Kopi TIMES

Analisis Kritis tentang Pendidikan Pesantren

Jumat, 17 Januari 2025 - 14:08 | 32.39k
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Sebenarnya jawaban dari permasalahan di atas apakah pondok pesantren merupakan representasi pendidikan Islami dan apakah pendidikan pesantren relevan dengan pendidikan Islami adalah memang pondok pesantren bisa dikatakan representasi sistem pendidikan Islami untuk saat sekarang dengan melihat bahan ajar yang disajikan dan tujuan umum dari pendidikan itu.

Kedua pendidikan pesantren untuk saat ini masih relevan dilihat dari pendidikan Islami dengan catatan lembaga pendidikan Islami berbentuk pesantren harus mampu menyesuaikan dengan pendidikan modern yang relatif efektif dan efisien tanpa meninggalkan tujuan umum dan pendidikan itu sendiri.

Advertisement

Saat ini memang sebagian pondok pesantren tidak mampu menyesuaikan dengan kemodernan dalam pendidikan. Ketidakmampuan sebagian besar pondok pesantren untuk merespons problematika sosial sudah nampak nyata. Kemandegan berpikir di kalangan pesantren terus bergelayut hingga dewasa ini bagaikan bola salju yang semakin lama semakin bertambah besar gumpalannya.

Hal ini secara tidak langsung diakibatkan oleh pola pengembangan keilmuan dalam tradisi pesantren itu sendiri. Jika dirunut dari akar kesejarahannya dapat dimaklumi bahwa tradisi intelektual pesantren terbentuk dari epistimologi keilmuan yang berlandaskan pada berbagai kitab kuning yang terpilih. Sayangnya kitab kuning yang menjadi pilihan sebagal referensi utama pesantren pada umumnya adalah kitab-kitab yang memfokuskan diri pada kajian fiqih, nahwu sharaf, dan tasawuf sehingga kajian kitab kuning yang dikembangkan di pesantren lebih berorientasi pada fiqh-minded (aspek legal- formal) daripada aspek substansial.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Terlebih lagi proses belajar-mengajar yang dikembangkan masih saja berorientasi pada bahan atau materi dan bukan pada tujuan. Proses pembelajaran dianggap telah berhasil jika para santri sudah menguasai betul materi-materi yang ditransfernya dari kitab kuning dengan hafalan yang baik.

Apakah para santri kelak akan mampu menerjemahkan dan mensosialisasikan materi yang telah di trasfernya ketika berhadapan dengan arus dinamika masyarakat? Pertanyaan ini tampaknya sulit untuk dijawab secara pasti karena potensi dasar pesantren untuk pemberdayaan dan transformasi telah tereduksi sedemikian rupa. Oleh karena itu, tidak terlalu asing jika hazanah ilmu-ilmu keislaman yang mereka tangkap dengan kerangka itu melahirkan pemahaman parsial yang reduksionistik.

Upaya pemecahan mendasar dari kondisi seperti ini bisa dicari melalui solusi pengembangan wawasan berpikir di kalangan pesantren dengan memperkaya basis metodologi keilmuan selain basis materi yang selama ini digelutinya sebab bagaimana pun juga salah satu kekurangan dunia pesantren hingga dewasa ini adalah kurangnya pengembangan pemikiran analitis dalam tradisi membaca teks kitab kuning.

Sebaliknya, membaca kitab kuning yang semakin berkembang adalah apek hafalan dan pemahaman tekstualnya yang terkenal sangat kuat padahal sesungguhnya sebuah komunitas bisa mengembangkan kemandirian berpikirnya jika tradisi membawa yang dikembangkannya membuka seluas- luasnya dinamika berpikir.

Oleh karena itu, diperlukan upaya- upaya cerdas merumuskan kembali kurikulum pendidikan dalam sebuah sistem pendidikan terpadu dan menyeluruh. Upaya merekonstruksi kurikulum pendidikan pesantren ini harus dimaksudkan sebagai bagian dari upaya pengembangan wawasan berpikir peserta didiknya, yakni para santri.

Kurikulum yang dirumuskan semestinya mencerminkan keseimbangan proporsional dalam kebutuhan manusia akan kebahagiaan kehidupan di dunia dan akhirat, apresiasi atas potensi akal dan kalbu pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani. Selain itu agenda utama lain dalam mengonstruksi kurikulum pesantren adalah mengorientasikan pendidikan pesantren pada upaya menumbuhkembangkan potensi instuisi dan spiritualitas peserta didiknya sebagai penyelaras dimensi kualitasnya. Dengan demikian, peluang terbentuknya intelektual muslim yang memiliki kepekaan spiritual lebih bisa dimungkinkan lahir dari kalangan pesantren.

Pada dasarnya pondok pesantren adalah lembaga tafaqquh filsafat al-din mengemban misi meneruskan risalah Muhammad SAW. sekaligus melestarikan Islam. Berdasarkan sejarahnya pondok pesantren sesungguhnya memiliki tiga fungsi yang dilaksanakan secara serentak dengan dijiwai watak kemandirian dan semangat kejuangan yakni sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan ajaran Islam. Pondok pesantren ikut bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk memiliki pengetahuan dan teknologi yang handal serta dilandasi dengan iman dan takwa yang kokoh.

Sebagai lembaga perjuangan dan dakwah islamiah, pondok pesantren bertanggung jawab menyiarkan agama Allah dalam rangka memperkuat agama Islam dan orang-orang muslim sekaligus ikut berpartisipasi aktif membina kehidupan umat beragama serta meningkatkan kerukunan antar umat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Selanjutnya, lembaga pemberdayaan juga pengabdian masyarakat, pondok pesantren berkewajiban mendarmabaktikan peran dan fungsi dan potensi yang dimiliki guna memperbaiki kehidupan serta memperkokoh pilar-pilar eksistensi masyarakat demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil, beradab, sejahtera, dan demokratis. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES