Model Pendidikan Karakter Entrepreneurship di Sekolah Pesantren Entrepreneurship Al Maun Muhammadiyah

TIMESINDONESIA, MALANG – Rilis laporan Dana Moneter Internasional ( IMF ) dalam World Economic Outlook bulan April tahun 2024 menunjukkan Indonesia sebagai negara dengan peringkat pengangguran tertinggi di ASEAN. Tingginya tingkat pengangguran ini diukur dari prosentase jumlah angkatan kerja yang sedang mencari kerja usia 15 tahun ke atas dengan yang tidak mendapatkan kesempatan kerja. Tingkat pengangguran (unemployment) di Indonesia mencapai 5,2 persen per April 2024, menurun 0,1 persen dibanding tahun 2023 yang mencapai 5,3 persen.
Salah satu diantara penyebab tingginya pengangguran di Indonrsia adalah rendahnya tingkat kewirausahaan. Pendidikan belum signifikan menjadi penyumbang tumbuhnya kewirausahaan karena masih berorientasi pada mencetak pencari kerja, belum mengarah pada upaya menumbuhkan spirit membangun usaha secara mandiri. Blue print sistem pendidikan Indonesia sampai saat ini masih belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan real masyarakat utamanya dalam melahirkan sosok wirausaha. Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan dianggap mampu menghasilkan wirausaha-wirausaha yang mempunyai pola pikir dan cara bertindak modem. Logikanya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan dan kesempatan bekerja. Semakin lama seseorang menempuh pendidikan berarti semakin tinggi tingkat pendidikannya sehingga kesempatan bekerja semakin terbuka dan berdampak pada berkurangnya pengangguran. Pemerintah dan masyarakat perlu memikirkan suatu upaya agar pendidikan mampu memberikan bekal yang baik kepada para peserta didik menghadapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks dengan berbagai skill dan karakter kewirausahaan.
Advertisement
Pendidikan kewirausahaan semakin dirasa penting bahkan mendesak mengingat rendahnya minat warga Indonesia dalam berwirausaha dan lembaga pendidikan yang fokus menanamkan jiwa kewirausahaan kepada peserta didik masih minim sehingga tidak cukup mampu memberikan kontribusi signifikan menurunkan jumlah pengangguran. Indonesia sampai saat masih berada dirangking 94 dari 137 negara di dunia sebagai negara yang tingkat antusiasme berwirausaha rendah. Sebagian besar penduduk Indonesia merasa lebih nyaman menjadi pegawai sebuah institusi formal baik negeri maupun swasta karena institusi pemerintah diyakini mampu memberikan kejelasan dan kenyamanan pendapatan tenaga kerjanya. Rendahnya wirausaha berkaitan dengan rendahnya minat dan kinerja wirausaha (
Zhao & Seibert, 2006 ). Pendidikan karakter entrepreneurship dipandang dapat mengungkit minat dan kinerja kewirausahaan.
Pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan oleh individu atau lembaga dalam mengarahkan seseorang memahami, memperhatikan, dan menjalankan nilai-nilai etika tertentu (Licona, 2014; Wardani et al., 2020). Penanaman karakter pada seorang individu dengan nilai-nilai tertentu menjadi sasaran utama terbentuknya karakter sesuai dengan apa yang diharapkan. Terbentuknya karakter pada diri seseorang memerlukan proses panjang dan berkelanjutan ( Tobroni, 2020 ). Proses pendidikan karakter bersifat berulang dan berkelanjutan dalam waktu yang ditentukan sehingga mencapai target karakter yang diharapkan (Suwardani & Wahyudi, 2020). Upaya pembangunan karakter pada diri seseorang bisa dilakukan melalui ragam cara, seperti: budaya, peraturan, peristiwa tertentu, dan kegiatan yang mampu membangun sikap dan perilaku secara permanen (Cinantya, 2019; Moekiyat, 2016).
Penanaman pendidikan karakter oleh institusi pendidikan potensial memberikan dampak positif terhadap peserta didik. Pendidikan karakter dapat menyeimbangkan antara sikap kognitif, afektif, dan psikomotorik yang kelak berguna bagi peserta didik menghadapi persaingan hidup di masa depan(Arif et al., 2021; Suriadi et al., 2021; Walker, 2015). Pendidikan karakter juga dapat memperkuat peserta didik menghadapi ancaman dan pengaruh-pengaruh buruk dalam kehidupan (Muhasim, 2020; Rulianto, 2019). Di saat bersamaan pendidikan karakter dapat membuka kesadaran peserta didik terhadap perubahan dan perkembangan kehidupan yang terjadi di masyarakat sehingga mereka memiliki persiapan lebih matang (Bahri, 2015; Rusdiyani, 2015; Sutarman, 2020). Pendidikan karakter berada di garda depan berperan mendewasakan peserta didik menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Entrepreneurship yang dialihbahasakan menjadi kewirausahaan merupakan ilmu yang mengkaji tentang upaya seseorang membangun kesempatan bisnis dan mengembangkan dunia usaha dengan berbagai strategi (Mahanani, 2022; Mas'ud, 2019). Entrepreneurship tidak bisa muncul pada diri seseorang dengan sendirinya. Dibutuhkan upaya penanaman konsep melalui sikap, perilaku, dan keterampilan. Sikap tersebut menjadi karakter yang melekat pada diri wirausaha yang handal dan sukses dengan berbagai bisnis atau usaha yang dibangun dan dikembangkan (Hia, 2015; Widayati et al., 2019). Sejatinya sejak tahun 2010 pendidikan karakter kewirausahaan telah dikembangkan dalam dunia pendidikan. Pemerintah Indonesia kemudian memperkuat dengan kebijakan dan pola pengembangan kewirausahaan mewujudkan ekosistem pendidikan kewirausahaan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional Tahun 2021-2024. Pondok pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan berbasis agama Islam dipandang mampu memberikan kontribusi dalam menumbuhkan kesadaran pentingnya kewirausahaan santrinya. Lulusan pondok pesantren diharapkan berkontribusi menciptakan lapangan kerja secara mandiri sehinga berdampak pada meningkatknya kesejahteraan masyarakat (Firmansyah & Roosmawami, 2019; Mutiarasari, 2018). Dalam posisi ini pondok pesantren tidak hanya menjadi tempat bagi santri belajar ilmu agama, tetapi juga mencetak para wirausaha yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di Indonesia. Penanaman karakter entrepreneurship santri di pondok pesantren karena itu perlu menyentuh aspek kewirausahaan sehingga terbentuk lulusan santri berjiwa entrepreneur atau santri p reneur, (Adriyani et al., 2018; Sulistianingsih et al.,2019).
Islam memandang seorang muslim harus memiliki etos kerja dan berusaha keras memenuhi kebutuhan hidupnya. Teks teks Alquran berkaitan dengan pentingnya seorang muslim memiliki karakter entrepreneurship misalnya:
ABC ﻥﻮﻠﻤﻌﺗ ﻢﺘﻨﻛ ﺎﻤﺑ ﻢﻜﺌﺒﻨﻴﻓ ﺓﺩﺎﻬﺸﻟﺍﻭ ﺐﻴﻐﻟﺍ ﻢﻠﻋ ﻰﻟﺍ ﻥﻭﺩﺮﺘﺳﻭ ﻥﻮﻨﻣﺆﻤﻟﺍﻭ ﻪﻟﻮﺳﺭﻭ ﻢﻜﻠﻤﻋ r ﻯﺮﻴﺴﻓ ﺍﻮﻠﻤﻋﺍ ﻞﻗﻭ
Artinya: “Katakanlah, (Muhammad) bekerjalah kalian maka Allah dan rasulnya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kalian akan dikembalikan kepada Allah yang maha mengetahui yang ghaib dan yang nyata dan akan diberitahukan kepada kalian apa yang kalian lakukan itu” (QS. al Taubah:105). Nash di atas dan sejumlah nash lain dalam al qur an menunjukkan bukti agar manusia bekerja keras dan hidup mandiri. Bekerja keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Rasulullah saw adalah seorang entrepreneur. Dalam Rasulullah Business School (Laode, 2016) disebutkan diantara prinsip usaha yang dilakukan oleh nabi adalah tentang kejujuran dan lihai membranding diri. Hadis-hadis nabi tentang dorongan berwirausaha ditemukan dalam riwayat misalnya: “ Amal yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan cucuran keringatnya sendiri,(“amalurrajuli biyadihi”) (HR. Abu Dawud). Hadis lain juga menyatakan bahwa “ tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”; “al yad al ‘ulya khairun min al yad al sufla” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan bahasa simbolik ini, nabi mendorong umatnya bekerja keras supaya memiliki kekayaan sehingga dapat memberikan sesuatu kepada orang lain atau atuzzakah (QS. Nisa: 77).
Pendidikan karakter entrepreneurship di pesantren merupakan salah satu solusi strategis mengatasi masalah pengangguran di Indonesia. Dalam konteks ini, pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai wadah untuk membentuk santri yang memiliki keterampilan dan sikap kewirausahaan. Dengan meningkatnya angka pengangguran terutama di kalangan generasi muda pengintegrasian pendidikan karakter entrepreneurship di pesantren menjadi sangat relevan.
Kajian ini menggunakan paradigma kualitatif konstruktifistik yang menurut Guba dan Lincoln (1988) menempatkan individu bertanggung jawab atas perilaku mereka sendiri serta kejadian sosial yang terjadi. Pemikiran atau keyakinan tertentu membentuk dasar perilaku manusia. Paradigma ini memungkinkan seorang peneliti mengungkap fakta bahwa suatu peristiwa terdiri dari banyak aspek, komponen, dan elemen yang membentuk perilaku individu.
Fokus penelitian ini adalah fenomena alami pendidikan karakter wirausaha santri. Data dan informasi yang diperoleh akan digunakan untuk membuat deskripsi laporan penelitian yang holistik, alami, jelas, dan transparan (Creswell & Creswell, 2017). Dengan kata lain, fenomena yang diteliti memiliki hubungan dengan perspektif atau pola pikir para partisipan; realita atau peristiwa yang diambil dari pengalaman hidup mereka dan perasaan mereka. Studi ini mengkaji fenomena unik yang terjadi di Sekolah Pondok Pesantren Entrepreneur Al-Ma'un (SPEAM) Pasuruan. Data – data dianalisis dan dideskripsikan berupa kata-kata yang diubah menjadi teks.
Sumber data 15 partisipan terdiri dari seorang Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Pasuruan, Kepala Sekolah (Mudir) dan siswa, guru kewirausahaan, siswa kelas XII, putra 5 dan putri 5, dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum di Sekolah Pondok Pesantren Entrepreneur al-Maun Pasuruan. Teknik pengumpulan data, menggunakan dokumentasi, observasi, dan wawancara. Observasi dilakukan secara naturalistik.non-partisipan. Upaya mendapatkan data juga dilakukan melalui wawancara mendalam. Wawancara mendalam akan membantu peneliti memahami pandangan para partisipan lebih komprehensif. Dalam melakukan wawancara mendalam, peneliti menerapkan format wawancara tidak terstruktur.
Hasil studi menunjukkan bahwa model pendidikan karakter kewirausahaan SPEAM dirancang dalam kurikulum dan silabus entrepreneurship; memasukkan ruh entrepreneurship pada setiap mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler; guru pengampu memilah dan memilih materi yang relevan dengan tujuan setiap mata pelajaran; metode pembelajaran bervariatif, memfasilitasi siswa mempraktikkan langsung pengelolaan unit usaha; ada rihlah iqtishadiyyah atau Economic Study Tour; pameran, mendirikan pusat latihan manajemen dan pengembangan masyarakat; mata pelajaran entrepreneurship meliputi food preneur, herbal preneur, eco print, kompos, jurnalistik, kepemimpinan IPM. Model tersebut sejalan dengan apa yang direkomendasikan oleh Kemendiknas yang dikembangkan oleh Mulyani ( 2011 ). Dalam hal praktek entrepreneurship SPEAM mengembangan model Drucker dan David Kohlb.
Karakter entrepreneurship santri SPEAM meliputi tabiat/kebiasaan positif, orientasi pada tugas, meningkatkan kepekaan sosial, melatih kelembutan hati, menghindari kecemasan, meningkatkan kebutuhan berprestasi, kemampuan inovasi, berani mengambil resiko, dan meningkatkan kemampuan mengontrol diri. Karakter ini sejalan denga napa yang dikemukakan Zhao & Seibert ( 2006 ) ; pemotivasian siswa berwirausaha; melibatkan siswa dalam kegiatan usaha ekonomi produktif sehingga terbentuk karakter kepemimpinan, tanggungjawab dan kemandirian.
Kajian ini dapat dijadikan sebagai rujukan bagi institusi pendidikan sejenis yang memiliki tujuan dan cita cita sama. Namun demikian studi ini masih belum maksimal dan jauh dari sempurna. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan penelitian serupa kaitannya dengan model pendidikan karakter entrepreneurship yang tepat dan mampu menghasilkan karakter entrepreneurship yang lebih fokus pada karakter tertentu sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan industri. Pengembangan studi di pondok pesantren dengan fokus dan pendekatan yang berbeda masih sangat relevan dan signifikan bagi terwujudnya karakter entrepreneurship santri di masa kini dan masa datang.
***
*) Oleh: Abu Nasir, Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas muhammadiyah Malang.
*) Tulisan ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |