Kopi TIMES

Investasi dalam Human Capital: Kunci Utama Masa Depan Indonesia yang Berkelanjutan

Kamis, 24 Oktober 2024 - 12:24 | 44.76k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Human capital atau modal manusia memegang peranan sangat penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, terutama di Indonesia yang memiliki potensi besar dari segi jumlah populasi dan keragaman sumber daya manusia. Di era globalisasi dan ekonomi berbasis pengetahuan saat ini, keterampilan, pengetahuan, dan inovasi menjadi elemen kunci yang dapat menentukan daya saing suatu negara. Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta orang, memiliki peluang besar untuk memanfaatkan human capital sebagai motor penggerak utama pembangunan ekonomi.

Pentingnya human capital di Indonesia terlihat jelas dari berbagai tantangan yang dihadapi negara ini, seperti ketimpangan pendidikan, rendahnya kualitas tenaga kerja, dan tingginya angka pengangguran. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,86% pada tahun 2023, sebagian besar disebabkan oleh ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki tenaga kerja dengan kebutuhan industri. Dalam konteks ini, investasi dalam human capital melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan kerja sangat diperlukan. Tanpa peningkatan dalam human capital, Indonesia akan kesulitan untuk bersaing dengan negara-negara lain yang memiliki tenaga kerja yang lebih terampil dan adaptif terhadap perubahan teknologi.

Advertisement

Selain itu, human capital juga memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas perusahaan dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Menurut laporan dari Bank Dunia, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan produktivitas pekerja hingga 30%. Ini berarti, dengan human capital yang lebih kuat, Indonesia dapat meningkatkan efisiensi dan inovasi di berbagai sektor industri, termasuk sektor-sektor vital seperti teknologi, kesehatan, dan manufaktur.

Hal ini akan membuka lebih banyak peluang kerja, meningkatkan pendapatan per kapita, dan mengurangi ketimpangan sosial. Lebih jauh lagi, dalam konteks bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia, di mana proporsi penduduk usia produktif lebih tinggi daripada penduduk usia non-produktif, human capital menjadi semakin krusial. Jika bonus demografi ini tidak dikelola dengan baik melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, potensi ekonomi yang besar bisa hilang begitu saja. Sebaliknya, jika pemerintah dan sektor swasta berhasil memperkuat human capital melalui pendidikan, kesehatan, dan pelatihan kerja, Indonesia dapat menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dengan demikian, investasi dalam human capital bukan hanya soal individu, tetapi juga menyangkut masa depan ekonomi negara. Keberhasilan dalam memperkuat modal manusia akan membawa dampak positif jangka panjang bagi stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Saat ini, Indonesia masih menghadapi tantangan signifikan dalam membentuk human capital yang berkualitas. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan sistem pendidikan dan pelatihan, hasilnya masih belum optimal. Banyak lulusan pendidikan tinggi yang tidak memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan di dunia kerja, sehingga menimbulkan kesenjangan antara pendidikan dan kebutuhan industri. Menurut laporan OECD, kualitas pendidikan di Indonesia masih berada di bawah rata-rata internasional, dan hal ini berdampak pada daya saing tenaga kerja.

Jika kualitas human capital di Indonesia terus berada dalam taraf yang kurang maksimal, dampak negatifnya akan sangat luas. Pertama, produktivitas tenaga kerja akan tetap rendah. Hal ini dapat mengakibatkan stagnasi pertumbuhan ekonomi, di mana potensi produktivitas yang tinggi tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Akibatnya, Indonesia akan kesulitan untuk bersaing dengan negara-negara tetangga yang memiliki tenaga kerja yang lebih terampil dan produktif.

Kedua, tingkat pengangguran akan tetap tinggi. Dengan banyaknya lulusan yang tidak siap kerja, pasar tenaga kerja akan dipenuhi dengan orang-orang yang tidak memiliki keterampilan yang sesuai. Ini dapat menyebabkan tingginya angka pengangguran, terutama di kalangan generasi muda yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi.

Ketiga, ketimpangan sosial dan ekonomi akan semakin melebar. Kualitas pendidikan yang rendah menyebabkan terbatasnya akses masyarakat terhadap peluang kerja yang baik, yang pada gilirannya akan memperparah ketimpangan antara mereka yang memiliki pendidikan tinggi dan yang tidak. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpuasan sosial dan konflik, yang dapat mengganggu stabilitas nasional.

Oleh karena itu, untuk menghindari dampak-dampak negatif tersebut, Indonesia perlu segera melakukan reformasi dalam sistem pendidikan dan pelatihan, memastikan bahwa human capital yang dihasilkan berkualitas dan siap menghadapi tantangan global.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES