Filantropi Pesantren: Kunci Kemandirian Ekonomi di Era Digital

TIMESINDONESIA, JEMBER – Apakah Pesantren Mampu Mandiri Secara Ekonomi Melalui Filantropi di Era Digital?
Pertanyaan ini menjadi semakin relevan di tengah tantangan globalisasi dan digitalisasi yang semakin menekan ekonomi tradisional, termasuk institusi pendidikan Islam seperti pesantren. Pesantren, yang selama ini dikenal sebagai pusat pendidikan agama, kini dituntut untuk beradaptasi dalam berbagai aspek, termasuk aspek ekonomi.
Advertisement
Filantropi, yang mencakup zakat, infak, sedekah, dan wakaf, bisa menjadi solusi penting untuk membantu pesantren mencapai kemandirian ekonomi. Namun, pertanyaannya adalah, bagaimana filantropi ini bisa dioptimalkan dalam konteks ekonomi berkelanjutan, terlebih di era digital saat ini?
Filantropi dalam Pesantren: Nilai Keagamaan dan Penguatan Ekonomi
Pesantren tidak hanya berperan sebagai tempat pendidikan agama, tetapi juga sering menjadi penggerak sosial-ekonomi di komunitas sekitarnya. Konsep filantropi dalam Islam sangat kuat, dengan dalil yang jelas di Al-Qur'an dan hadis. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَفِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ
yang berarti "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian," (QS. Adz-Dzariyat: 19). Ayat ini menggarisbawahi pentingnya berbagi dan filantropi dalam sistem ekonomi Islam.
Nabi Muhammad SAW juga menegaskan pentingnya filantropi dalam sabdanya: “Tangan di atas (yang memberi) lebih baik daripada tangan di bawah (yang menerima).” (HR. Bukhari dan Muslim). Pesantren, dengan filantropi yang dikelola dengan baik, berpotensi besar untuk tidak hanya mandiri secara ekonomi tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat sekitar.
Dalam konteks kemandirian ekonomi, filantropi dapat menjadi sumber daya penting yang memungkinkan pesantren untuk tidak hanya bergantung pada donasi atau subsidi pemerintah, tetapi juga mengembangkan usaha-usaha mandiri yang berkelanjutan.
Era Digital dan Filantropi: Peluang yang Harus Ditangkap Pesantren
Di era digital ini, pesantren memiliki peluang besar untuk memperluas cakupan filantropi mereka. Platform digital memberikan kemudahan untuk menggalang dana secara online melalui platform crowdfunding, aplikasi zakat, dan infak digital.
Contoh yang relevan adalah kemunculan aplikasi wakaf dan zakat yang memungkinkan siapa saja untuk berkontribusi dengan mudah hanya melalui ponsel. Ini membuka peluang besar bagi pesantren untuk menjangkau donatur yang lebih luas, tidak hanya dari lingkup lokal tetapi juga global.
Misalnya, aplikasi seperti Kitabisa.com atau Dompet Dhuafa kini menjadi platform yang sangat mudah diakses oleh masyarakat untuk memberikan donasi secara cepat. Dengan adanya transparansi dan laporan penggunaan dana yang bisa diakses secara real-time, kepercayaan publik terhadap pesantren sebagai lembaga filantropi dapat meningkat. Pesantren yang mampu memanfaatkan teknologi digital ini akan memiliki keunggulan kompetitif dalam hal pengelolaan filantropi.
Selain itu, digitalisasi memungkinkan pesantren untuk mengembangkan sistem
akuntabilitas yang lebih transparan. Sistem manajemen keuangan yang terintegrasi dengan teknologi digital akan membantu pesantren dalam melaporkan pengelolaan dana filantropi dengan lebih baik kepada donatur, sehingga menciptakan rasa percaya dan loyalitas yang lebih tinggi.
Model Ekonomi Mandiri Berbasis Filantropi
Sebagai contoh, banyak pesantren saat ini telah mulai mengembangkan unit usaha mandiri yang dibiayai melalui filantropi. Contoh nyata adalah pesantren yang mendirikan koperasi atau bisnis pertanian yang hasilnya digunakan untuk mendanai kegiatan operasional pesantren dan memberikan pelatihan kewirausahaan kepada santri.
Pesantren seperti Riyadlul Jannah di Mojokerto, yang dipimpin oleh KH. Mahfudz Syaubari, telah lama mempraktekkan model ini. Mereka mengelola berbagai unit usaha mulai dari bidang pertanian, peternakan, mini market, hingga pelatihan bisnis bagi santri dan masyarakat. Semua itu didukung oleh dana filantropi yang dikelola dengan baik.
Usaha-usaha ini, ketika dikelola dengan baik, dapat menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan bagi pesantren. Di samping itu, usaha mandiri tersebut juga menjadi sarana pelatihan praktis bagi santri untuk belajar keterampilan kewirausahaan, sehingga mereka dapat mandiri setelah lulus dari pesantren.
Dengan adanya usaha-usaha ini, pesantren tidak lagi sepenuhnya bergantung pada sumbangan eksternal, melainkan bisa membiayai kegiatannya sendiri dan bahkan membantu masyarakat sekitar.
Pendapat ulama kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradawi juga menekankan pentingnya filantropi dalam Islam sebagai sarana untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi umat. Menurutnya, institusi-institusi Islam seperti pesantren harus mampu mengelola dana-dana filantropi dengan cara yang produktif agar dapat menjadi sumber kekuatan ekonomi umat Islam.
Tantangan dan Hambatan dalam Pengelolaan Filantropi di Pesantren
Namun, meskipun filantropi memiliki potensi besar, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pesantren. Salah satunya adalah kurangnya keterampilan manajerial dalam mengelola dana filantropi. Banyak pesantren yang masih mengandalkan sistem tradisional dalam pengelolaan dana, sehingga dana yang terkumpul tidak dikelola secara efektif untuk menghasilkan dampak ekonomi yang signifikan.
Selain itu, tantangan lain adalah bagaimana menjaga kesinambungan filantropi tersebut. Banyak donasi yang bersifat insidental dan tidak berkelanjutan, sehingga pesantren kesulitan dalam merencanakan pengembangan ekonomi jangka panjang.
Untuk itu, pesantren perlu menerapkan sistem yang lebih terencana, misalnya melalui investasi dalam usaha yang bersifat jangka panjang seperti bisnis pertanian, peternakan, atau bahkan sektor digital yang kini semakin berkembang.
Peluang Kolaborasi dan Inovasi di Era Digital
Untuk mengatasi tantangan ini, pesantren dapat menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti pemerintah, swasta, atau lembaga keuangan syariah. Kolaborasi dengan lembaga-lembaga ini akan membuka akses ke pelatihan dan pendampingan dalam hal pengelolaan keuangan, pengembangan bisnis, dan penggunaan teknologi digital.
Pemerintah Indonesia, misalnya, melalui Kementerian Agama telah meluncurkan berbagai program untuk mendukung ekonomi pesantren, termasuk bantuan modal usaha dan pelatihan kewirausahaan.
Digitalisasi juga menawarkan peluang inovasi baru bagi pesantren. Misalnya, pesantren dapat memanfaatkan e-commerce untuk memasarkan produk-produk hasil usaha pesantren, seperti kerajinan tangan, produk pertanian, atau makanan olahan.
Dengan memanfaatkan platform seperti Tokopedia atau Shopee, pesantren dapat memperluas pasar dan meningkatkan pendapatan tanpa harus bergantung pada pasar lokal.
Akhirnya, Filantropi pesantren memiliki potensi besar untuk menciptakan kemandirian ekonomi berkelanjutan, terlebih di era digital. Dengan memanfaatkan teknologi, pesantren dapat memperluas jangkauan filantropi, mengelola dana dengan lebih efektif, dan mengembangkan usaha-usaha mandiri yang produktif.
Meskipun ada tantangan, dengan pengelolaan yang baik, kolaborasi, dan inovasi, filantropi pesantren dapat menjadi model kemandirian ekonomi yang tidak hanya menguntungkan pesantren itu sendiri, tetapi juga masyarakat luas.
Pesantren yang mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan mengoptimalkan filantropi secara efektif akan menjadi pionir dalam membangun ekonomi umat yang lebih kuat dan mandiri.
***
*) Oleh : Zaenol Hasan, Dosen Ma'had Aly dan STIS Nurul Qarnain Jember.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |