Kopi TIMES

Penguatan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam dalam Pengembangan Karakter Kemandirian di LKSA Nyai Ahmad Dahlan Ponogoro

Sabtu, 23 November 2024 - 12:07 | 14.14k
Ikhwanul Abrori, mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah  Malang.
Ikhwanul Abrori, mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah  Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Salah satu ruang lingkup PAI adalah pendidikan di rumah. Peran keluarga dalam pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena keluarga merupakan sekolah pertama dan utama bagi anak-anak. Orang tua sangat berperan dalam menerapkan PAI di rumah karena mereka merupakan agen dan lembaga sosial pertama sebagai pembentuk karakter serta kepribadian anak. Dalam mendidik anak, orang tua semestinya memiliki konsep tentang pendidikan karakter, kemampuan untuk bersikap adil, pemahaman ilmu pengetahuan dan agama serta pemenuhan kebutuhan kasih sayang anak. 

Apabila orang tua berperan secara optimal dalam membentuk keluarga yang baik, bisa dipastikan bahwa problematika PAI di lingkup keluarga dapat terselesaikan. Namun, kenyataannya masih banyak orang tua yang kurang peduli dengan penerapan PAI di rumah. Problema selanjutnya adalah ketika dalam keluarga terjadi keterlantaran terhadap anak karena  lemahnya ekonomi, hancurnya keluarga atau kedua orang tuanya meninggal dunia, maka pengasuhan anak akan dialihkan ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA). 

Advertisement

Ketika anak-anak sudah tinggal di LKSA, maka permasalahan pertama yang dihadapi adalah bersumber dari diri mereka yang bersifat pribadi, tidak sama dengan yang dialami oleh anak lain, semisal permasalahan ekonomi, keluarga dan pendidikan serta perbedaan latar belakang keluarga. Berdasarkan observasi awal, peneliti menemukan permasalahan yang terkait dengan karakter kemandirian anak asuh di LKSA Nyai Ahmad Dahlan (NAD) Ponorogo. Dalam karakter disiplin, anak asuh masih sering terlambat ketika melaksanakan ibadah salat dan juga ketika mengikuti program ketrampilan. Dalam karakter percaya diri, anak asuh masih merasa minder ketika belajar ceramah di depan teman-temannya. Anak asuh masih terlihat malas untuk mengikuti kegiatan pendidikan ketrampilan dan anak asuh masih terkesan monoton dalam belajar motif membatik.

Kondisi tersebut akan menjadikan anak asuh kehilangan kehidupan yang bermakna, ditandai dengan tidak adanya semangat untuk meraih tujuan hidup, harapan serta pencapaian yang dianggap berharga. Ketika makna hidup hilang, maka akan bermunculan emosi-emosi yang bersifat negatif, meliputi anak merasa perasaannya hampa, tidak dihargai saat berinterkasi dengan orang lain dan mereka tidak memperdulikan terhadap lingkungan. Jika hal ini dibiarkan, akan menjadikan mereka tidak mampu untuk menghadapi permasalahan hidup serta menurunkan karakter kemandirian.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengapa diperlukan penguatan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dalam pengembangan karakter kemandirian, bagaimana implementasi penguatan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dalam pengembangan karakter kemandirian,serta implikasi pengembangan kemandirian anak asuh di LKSA Nyai Ahmad Dahlan Ponorogo. 

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian studi kasus. Lokasi penelitian ini di LKSA Nyai Ahmad Dahlan Ponorogo yang berada di bawah naungan Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Ponorogo. Informan penelitian in adalah pengurus, pengasuh dan anak asuh LKSA Nyai Ahmad Dahlan Ponorogo. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan melalui empat alur kegiatan analisis data model interaktif Miles, yaitu pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Temuan atau hasil penelitian ini adalah; (a) Penguatan nilai-nilai PAI mampu mengembangkan karakter kemandirian dengan baik, karena mendapatkan penguatan positif (reinforcement positif) saat proses pembelajaran, anak asuh memberikan respon positif dan mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi belajar mengajar; (b) Penguatan nilai-nilai PAI dalam pengembangan karakter kemandirian anak asuh dapat diimplementasikan dengan menggunakan teori belajar behavioristik Edward Lee Thorndike yang mengandung empat hukum, yaitu: Law of radiness (hukum kesiapan), Law of exercise (hukum latihan), Law of effect (hukum akibat) dan Law of attitude (hukum sikap); (c) Penguatan nilai-nilai PAI, berimplikasi terhadap kemandirian anak asuh menjadi lebih terkontrol dan terarah. Mereka mampu memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini bisa diamati dengan teori kemandirian Steinberg, yaitu perubahan ikatan emosional antara anak asuh dengan pengasuh (emotional autonomy), mampu membuat keputusan secara bebas dan konsekuen atas keputusannya itu (behavioral autonomy) dan mereka mampu untuk memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta penting dan tidak penting (values autonomy). 

Proposisi penelitian ini adalah: (a) Penguatan nilai-nilai pendidikan agama Islam akan berperan dengan sangat maksimal dalam pengembangan karakter kemandirian anak asuh manakala dilaksanakan secara terpadu dan terfokus; (b) Implementasi penguatan nilai-nilai pendidikan agama Islam akan lebih maksimal untuk pengembangan karakter kemandirian anak asuh manakala disertai dengan pembiasaan dan praktek; (c) Implikasi pengembangan kemandirian anak asuh akan semakin terkontrol dan terarah manakala bekerja sama dengan dunia industri dengan sistem magang. 

Implikasi teorits penelitian ini adalah: (a) Penguatan nilai-nilai PAI dalam pengembangan karakter kemandirian anak asuh di LKSA NAD merupakan upaya untuk meningkatkan penghayatan dan pendalaman terhadap nilai-nilai PAI, baik secara verbal maupun non verbal, kepada anak-anak asuh di LKSA NAD agar mereka semakin giat untuk berpartisipasi serta senantiasa mengulangi perbuatan baik yang berdasarkan ajaran Islam. Hal ini memperkuat teori belajar Operant Conditioning Skinner, respon positif anak asuh dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Kemampuan mereka dalam berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran menjadi lebihi giat serta mereka mampu untuk melakukan pengulangan terhadap perbuatan baik tersebut. Salah satu perbuatan baik yang diulang-ulang oleh anak asuh adalah karakter kemandirian. Mereka mampu mengembangkan karakter kemandirian dengan baik karena mendapatkan penguatan positif (positif reinforcement) saat proses pembelajaran; (b) Implementasi penguatan nilai-nilai PAI dalam pengembangan karakter kemandirian anak asuh di LKSA NAD relevan dengan teori belajar behavioristik menurut Thorndike.

Dalam teori ini terdapat empat hukum, yaitu: Law of readiness (hukum kesiapan). Sebelum pembelajaran dimulai, anak asuh sudah memasuki tempat belajar dan duduk di tempatnya masing-masing. Peralatan pembelajaran yang berwujud alat tulis, buku tulis dan buku materi sudah dibawa. Ketika pembelajaran dimulai, diawali dengan membaca doa secara bersama-sama. Law of exercise (hukum latihan), ada beberapa materi yang diulang-ulang sampai anak asuh benar-benar memahaminya dengan baik. semisal materi Al-Qur’an, anak asuh diminta untuk mengulang-ulang satu ayat yang diajarkan sampai benar-benar hafal. Law of effect (hukum akibat), anak asuh akan mendapatkan penghargaan ketika menunjukkan prestasinya dalam pembelajaran.

Jika mampu menjawab pertanyaan pengajar dengan baik, mendapatkan penghargaan berwujud verbal dengan ucapan baik maupun yang berwujud non verbal, semisal dengan gerakan mengacungkan ibu jari. Dan Law of attitude (hukum sikap), anak asuh menunjukkan perubahan sikap lebih baik dari sebelumnya. Mereka lebih bersemangat , kreatif dan bertanggung jawab; (c) Implikasi penguatan nilai-nilai PAI terhadap pengembangan karakter kemandirian anak asuh di LKSA NAD memberikan tambahan pada teori kemandirian Steinberg, yaitu dengan adanya penguatan nilai-nilai PAI terhadap kemandirian ikatan emosional antara anak asuh dengan pengasuh (emotional autonomy), kemandirian menentukan keputusan yang tidak tergantung kepada orang lain dan bertanggung jawab atas keputusannya itu (behavioral autonomy) dan kemandirian mampu untuk memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta penting dan tidak penting (values autonomy) menjadi kemandirian yang lebih terkontrol dan terarah.

Saran dari hasil penelitian ini adalah bagi pengelola LKSA NAD, penguatan nilai-nilai PAI bisa diterapkan kepada para anak-anak yang sudah tidak berada di pengasuhan LKSA dan sudah memiliki usaha sebagai sumber ekonomi mereka. Sedangkan bagi pengelola LKSA yang lain, penguatan nilai-nilai PAI dalam mengembangkan karakter kemandirian anak asuh, bisa diterapkan karena terbukti menghasilkan anak asuh yang berkarakter kemandirian dengan berbasis Islam. Untuk peneliti selanjutnya, bisa melakukan penelitian lanjutan kepada anak asuh yang sudah mengikuti program penguatan nilai-nilai PAI dan selesai masa pengasuhan di LKSA serta memiliki usaha mandiri.

***

*) Oleh: Ikhwanul Abrori, mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah  Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES