TIMESINDONESIA, MATARAM – Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia yang telah memberikan kerangka yang jelas sebagai pedoman dalam bernegara, di antaranya antar warga negara, relasi antara laki-laki dan perempuan. Sudah 79 Tahun lamanya Indonesia telah merdeka dari penjajah dan telah 79 Tahun pula butir-butir pokok Pancasila dirumuskan.
Akan tetapi, sampai dengan hari ini Bangsa Indonesia belum mampu mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila ke dalam kehidupan masyarakatnya secara komprehensif. Terutama Sila Kedua Pancasila, yakni “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
Advertisement
Sila kedua Pancasila dengan lambang Rantai melambangkan “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Rantai melambangkan persatuan dan kesatuan antara perempuan dan laki-laki, bahwa semua rakyat harus bersatu untuk mencapai kekuatan yang kokoh.
Setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk hidup, berkembang dan berpartisipasi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki di tengah masyarakat. Tanpa adanya diskriminasi hingga stereotip yang disebabkan jenis kelamin. Nilai luhur ini seharusnya menjadi acuan Bangsa Indonesia dalam membangun masyarakat yang adil, beradab dan menjunjung tinggi harkat serta martabat setiap laki-laki dan perempuan.
Masdar Farid Mas’udi dalam bukunya Syarah UUD 1945 Perspektif Islam menjelaskan makna ‘keadilan’ dalam Ideologi Negara Indonesia sebagai ‘kesetaraan’. Perbedaan suku, ras, budaya, jenis kelamin dan semisal tidak boleh menjadi alasan untuk mendiskriminasikan orang lain. Masdar menekankan bahwa keanekaragaman bahasa, budaya maupun warna kulit adalah salah satu tanda kebesaran Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Qs. Al-Hujurat [49]: 13.
“Wahai manusia, sesungguhnya telah Kami ciptakan kalian dari lelaki dan perempuan, dan Kami jadikan kalian dalam berbagai bangsa dan suku agar kalian saling mengenal; Sungguh yang paling mulia di hadapan Allah adalah yang paling bertakwa; Allah sungguh Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”.
Spirit keadilan dalam relasi antara laki-laki dan perempuan yang ada pada Pancasila di atas sama dengan spirit keadilan relasi antara laki-laki dan perempuan di dalam Islam. Islam hadir untuk memuliakan perempuan, sebelumnya perempuan pada masa Jahiliyah bahkan dikubur hidup-hidup hingga dapat diperjual belikan.
Saat ini syariat Islam terus berkembang untuk menemukan titik ideal juga adil pada relasi laki-laki dan perempuan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena pada hakikatnya, baik laki-laki maupun perempuan adalah khalifah di muka bumi, keduanya berhak untuk menjadi manusia yang bermanfaat di muka bumi ini.
Sila kedua Pancasila dalam konteks relasi antara laki-laki dan perempuan dapat diimplementasikan ke dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat berikut ini; keluarga, pendidikan, pekerjaan dan politik.
Dalam lingkup keluarga, mengimplementasikan nilai Sila kedua Pancasila dapat dilakukan dengan membangun relasi yang mubadalah antara suami dan istri. Memperlakukan pasangan sebagai partner dalam kehidupan ini.
Merawat dan mendidik anak dilakukan bersama. Mengurus rumah tangga ataupun bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dilakukan bersama atas kesepakatan bersama. Tidak lagi mengganggap kewajiban merawat anak adalah kewajiban istri serta Istri hanya ditempatkan pada ranah domestik.
Dalam lingkup pendidikan, mengimplementasikan nilai Sila kedua Pancasila dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan untuk meraih jenjang pendidikan setinggi-tingginya. Sebagaimana Semangat juang Boedi Uetomo (1908) yang menginginkan seluruh masyarakat Indonesia pada masa itu untuk dapat mengakses pendidikan.
Juga perjuangan RA Kartini (1890) yang memperjuangkan agar perempuan mendapatkan akses pendidikan. Perjuangan-perjuangan tersebut harus kita lanjutkan hari ini dengan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa memandang jenis kelaminnya untuk mendapatkan akses pendidikan.
Dalam lingkup pekerjaan, mengimplementasikan nilai Sila kedua Pancasila dapat dilakukan dengan tidak memberikan stereotip negatif kepada perempuan sebagai manusia yang lemah akalnya. Baik-laki-laki maupun perempuan keduanya bisa belajar untuk kemudian menunjukkan kemampuannya di dunia kerja. Tanpa membedakan upah yang didapat, dengan memberikan upah yang lebih sedikit kepada perempuan. Memberikan ruang kompetisi yang adil bagi laki-laki dan perempuan untuk membuktikan kualitasnya.
Adapun dalam lingkup politik, mengimplementasikan nilai Sila kedua Pancasila dapat dilakukan dengan menghadirkan figur-figur perempuan pada panggung politik. Tidak hanya sebagai pelengkap untuk memenuhi ambang batas, tetapi perempuan harus hadir untuk merepresentasikan dan menyuarakan suara-suara perempuan. Karena hanya perempuan yang paling memahami apa yang menjadi kebutuhan sesama perempuan, untuk kemudian diperjuangkan pada ranah politik bernegara.
Tentu bentuk-bentuk implementasi SIla kedua Pancasila di atas kita harapkan dapat diimplementasikan oleh Bangsa Indonesia, diupayakan terus menerus sebagaimana seharusnya Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila menjadi acuan dalam membangun masyarakat yang adil, beradab, dan menjunjung tinggi harkat serta martabat manusia. (*)
***
*) Oleh : Suci Ramadhani Puti, SH., MH.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |