
TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Pada tanggal 27 November 2024 rakyat telah memilih calon kepala daerah. Hari bersejarah dalam perjalanan sejarah Pemilihan kepala daerah atau yang populer dengan sebutan Pilkada. Pilkada kali pertama yang diselenggarakan serentak secara nasional.
Pilkada merupakan proses demokratis yang penting dalam memilih pemimpin daerah yang akan menjalankan pemerintahan daerah. Pilkada juga merupakan aspek penting dari sistem tata kelola pemerintahan daerah di Indonesia yang terdesentralisasi, dimana masyarakat di daerah memiliki suara langsung dalam pemilihan pemimpin daerah.
Advertisement
Pilkada bukan sekedar memilih, tetapi juga bisa menjadi sarana untuk menilai atau mengevaluasi secara obyektif pemerintahan daerah sebelumnya. Pun pilkada juga bisa menjadi pengadilan yang adil bagi rakyat untuk memutuskan layak dan tidaknya kepala daerah untuk memimpin pemerintahan daerah.
Meminjam istilah populer dalam terminologi Islam yaitu Yaumil Hisab, Pilkada juga bisa dilihat sebagai Yaumil Hisab atau hari perhitungan. Hari dimana seseorang yang berkontestasi akan diperhitungkan atas kapasitas dan rekam jejak yang dimiliki untuk dipilih. Yaumil hisab dalam pandangan Islam adalah bagian dari hari akhir. Segala amal perbuatannya di dunia diperhitungkan dan dipertanggungjawabkan selama didunia.
Dalam konteks pilkada, pemimpin yang dipilih oleh rakyat haruslah yang memiliki komitmen untuk menjalankan pemerintahan yang amanah dan bertanggung jawab dalam memimpin dan melayani masyarakat. Penting untuk memilih pemimpin yang berintegritas dan mampu mewakili kepentingan rakyat.
Pilkada harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab sebagai bentuk partisipasi aktif masyarakat yang meminjam istilah Huntington dan Nelson (1983) sebagai partisipasi politik otonom. Partisipasi yang berakar dari kesadaran politik yang menilai politik dan pilihan pilitik secara obyektif, termasuk memilih pemimpin secara obyektif.
Pemimpin yang dipilih harus memiliki kapasitas kepemimpinan yang layak dan pantas. Pemimpin yang dipilih harus memiliki sifat adil, amanah, bijaksana, dan mampu memahami serta memperjuangkan kepentingan rakyat.
Pemimpin yang memiliki sifat-sifat tersebut akan mampu membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun, tidak semua pemimpin yang berkontestasi dalam Pilkada bisa memenuhi standar kepemimpinan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, sebagai rakyat yang cerdas dan bertanggung jawab harus memilih pemimpin yang benar-benar layak dan mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Rakyat tidak boleh terpancing dengan janji-janji kosong atau tawaran-tawaran kampanye yang tidak realistis.
Dalam Al-Quran Surat Al-Hasyr ayat 18 Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok".
Artinya, rakyat yang berdaulat harus selalu mengingat bahwa setiap tindakan yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, penting untuk memilih pemimpin yang bertanggung jawab dan amanah.
Realitas Pilkada
Realitas Pilkada menunjukkan telah menjadi medan pertempuran bagi berbagai kekuatan politik, sosial dan ekonomi, dengan masing-masing pihak memperebutkan kekuasaan dan pengaruh. Persaingan yang ketat terkadang menyebabkan polarisasi politik, politik uang, hoaks politik, politik identitas, dan bentuk malpraktik demokrasi lainnya.
Manuver politik para elit partai politik juga turut mewarnai dinamika politik pilkada. Elit partai politik lebih mementingkan kekuasaan segelintir kepentingan dibandingkan harus mengedepankan kepentingan masyarakat lebih luas. Hal ini, pada gilirannya, telah merusak kredibilitas proses demokrasi dan mengikis kepercayaan publik terhadap sistem politik yang ada.
Di masa depan, sangat penting untuk mengatasi tantangan dan kekurangan proses Pilkada agar lebih kredibel, transparan dan akuntabel untuk menjamin kualitas dan keutuhan sistem demokrasi. Pengawasan yang lebih kuat dan partisipasi publik yang lebih besar untuk memastikan bahwa Pilkada benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.
Pilkada menjadi wadah bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses politik dan meminta pertanggungjawaban pemimpinnya. Hal ini mengarah pada sistem tata kelola yang lebih responsif dan inklusif, dengan para pemimpin daerah lebih selaras dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Ini memerlukan penguatan lembaga penyelenggara pilkada, dan mendorong civil society terlibat aktif melakukan edukasi kepada masyarakat. Dengan demikian, pilkada benar-benar dapat menjadi wadah partisipasi demokrasi yang bermakna dan kemajuan tata kelola pemerintahan yang baik.
***
*) Oleh : Dr. Ahmad Hudri, MAP., Pemerhati Masalah Sosial Politik Ketua KPU Kota Probolinggo 2014-2019 & 2019-2024.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |