk memastikan bahwa transisi ini berjalan mulus tanpa mengorbankan proyek-proyek strategis yang sudah berjalan. 

Program-program prioritas yang telah dirancang, seperti swasembada pangan dan reformasi birokrasi, mesti diintegrasikan dengan kebijakan sebelumnya agar tercipta kesinambungan dan stabilitas dalam pemerintahan.

Ekspektasi publik pada kabinet baru ini sangat tinggi. Banyak yang berharap bahwa kabinet Prabowo-Gibran mampu membawa perubahan langsung dan meningkatkan kinerja pemerintahan secara totalitas. Lewat dukungan suara dalam pemilu, masyarakat menaruh harapan besar pada pemerintahan baru untuk tak semata melanjutkan program-program sukses dari era Jokowi namun juga memperkenalkan inovasi yang mempercepat pembangunan nasional.

Prabowo sejatinya, dapat menjaga keseimbangan antara melanjutkan kebijakan yang efektif dan memperkenalkan reformasi baru yang sesuai dengan visi dan misinya. Keberhasilan dalam memenuhi ekspektasi publik sangat bergantung pada kemampuan kabinet untuk bekerja secara efisien dan responsif pada kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, dinamika politik saat ini menjadi ujian bagi pemerintahan baru untuk membuktikan “kontrak politik”nya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. (*)

***

*) Oleh : Heru Wahyudi, Dosen di Program Studi Administrasi Negara FISIP Universitas Pamulang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES