Kopi TIMES

Hari Anak Sedunia 2024: Refleksi Pendidikan dan Etika di Indonesia

Kamis, 21 November 2024 - 10:44 | 44.06k
Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional
Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tanggal 20 November 2024 diperingati sebagai Hari Anak Sedunia, momen penting untuk merefleksikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. Di Indonesia, fenomena ini sering kali beririsan dengan isu dalam dunia pendidikan, khususnya terkait hubungan antara guru, murid, dan orang tua. 

Salah satu persoalan yang mencuat adalah ketika hak anak bertabrakan dengan tugas pendidik, mengakibatkan guru menghadapi perlakuan tidak etis dari sebagian orang tua.

Advertisement

Hak Anak, Tugas Guru, dan Tantangannya dalam Pendidikan

Hak anak untuk dilindungi dari tindakan yang merugikan memang esensial. Namun, dalam praktiknya, ada kalanya persepsi orang tua mengenai hak anak menjadi bias, terutama ketika anak-anak menerima disiplin atau teguran dari guru di sekolah. 

Dalam beberapa kasus, guru yang berusaha mendidik malah mendapatkan tuduhan atau perlakuan tidak hormat dari orang tua murid. Fenomena ini mencerminkan adanya ketegangan antara kewajiban mendidik guru dan sensitivitas terhadap hak anak.

Di satu sisi, guru memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak agar memiliki moral, etika, dan karakter yang baik. Namun, di sisi lain, kesalahpahaman antara guru dan orang tua sering kali membuat proses pendidikan terganggu. Hal ini mengindikasikan pentingnya penyeimbangan hak anak dengan penghormatan terhadap guru sebagai pilar utama pendidikan.

Menghormati Hak Anak Tanpa Mengabaikan Guru

Untuk menciptakan harmoni di institusi pendidikan, ada beberapa langkah etis yang dapat diambil: Pertama, adanya dialog dan kolaborasi. Orang tua dan guru perlu menjalin komunikasi yang efektif. Pertemuan rutin antara guru dan orang tua dapat menjadi wadah untuk membahas perkembangan anak sekaligus menyamakan persepsi terkait pendekatan pendidikan.

Kedua, perlunya peningkatan kompetensi guru. Guru perlu dibekali pelatihan untuk menghadapi anak-anak dengan pendekatan yang lebih humanis, tanpa mengurangi otoritas mereka sebagai pendidik. Hal ini membantu guru dalam menegakkan disiplin secara profesional tanpa melukai psikologis anak.

Ketiga, adanya penguatan pendidikan karakter. Institusi pendidikan perlu mengintegrasikan pendidikan karakter secara holistik. Dengan demikian, anak-anak memahami pentingnya menghormati guru sebagai figur otoritatif yang membantu mereka berkembang.

Peran Orang Tua, antara Dukungan dan Evaluasi

Ketika anak menghadapi teguran atau disiplin di sekolah, orang tua sebaiknya mengambil sikap komprehensif. Bentuk sikap komprehensif itu antara lain: Pertama, mendengar dengan bijak.Orang tua harus mendengarkan versi cerita dari anak sekaligus guru sebelum membuat penilaian. Pendekatan ini mencegah keputusan yang emosional dan tidak proporsional.

Kedua, memberi kepercayaan pada guru. Orang tua perlu memahami bahwa guru bertindak demi kebaikan anak, bukan untuk menghukum tanpa alasan. Memberi kepercayaan kepada guru menciptakan lingkungan belajar yang lebih sehat.

Ketiga, membimbing anak secara internal. Jika anak menunjukkan perilaku kurang baik, orang tua perlu memberikan pembinaan di rumah sebagai pelengkap upaya guru di sekolah. Kolaborasi antara pendidikan di rumah dan sekolah sangatlah penting.

Rekomendasi untuk Pemerintah

Fenomena guru yang mendapat perlakuan tidak etis dari orang tua menuntut intervensi pemerintah. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil: Pertama, Perlindungan Hukum bagi Guru. Pemerintah perlu memperkuat regulasi yang melindungi guru dari ancaman atau perlakuan tidak pantas. Hal ini menciptakan rasa aman bagi guru dalam menjalankan tugasnya.

Kedua, Edukasi tentang Hak dan Kewajiban
Melalui kampanye nasional, pemerintah dapat mengedukasi masyarakat tentang hak-hak anak sekaligus kewajiban orang tua dan guru dalam proses pendidikan.

Ketiga, Fasilitasi Mediasi. Mendirikan lembaga mediasi di tingkat sekolah atau daerah untuk menyelesaikan konflik antara guru dan orang tua secara damai. Lembaga ini dapat menjadi jembatan untuk menghindari eskalasi konflik yang merugikan semua pihak.

Keempat, Penghargaan terhadap Guru. Pemerintah juga perlu memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi dalam mendidik anak-anak dengan cara yang inspiratif. Hal ini dapat menjadi motivasi bagi guru untuk terus menjalankan tugasnya dengan baik.

Hari Anak Sedunia adalah momentum untuk tidak hanya merayakan hak-hak anak, tetapi juga merefleksikan tanggung jawab kolektif kita terhadap pendidikan. Dengan menghormati guru, melindungi anak, dan mendukung kolaborasi antara orang tua dan sekolah.

Kita bisa menciptakan generasi masa depan yang berkarakter kuat, cerdas, dan beretika. Pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat memiliki peran penting dalam membangun ekosistem pendidikan yang inklusif dan harmonis. (*)

***

*) Oleh : Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES