Kopi TIMES

Mengatasi Pengangguran Dengan Pendidikan Kewirausahaan di Pesantren: Studi Model Pendidikan Karakter di SPEAM Pasuruan

Kamis, 31 Oktober 2024 - 16:07 | 102.31k
Abu Nasir, mahasiswa Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.
Abu Nasir, mahasiswa Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam laporan World Economic Outlook yang dirilis Dana Moneter Internasional (IMF) pada April 2024, Indonesia mencatat tingkat pengangguran tertinggi di kawasan ASEAN, mencapai 5,2 persen. Walau angka ini menurun tipis dari 5,3 persen di tahun sebelumnya, pengangguran masih menjadi tantangan utama yang harus diatasi. Salah satu penyebab tingginya tingkat pengangguran adalah rendahnya minat kewirausahaan di Indonesia. Sistem pendidikan yang masih dominan berorientasi pada penciptaan pencari kerja turut berkontribusi pada terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keterampilan wirausaha, sehingga menciptakan ketergantungan pada sektor formal.

Sejalan dengan itu, beberapa pihak menilai bahwa pendidikan karakter kewirausahaan perlu diterapkan sejak dini untuk mencetak generasi mandiri yang siap menghadapi tantangan ekonomi. Pendidikan kewirausahaan tidak hanya menanamkan keterampilan teknis, tetapi juga sikap dan karakter yang mendukung seseorang dalam membangun usaha secara mandiri. Dalam konteks ini, pesantren sebagai lembaga pendidikan berbasis agama dipandang sebagai wadah potensial untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan pada santri, dengan harapan lulusan pesantren dapat turut menciptakan lapangan kerja secara mandiri. Melihat fenomena tersebut membuat Abu Nasir, salah satu mahasiswa Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang mencoba mengkaji model pendidikan karakter pada sekolah pondok pesantren.

Advertisement

Salah satu pesantren yang telah menerapkan model pendidikan karakter kewirausahaan adalah Sekolah Pondok Pesantren Entrepreneur Al-Ma’un (SPEAM) di Pasuruan. Model pendidikan ini mengombinasikan kurikulum berbasis entrepreneurship dengan nilai-nilai karakter yang mendukung kesuksesan berwirausaha. Studi yang dilakukan di SPEAM melibatkan observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan 15 partisipan, termasuk pimpinan pesantren, guru kewirausahaan, dan siswa kelas XII.

Hasil studi menunjukkan bahwa SPEAM menyusun model pendidikan kewirausahaan yang terintegrasi dalam seluruh aspek pembelajaran. Kurikulum yang diterapkan mencakup mata pelajaran khusus seperti foodpreneur, herbalpreneur, eco-print, serta kepemimpinan. Selain itu, SPEAM menerapkan praktik langsung dengan mendirikan unit usaha sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler. Program seperti Economic Study Tour dan pameran produk santri menjadi media yang efektif bagi siswa untuk mempraktikkan keterampilan berwirausaha.

Model pendidikan ini mengadaptasi teori kewirausahaan dari tokoh-tokoh seperti Drucker dan David Kohlb. Pendidikan kewirausahaan di SPEAM didesain untuk mengembangkan karakter santri, termasuk keberanian mengambil risiko, sikap tanggung jawab, dan kemampuan inovasi. Karakter-karakter tersebut merupakan aspek penting dalam entrepreneurship yang juga menanamkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk menghadapi ketidakpastian.

Pendidikan kewirausahaan di pesantren tidak hanya membekali santri dengan keterampilan usaha, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai moral dan etika bisnis. Melalui penanaman karakter seperti kedisiplinan, kemandirian, dan orientasi pada pencapaian, santri diharapkan mampu membangun usaha yang tidak hanya sukses secara ekonomi, tetapi juga beretika dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

SPEAM juga mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan pendidikan kewirausahaan. Misalnya, santri diajarkan untuk memiliki sikap amanah dalam mengelola bisnis, serta memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dalam setiap keputusan usaha. Hal ini penting karena santri tidak hanya ditargetkan untuk menjadi wirausaha yang sukses, tetapi juga memiliki integritas yang kuat.

Penelitian ini memberikan bukti bahwa model pendidikan kewirausahaan berbasis karakter dapat menjadi salah satu solusi strategis untuk mengurangi pengangguran di Indonesia. Pendidikan karakter kewirausahaan memberikan bekal kepada santri untuk menghadapi tantangan kehidupan, khususnya di dunia kerja yang semakin kompetitif. Dengan pendekatan holistik yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, santri diharapkan menjadi individu yang mandiri dan siap menciptakan peluang ekonomi bagi diri mereka sendiri dan orang lain.

Namun, penelitian ini juga mengakui adanya keterbatasan. Model pendidikan karakter kewirausahaan di SPEAM mungkin tidak sepenuhnya cocok diterapkan di semua pesantren, mengingat perbedaan dalam tujuan, kurikulum, dan sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan model pendidikan kewirausahaan yang lebih terfokus dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan industri.

Secara keseluruhan, pendidikan karakter kewirausahaan di pesantren seperti SPEAM memberikan harapan baru bagi pengembangan sumber daya manusia yang siap menghadapi dunia kerja dan menciptakan peluang usaha. Pengintegrasian pendidikan karakter kewirausahaan di pesantren bukan hanya langkah strategis untuk mengurangi pengangguran, tetapi juga untuk mencetak generasi muda yang mampu beradaptasi dengan perubahan ekonomi global. Di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks, pesantren dapat menjadi salah satu garda terdepan dalam mencetak santri yang memiliki keterampilan wirausaha serta integritas moral yang tinggi.

***

*) Oleh: Abu Nasir, mahasiswa Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.

*) Tulisan ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES