Kopi TIMES

Pesta Demokrasi Usai, Masyarakat Kembali Damai

Sabtu, 30 November 2024 - 13:15 | 28.42k
Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan Pascasarjana Unisma Malang
Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan Pascasarjana Unisma Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024 telah usai dan sedikit banyak telah diketahui hasilnya. Rakyat Indonesia sepantasnya bersyukur karena secara umum pelaksanaan Pilkada serentak berjalan dengan aman. Walaupun sebelum pilkada ada sedikit peristiwa yang cukup memprihatinkan di pulau garam.

Pelaksanaan pilkada relatif tidak menemukan kendala berarti sampai membatalkan pilkada itu sendiri. Situasi ini merupakan prestasi yang patut dipertahankan bahkan ditingkatkan. Dunia demokrasi di Indonesia masih dalam kondisi baik-baik saja. 

Advertisement

Terlepas dari hasil yang masih dalam proses penghitungan dan menunggu penetapan hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum Daerah, masyarakat-yang sebelumnya mengalami fraksi ke dalam kelompok-kelompok tertentu sesuai selera politik dalam memilih calon pemimpin-perlu kembali ke track semula. 

Apa yang telah terjadi adalah sebuah proses demokrasi, maka situasi dan kondisi kehidupan sosial diperlukan reset ulang kepada kondisi yang sejuk, damai, tidak perlu mempersoalkan keunggulan dan kelemahan calon pemimpin masing-masing. 

Normalisasi kehidupan sosial pasca pesta demokrasi di daerah masing-masing membutuhkan kebesaran jiwa sebab bagi masyarakat yang calonnya tidak terpilih butuh kemampuan dalam menerima kenyataan pahit yang tidak sesuai harapan. Sedangkan bagi yang mendapat kemenangan juga tidak boleh terlalu euphoria sehingga muncul sikap-sikap berlebihan apalagi menyinggung lawan politik dan memantik konflik.

Sejak dulu masyarakat Indonesia sudah terbiasa menjalani kehidupan dalam heterogenitas dari berbagai ranah, termasuk pilihan politik. Masyarakatpun bisa menerima perbedaan dengan lapang dada dan kebesaran jiwa. Proses demokrasi telah usai dengan berbagai hiruk-pikuk dan kehebohannya. 

Perbedaan pilihan bukan menjadi alasan bagi masyarakat berpecah belah, karena perbedaan bukan perpecahan. Dalam perspektif agama pun perbedaan diakui secara tegas, dan itu merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan perbedaan-termasuk pilihan politik-diorientasikan agar manusia saling mengenal dan bisa menghargai satu sama lain. 

Syarat hidup damai diawali dengan eksistensi perbedaan yang terkadang memicu konflik. Segregasi sosial dijadikan modal memahami kehidupan yang kompleks, tanpa orang miskin tidak ada orang kaya, tanpa warna kulit hitam tidak ada warna kulit kuning, tanpa ada orang bodoh tidak ada orang pintar, dan seterusnya. 

Demikian pula tidak ada pemimpin tanpa ada rakyat yang dipimpin, mustahil dalam pertarungan pemilihan kepala daerah seluruh calon menang menjadi pemimpin, pasti ada yang kalah. Persoalannya, pihak yang kalah seringkali belum bisa menerima kekalahan dengan legowo, karena sejak awal kurang siap menerima kekalahan, atau terlalu percaya diri menang dalam pemilihan, juga bisa karena sifat sombong dan suka menganggap orang lain lebih rendah. 

Para calon pemimpin selayaknya memiliki tingkat maturitas secara psikologis agar dapat biasa menerima kenyataan sekalipun itu pahit. Persoalan tidak selesai di sini, para calon pemimpin dewasa dalam bersikap, tetapi pendukungnya yang fanatik tidak bisa melihat jagoannya kalah, apalagi dibarengi dengan tingkat Pendidikan dan pengetahuan yang masih minim dalam berpolitik. 

Mayoritas kondisi masyarakat belum memiliki Pendidikan politik yang memadai, sehingga terhindar dari perilaku yang kontraproduktif bahkan anarkis. Salah satu tugas partai politik adalah mendidik masyarakat dengan wawasan politik yang positif, bukan sekedar menjadikan mereka lumbung suara tanpa peningkatan kualitas berpolitik. 

Apapun hasil yang akan diumumkan oleh KPUD, masyarakat perlu kembali berpikir positif dan konstruktif bahwa perjalanan hidup tidak berakhir di titik Pilkada, tetapi jalan Panjang masih harus ditempuh dengan berbagai tantangan di depan lebih berat. Hal ini membutuhkan kebersatuan, kebersamaan, dan kerjasama satu pihak dengan pihak lain, karena sebuah persoalan tidak bisa diserahkan untuk diselesaikan oleh satu pihak saja. 

Kohesifitas sosial sehabis Pilkada merupakan kebutuhan mutlak untuk membangun keharmonisan dan kebahagiaan hidup bermasyarakat. Dengan kekuatan persatuan dan keutuhan dapat menghadapi rintangan problematika seberat apapun, sebagaimana seringkali diajarkan pepatah “Bersatu kita teguh, Bercerai kita runtuh”. Semoga kedamaian senantiasa menaungi kita semua.

***

*) Oleh : Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan Pascasarjana Unisma Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES