Kopi TIMES

Tantangan Memberantas Judol dan Pinjol di Indonesia

Rabu, 20 November 2024 - 17:00 | 30.87k
Muhammad Nur, Pegiat Literasi Keuangan Negara
Muhammad Nur, Pegiat Literasi Keuangan Negara

TIMESINDONESIA, RIAU – Baru-baru ini dapat kita baca sebuah cerita yang mengejutkan. Setidaknya sepuluh orang pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital ditangkap karena diduga melindungi situs-situs judi online dengan kompensasi Rp8,5 juta per situs atau total Rp8,5 miliar (news.detik.com, 1/11/2024). 

Seharusnya Kementerian ini turut melindungi masyarakat dari jebakan judi online dengan memblokir situs-situs judi online, bukan malah melindunginya. Ada apa sebenarnya? Mengapa judi online sepertinya sulit sekali diberantas? Mengapa justru aparatur negara malah ikut-ikutan menjadi backing situs judi online? Padahal sudah banyak sekali kasus-kasus pencurian, kekerasan, bahkan pembunuhan yang menjadi dampak dari menjamurnya judi online ini.

Advertisement

Kasus seorang polwan yang membakar suaminya hidup-hidup beberapa waktu lalu seharusnya dapat menjadi pelajaran penting bagi kita semua bahwa judi online memang se-merusak itu. Tentu masih banyak lagi kasus-kasus kriminal lain yang bisa menjadi catatan kisah kelam akibat dari judi. Sebuah lagu dari Haji Rhoma Irama telah lama pula menjadi pengingat kita, betapa sulitnya manusia untuk lepas dari judi. 

Judi, memang katanya sebuah candu. Satu kali kemenangan kecil bukan mendatangkan kemenangan-kemenangan lainnya, namun justru akan semakin memperdalam jeratnya kepada para pemainnya. Judi, akan mengeruk kekayaan dan harta para pemainnya, secara pelan-pelan maupun serta-merta. Kemiskinan akibat judi sudah menjadi hal yang biasa. Namun mengapa kita tidak sadar akan jerat judi itu? 

Entahlah. Mungkin karena memang ada salah satu sifat manusia yaitu rakus, tidak cepat puas, dan kurang bersyukur. Maka, judi yang memberi iming-iming kekayaan dalam waktu singkat menjadi sebuah harapan semu bagi masyarakat kita. Easy money yang diharapkan diperoleh dari judi online justru berlaku sebaliknya, yakni menghabiskan uang dan harta si empunya. 

Lucunya lagi, bahkan orang-orang yang mungkin dapat kita anggap sebagai orang-orang yang kaya dan sudah sukses justru ikut menjadi para pemain judi online ini. Diberitakan bahwa setidaknya 82 orang anggota DPR terlibat aktif menjadi pemain judi online dengan perputaran uang mencapai hampir 2 miliar rupiah (news.detik.com, 27/6/2024). 

Miris, bukan? Bukankah mereka para wakil rakyat ini sudah menikmati begitu banyak fasilitas negara berupa gaji dan tunjangan yang seharusnya cukup? Mengapa masih terpikir mereka untuk berjudi? Apakah itu menjadi jalan keluar dari modal kampanye dalam mereka ikut kontestasi politik? Jika iya, maka fenomena ini menjadi sebuah ironi yang mengerikan.

Fenomena judi online ini sekarang juga mungkin diperparah dan dipermudah dengan kehadiran pinjaman online atau pinjol. Pinjol menawarkan kemudahan bagi siapa saja untuk mendapatkan modal untuk digunakan berjudi. Pinjol dan judi online saat ini ibarat dua sisi mata uang yang saling menjerat para korbannya. 

Bagaimana tidak mudah? Jika kita sedang menonton tayangan di media sosial misalnya, begitu mudah dan banyaknya tawaran iklan aplikasi pinjol yang menarik dengan iming-iming limit hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah dengan persyaratan yang mudah saja berupa foto KTP.

Maka, pemerintah harus lebih tegas dan berani memberantas keduanya, pinjol maupun judi online. Jangan ada lagi korban berjatuhan, baik di kalangan masyarakat di bawah maupun di kalangan masyarakat atas seperti para anggota DPR di atas. Mirisnya lagi, dikatakan bahwa perputaran uang dari judi online ini justru melibatkan para pemilik modal di negara lain (kompas.id, 2/11/2024). 

Maka, hal ini mempersulit pemerintah untuk memberantas judi online, karena seringkali mereka berlindung dibalik hukum di negara asalnya yang menyatakan bahwa judi adalah sesuatu yang legal di negara tersebut. Akan tetapi, ada pula pihak yang mengatakan bahwa pemerintah melalui aparatur hukumnya yang mungkin kurang serius dalam menangani kasus-kasus perjudian ini. Politisi Trimedya Panjaitan, salah satunya, yang menilai sebenarnya pemerintah, termasuk para pejabat terkait di Polri, mengetahui sosok-sosok kunci yang bermain di pusaran judi daring. 

Selain itu, kemampuan investigasi Indonesia juga mumpuni dan pihak kepolisian mempunyai kerja sama dengan negara-negara lain melalui jaringan Interpol. Pemerintah sebagai salah satu pihak yang berwenang tentu harus berani membongkar sindikat dan mafia judi online ini. Jangan hanya situsnya saja yang diberantas, tapi biang keroknya dilepas.

Hal lain yang bisa diupayakan oleh pemerintah adalah dengan memberikan rakyat akses para pemerataan kesempatan berusaha, seperti lapangan pekerjaan yang lebih baik di sektor formal maupun sektor informal, serta literasi keuangan yang lebih sering diberikan kepada semua lapisan masyarakat. Generasi muda tentu perlu menjadi sasaran utama pada konteks ini. 

Pendidikan dan literasi keuangan bagi generasi muda diharapkan dapat menjadi pencerahan bagi mereka agar tidak mudah terjebak dengan easy money berupa pinjol maupun judi online. Mengapa generasi muda juga perlu menjadi sasaran? Karena lebih dari 200 ribu anak muda telah menjadi korban judi online ini. Generasi muda yang seharusnya menjadi harapan bangsa di masa depan justru saat ini mulai rusak tabiatnya dengan iming-iming easy money berupa pinjol dan judi online ini. 

Maka para pemuda harapan bangsa kita ini perlu mendapatkan penjelasan, literasi memadai tentang bahaya judi online dan pinjol ini. Pendidikan karakter, akhlak, dan adab perlu menjadi prioritas yang dimulai sejak pendidikan pra-dasar dan pendidikan dasar.

Pemerintah perlu memberantas judi online sampai tuntas, demi menyelamatkan generasi kita untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.

***

*) Oleh : Muhammad Nur, Pegiat Literasi Keuangan Negara.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.


 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES