TIMESINDONESIA, MALANG – Pemilu 2024 merupakan pemilu serentak kali kedua yang dilakukan di Indonesia, setelah mekanisme yang sama diterapkan pada pemilu periode 2019. Tak hanya pemilu, pemilihan kepala daerah (pilkada) pun akan digelar dalam tahun yang sama, yakni pada 27 November 2024. Dilansir dari situs web Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjelaskan menyerentakkan pemilu dan pilkada pada tahun yang sama dinilai akan menghasilkan pemerintahan yang stabil melalui konstelasi politik yang akan mengawal Indonesia lima tahun ke depan.
Mekanisme pemilu serentak akan mendorong harmonisasi kebijakan di level nasional dan daerah. Sehingga sinergi yang terbentuk dapat membawa sentimen positif bagi masyarakat dan dunia usaha. Sistem dan teknis pelaksanaan Pemilu yang akan dilaksanakan, akan mempengaruhi besaran alokasi Pemilu. Sebagai gambaran, anggaran pemilu 2024 yang mengalami kenaikan sebesar 57,3% dibandingkan tahun 2019 terjadi karena terdapat peraturan terkait yang mengalami perubahan. Antara lain adanya kenaikan honorarium Badan Adhoc penyelenggara pemilu.
Advertisement
Dibukanya kesempatan bagi tokoh-tokoh tua atau muda berpartisipasi dalam pilkada merupakan bentuk kepekaan dan kebajikan parpol sebagai pilar demokrasi. Rakyat di daerah diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya secara merdeka pada dua aras pemilu, yakni legislatif dan eksekutif. Baik kepala daerah maupun anggota parlemen di daerah memiliki legitimasi masing-masing karena langsung dipilih oleh rakyat.
Sistem checks and balances menjadi lebih hidup karena terbuka ruang dialektika yang lebar antara eksekutif dan legislatif. Konsekuensi negatifnya tentu ada, seperti munculnya dual legitimacy antara kepala daerah dan anggota parlemen karena masing-masing mengklaim mendapatkan legitimasi langsung dari rakyat.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Proses historis yang saya sampaikan di atas setidaknya menebalkan rasa syukur kita terhadap proses demokrasi yang telah berjalan. Apa yang kita miliki hari ini merupakan proses panjang nan berliku. Demokrasi bukanlah barang instan yang bisa diwujudkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Tantangan pelaksanaan Pilkada (serentak) 2024 saat ini sejatinya tidak mudah, terlebih lagi apabila kita melihatnya dalam kerangka pembangunan nasional jangka panjang. Saya pribadi berharap bahwa gelaran Pilkada 2024 ini menjadi ajang pesta bagi seluruh rakyat Indonesia. Rakyat yang memiliki hak pilih harus menunaikan kewajibannya untuk memberikan suara di bilik suara sebagai bentuk partisipasi politik.
Rakyat sebagai pemilih jangan sungkan untuk berpartisipasi sejak dini dalam proses penjaringan calon oleh parpol. Mereka berhak menyuarakan dukungan bagi figur-figur yang mereka anggap kompeten. Mereka juga berhak untuk mengkritisi jika ada parpol yang mengusung calon-calon yang bermasalah secara hukum.
Bagi pemerintahan terpilih ke depan, Pilkada 2024 menjadi momentum untuk mengakselerasi program-program yang telah dicanangkan. Target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 8 persen oleh presiden terpilih Prabowo Subianto akan lebih mudah tercapai apabila dalam pilkada kali ini terpilih figur-figur yang mumpuni dalam mengelola potensi sumber daya alam daerah, sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi di daerah semaksimal mungkin yang berkontribusi pada pemenuhan target pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk menentukan pilihannya rakyat tentunya harus menimbang kandidat mana yang akan dipilih dengan cara melihat visi, misi, program kerja, serta gagasan yang direncanakan dan akan dijalankan selama memimpin. Dengan adanya debat antar kandidat calon Pemimpin, membuat masyarakat melihat para kandidat saling beradu gagasan yang akan dijalankan dan dapat diterima oleh masyarakat.
Awal mula ajang adu gagasan antar kandidat merupakan bukti nyata bahwa publik sangat antusias dalam mengawal perkembangan demokrasi yang terjadi di negara ini. Dengan adanya debat, publik mampu menilai pasangan calon mana yang mampu untuk memimpin bangsa ini ke depannya menuju arah yang lebih baik untuk mensejahterakan rakyatnya.
Momentum bersejarah bagi rakyat Indonesia, Pesta demokrasi itu akan menjadi wadah pemersatu karena di tahun yang sama akan disajikan banyak pilihan untuk menentukan nasib bangsa dalam lima tahun ke depan, dengan memilih wakil di legislatif dan Presiden serta Wakil Presiden RI pada 14 Februari 2022. Kemudian dilanjutkan 27 November 2022 untuk memilih kepala daerah, yakni gubernur dan bupati atau wali kota. Rakyat Indonesia diberikan hak seluas-luasnya menentukan pilihan sesuai dengan hati nurani, dengan tetap mengedepankan saling menghormati perbedaan serta menjaga persatuan, sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila. Pemilu adalah sebagai alat perekat persatuan, sangat disesalkan dalam beberapa tahun terakhir pemilu nasional maupun daerah justru menjadi pemecah persatuan. Pemilu harus sebagai alat pemersatu bangsa, bukan malah sebaliknya sebagai pemecah bangsa.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |