
TIMESINDONESIA, MALANG – Aktifitas keseharian manusia tidak terlepas dari bangunan spiritual yang berdiri kokoh dalam menjaga keseimbangan hidup dikenal dengan sebutan akidah )العقيدة( . Kekuatan bangunan spiritual bergantung pada tingginya pondasi yang dibuat manusia. Kekuatan bangunan tersebut juga bergantung pada pribadi manusia sendiri. Sebagaimana contoh, indikator tertibnya ibadah manusia bergantung pada kekuatan akidah, akhlak mulia yang dimiliki dan mu 'amalah baik yang dilakukannya.
Perbedaan pandangan tentang definisi akidah menjadi rahmat, namun secara etimologi kata akidah berasal dari kata dalam bahasa arab aqada-ya qidu-'aqdan- aqidatan)عقيدة عقدا يعقد عقد artinyan perjanjian, ikatan, simpul dan kokoh. Sementara bentuk isimnya adalah al-'aqdu dengan bentuk jamakagoid )عقائد tali pengikat atau simpulan. Kata yang menyerupainya yakni i 'tiqod artinya keyakinan. Setelah itu 'aqdan artinya terbentuk, selanjutnya terjadi perubahan proses yakni kata 'aqidah yang artinya keyakinan (Munawwir, 1997: 953). Korelasi kata 'aqdan, i 'tiqod dan 'aqidah terwujud dalam arti keyakinan dalam hati yang tersimpul kokoh sifatnya mengikat dengan mengandung perjanjian di dalamnya.
Advertisement
Secara etimologis akidah didefinisikan iman yang teguh disertai kepastian tanpa sedikitpun keragu-raguanan dalam meyakininya. Pendapat lain mendefinisikan pegangan kuat seseorang yang merasuk dalam lubuk jiwa manusia paling dalam (Mahrus, 2009: 4). Beberapa pendapat ahli yang menjadi pelengkap dalam memahami akidah. Berikut Pendapatnya:
1. Hasan al- Banna mendefinisikan akidah yakni:
Kewajiban manusia meyakini dengan hati kebenaran beberapa perkara yang menentramkan jiwa tanpa bercampur sedikit dengan keraguan (al-Banna: 465).
2. Yunahar Ilyas mengartikan akidah adalah manusia menerima kebenaran melalui wahyu, akal dan fitrah. Artinya kebenaran yang diterima terpatri dalam hati dengan keyakinan shahih dan pasti disertai penolakan terhadap hal yang bertentangan dengan kebenaran tersebut (Yunahar, 2011, 2).
3. Abu Bakar Jabir al Jazairy menjabarkan akidah dengan arti:
Aqidah adalah sekumpulan kebenaran yang diterima secara umum tanpa perlu adanya bukti (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran tersebut terpatri dalam hati manusia disertai keyakinan kesahihan dan kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertenantangan dengan itu (al Jazairy, 1978: 21).
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Berdasarkan pandangan di atas dapat disimpulkan akidah merupakan keyakinan kuat manusia yang mengikat tanpa sedikit keraguan tentang kebenaran dalam wujud iman. Akidah memiliki keterkaitan yang saling bergantung dengan iman, karena akidah tanpa iman sama halnya dengan dusta. Sedangkan iman tanpa akidah sirna ibarat tiadanya pegangan yang dapat dijadikan pegangan untuk diyakini kebenarannya. Dengan demikian, kata kunci dari aqidah yakni keyakinan kuat, kebernaran, dan iman.
Meyakini sesuatu khususnya yang berbentuk abstrak adakalanya mudah dan ada kalanya sukar. Hal ini tidak terlepas dari adanya unsur hati manusia yang memilki korelasi dengan iman sebagai wujud akidah. Sementara akidah merupakan tahapan awal terbentuknya iman dalam meyakini kebenaran sesuatu. Kebenaran yang diyakini manusia dapat berbentuk emipirik dan dapat pula berbentuk abstrak. Dalam memahami tentang konsep akidah, perlu kitanya menggali beberapa materi tambahan dibawah ini.
pertama, ilmu ushul fiqih telah memberikan rambu-rambu dasar bahwa yakni keyakinan tidak dapat dilemahkan dengan keraguan sebagaimana qoidah ushul berikut:
Kaidah tersebut menguatkan keyakinan manusia terhadap kebenaran yang diyakininya tanpa sedikit keraguan walaupun tahapan awal yang dialami manusia adalah الشك keraguan antara menerima dan menolak). Selanjutnya pada tahapan الظن prasangka) merupakan tahapan satu langkah lebih kuat atas keyakinannya karena keberadaan dalil yang menguatkan. Setelah itu الظن غلبة (membiasakan prasangka) tahapan langkah lebih maju karena keberadaan dalil yang lebih kuat yang menguatkan salah satu dalil walaupun belum mencapai keyakinan penuh. Tahapan terakhir yakni اليقين merupakan ilmu yang meyakini sepenuh hati atas kebenaran dalil yang diyakininya. Pada tingkat inilah keyakinan seseorang dapat disebut dengan akidah.
Kedua, macam-macam ilmu dibagi menjadi dua, yakni ilmu dharuri dan nadzari. Pengertian ilmu dharuri adalah ilmu yang dihasilkan panca indra manusia tanpa memerlukan dalil agama serta pembuktian kebenarannya. Bentuk ilmu dharuri adalah empiris, contohnya seorang anak yang melihat pertama kali pesawat terbang Sementara ilmu nadzari merupakan ilmu yang dapat dijangkau sebagian panca indra dan memerlukan dalil atau pembuktian terkait kebenarannya.
Bentuk ilmu nadzari adakalanya empiris dan ada kalanya abstrak, namun titik tekannya memerlukan pembuktian dengan dalil atau alasan kongkrit untuk pembuktiannya, contohnya setiap orang pasti melaksanakan shalat lima waktu, akan tetapi dalil juga diperlukan untuk menjawab alasan mengapa muslim harus melaksanakannya. Selain itu diantara ilmu nazhari adakalanya tidak memerlukan dalil atau rasionalisasi karena telah dianggap sangat umum dan sering terdengar di telinga manusia, contohnya setiap muslim mengetahui jumlah rukum Islam ada 5, hal ini sudah sangat umum dan tidak perlu pembuktian misalkan rukun Islam jumlahnya ada 4 atau 3 maka tidak disebut dengan rukun Islam. Hal itulah yang disebut dengan badhiyah yakni suatu kebenaran yang sebenarnya memerlukan dalil pembuktian, akan tetapi pembuktian tidak diiperlukan karena sangat umum. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA)
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |