
TIMESINDONESIA, MALANG – Konsep “Islam moderat mengajak, bagaimana Islam dipahami secara kontekstual, memahami bahwa perbedaan dan keragaman adalah sunnatullah, tidak dapat ditolak keberadaannya. Jika hal ini diamalkan, dapat diyakini Islam akan menjadi agama rahmatan lil alamin. Moderasi beragama berarti cara beragama di jalan tengah sesuai pengertian moderasi sebelumnya. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku) maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal) dan juga tidak berlebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkan disebut moderat. Islam moderat adalah Islam humanis yang dapat mengayomi semua, dari berbagai lapisan sosial baik etnis maupun agama. Tetapi sayangnya, secara empiris dalam masyarakat, ajaran yang humanis dan menekankan nilai-nilai sosial ini tidak nampak kental dalam masyarakat muslim, justru yang terjadi sebaliknya.
Sebagai sebuah ajaran, Islam dikenal sebagai agama yang sangat humanis, bahkan konsep tauhid sebagai dimensi ideal-transendental dalam ajaran Islam tidak boleh dipisahkan dari kehidupan sosialnya. Islam moderat adalah Islam humanis yang dapat mengayomi semua, dari berbagai lapisan sosial baik etnis maupun agama. Tetapi sayangnya, secara empiris dalam masyarakat, ajaran yang humanis dan menekankan nilai-nilai sosial ini tidak nampak kental dalam masyarakat muslim, justru yang terjadi sebaliknya. Ada kesenjangan antara nilai-nilai agama yang bersifat ideal dengan nilai-nilai sosialnya. Kebanyakan orang Islam tidak peduli dengan ketimpangan sosial di mana-mana.
Advertisement
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Oleh sebab itu Abdul Karim Soroush (2003) menilai, bahwa salah satu penyakit teoretis di dunia Islam yang paling berat pada umumnya adalah, bahwa orang lebih memahami Islam sebagai identitas dari pada sebagai kebenaran. Menurutnya, bahwa orang Islam mempunyai identitas dan peradaban memang benar, tapi mereka tidak boleh menggunakan Islam demi kepentingan identitas dan peradaban tersebut (baca: politisasi agama atau Islam politik). Islam identitas harus tunduk pada Islam sebagai kebenaran, karena Islam sebagai kebenaran bisa berdampingan dengan kebenaran-kebenaran lain, sedangkan Islam identitas cenderung berseteru. Islam identitas menurut Soroush adalah Islam perang, bukan Islam damai.
Islam memberikan tuntunan hidup manusia dari persoalan yang paling kecil hingga kepada urusan yang paling besar, mulai dari urusan rumah tangga, tidur, makan dan minum sampai pada urusan bangsa dan negara. Islam is indeed much more than a system of theology it’s complete civilization, demikian pengakuan HAR. Gibb. Islam mengandung nilai humanisme, yaitu agama yang sangat mementingkan kemaslahatan umat sebagai tujuan sentral. Humanisme Islam adalah humanisme teosentrik, artinya ia merupakan sebuah agama yang memusatkan dirinya pada keimanan terhadap Tuhan, tetapi sekaligus mengarahkan perjuangannya pada kemuliaan peradaban manusia. Prinsip humanisme-teosentrik inilah yang kemudian harus ditransformasikan dalam masyarakat dan budaya.
Sifat dasar Islam yang wajib dipegang teguh adalah karakternya yang samhah (toleran) dan wasath (moderat). Bahkan dalam al-Quran sendiri (al-Baqarah: 143) dijelaskan bahwa umat muslim adalah komunitas yang ummatan wasatha, yaitu masyarakat yang dalam bersikap, bertindak dan berpikir mengedepankan moderasi. Semuanya dilakukan secara seimbang, proporsional, dan adil, tidak berat sebelah, dan tidak zhalim. Konsep masyarakat muslim moderat menjadi sangat penting untuk dipahami setidaknya karena dua alasan. Pertama, sebagai sintesa ideologis dari dua kutub ekstremitas yaitu antara radikalisme yang cenderung kaku, kasar dan intoleran, serta ekstrem liberal yang cenderung melakukan sesuatu serba boleh, serba halal yang tak jarang justru mereduksi nilai-nilai dasar Islam itu sendiri. Moderasi beragama berupaya mendayung di tengah gelombang ekstrimitas tersebut.
Kedua, relevansi moderasi beragama sangat diperlukan dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat plural. Dalam berbagai diversitas kulturalnya, Indonesia menyimpan api dalam sekam, yang sewaktu-waktu bisa meledak dan membakar persatuan dan kesatuan bangsa jika tidak dijaga dengan baik. Kisah-kisah yang menampilkan konflik antar suku dan agama sudah sangat cukup menjadi jejak sejarah kelam bangsa Indonesia yang patut untuk menjadi pelajaran agar tak terulang kembali. Islam wasathiyah atau Islam moderat pun kembali digelorakan sebagai langkah mempersatukan pemahaman agama masyarakat. Bahwa Islam bukanlah agama yang mengusung arus keras, bukanlah agama yang cepat-cepat mengkafirkan, membid’ahkan. Sebaliknya, Islam moderat sebagai Islam yang rahmatan lil ‘alamin selaras dengan ajaran Islam yang diwariskan Nabi Muhammad SAW.
Fakta bahwa Islam lebih dari sekadar sebuah agama formal, tetapi juga risalah yang agung bagi transformasi sosial dan tantangan bagi kepentingan-kepentingan pribadi (vested interest) telah dibuktikan oleh penekanannya pada shalat dan zakat. Dalam kebanyakan ayat al-Al-Qur’an, shalat tidak pernah disebutkan tanpa diiringi dengan zakat. Orang yang selalu menumpuk kekayaan dan tidak mau mengeluarkan zakatnya dicap sebagai orang yang arogan (al-mustakbirin). Secara alamiah Islam dimulai dari gerakan moral dan kemanusiaan. Seperti pengakuan Nabi sendiri beliau diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia (Innama Buistu Li utammimma Husn al-Akhlaq). Gerakan yang dilakukan oleh Nabi dalam membangun masyarakat Madinah saat itu berorientasi pada masalah-masalah pembangunan umat dan pembinaan masyarakat yang bebas dari eksploitasi, dominasi dan ketidakadilan dalam bentuk apapun.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |