Kopi TIMES

Menerawang Nasib Buruh Media di Indonesia

Senin, 20 Januari 2025 - 17:46 | 23.40k
Fuandani Istiati, S. I. Kom., M.A., Dosen Ilmu Komunikasi UAD.
Fuandani Istiati, S. I. Kom., M.A., Dosen Ilmu Komunikasi UAD.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Akhir tahun 2024 menjadi mimpi buruk bagi 57 karyawan PT Andalas Cakra Televisi atau sering kita sebut sebagai ANTV. ANTV menjadi salah satu televisi terbesar jagad penyiaran Indonesia. ANTV bukan perusahan yang berdiri sendiri, melainkan pemilik stasiun televisi ini juga memiliki beberapa stasiun televisi lain bahkan media lain selain televisi. 

Salah satu alasan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan adalah strategi efisiensi dan penyesuaian model bisnis agar tetap relevan dan konpetitif di industri penyiaran. Seperti kita sadari bersama industri media televisi sudah tidak bisa lagi dianggap bersaing menjalankan fungsinya sebagai media, mengingat gempuran digitalisasi yang menawarkan kecepatan informasi. Lalu bagaimana nasib buruh media televisi kedepannya?

Advertisement

Profesi Sejuta Polemik

Di Indonesia pekerja media adalah profesi dengan sejuta polemiknya. Di tahun 2013 seorang jurnalis salah satu stasiun televisi nasional menuntut hak gaji dan status kerjanya. Namun, di akhir cerita tidak ada kepastian dari pihak manajemen dan juga segala bentuk aksi yang dilakukannya tidak mendapat respon yang baik dari pemerintah. 

Naasnya, hasil yang didapatkan oleh Luviana adalah pemecatan sepihak tanpa mendapatkan alasan yang pasti dari pihak manajemen tempat dia bekerja. Meski menurut Pengadilan Hubungan Industrial PHK yang dilakukan atas Luviana sah dikarenakan hubungan kerja sudah tak harmonis dan berpotensi menghambat karir pekerja. Memang kesejahteraan menjadi salah satu problematika dari profesi ini.

Kasus sama belum lama ini juga muncul, meski tidak sepelik kasus Luviana, di beberapa media-media lokal PHK pun terjadi. SDM dan teknologi menjadi tantangan awal media berbasis lokal untuk bertahan, bahkan di beberapa kasus banyak dari mereka mendapatkan tuntutan diluar kemampuannya. Seperti harus siaran, liputan, live report, bikin berita audio, bikin berita online bahkan menjadi redaktur terkadang dilakukan dalam satu waktu. 

Banyak pekerja media dituntut menguasai banyak keahlian untuk bisa bekerja di sebuah media, terkhusus jurnalis. Jika buruh pabrik kerap kali mendapat perhatian dari banyak kalangan, nasib buruh media sebaliknya, tidak banyak yang menyoroti polemik yang dialami mereka di lapangan.

Transformasi media juga menjadi tantangan baru para pekerja media. Peralihan media tradisional nan konvensional ke digital menggeser beberapa bagian pekerjaan mereka. 

Istilah berbenah dan beradaptasi atau mati menjadi harga mati yang akhirnya memaksa pekerja media khususnya jurnalis untuk menguasai skill baru. Dahulu kita mengenal media cetak seperti koran tetapi hari ini kita tidak perlu membeli korang untuk dapat mengkonsumsi berita, cukup memiliki gawai dan mengaksesnya secara online. 

Bahkan lebih dari itu, hari ini kita bisa memilih informasi yang kita butuhkan sendiri. Maka, kecepatan dalam membuat berita menjadi tantangan baru para jurnalis untuk memikat khalayak dalam mengkonsumsi berita yang mereka butuhkan.

Era Digitalisasi: Akankah Profesi Jurnalis Punah?

Prasangka ini berangkat dari nyaris tidak adanya lagi anak saat ini yang bercita-cita menjadi jurnalis. Di kalangan gen Z mungkin mereka lebih memilih menjadi konten kreator ketimbang menjadi jurnalis. Ini bukanlah hal buruk sekalipun profesi ini tidak lagi dilirik. Yang perlu dipahami bersama bukan hilang dan ditinggalkan atau bahkan punah, melainkan profesi jurnalis berkamuflase. 

Khalayak hari ini tidak lagi membaca tulisan panjang, penuh ulasan dan mendalam. Tuntutan digitalisasi merubah kebiasaan khalayak Indonesia menikmati informasi yang berbentuk singkat, padat, bergrafik dan bergambar. Ditambah lagi literasi membaca masyarakat Indonesia sudah lama tidak ada peningkatan yang signifikan.

Tidak bisa dipungkiri teknologi bahkan artificial intellegent sangat memudahkan pekerjaan manusia. Segala naskah, informasi dan berita bisa dibuat dengan mudah melalui perangkat-perangkat tersebut. 

Tapi yang perlu disadari bersama bahwasanya terdapat aspek-aspek yang tidak bisa dijangkau oleh seluruh teknologi tersebut, yakni empati dan makna. Aspek inilah yang menjadi tonggak pilar dari profesi jurnalis. Maka sah-sah saja jika hari ini tidak ada lagi yang melirik profesi jurnalis. 

Namun, perlu kita sadari era digitalisasi memberi ruang media bertransformasi, maka model penyebaran informasi pun otomatis akan berubah juga. Bukan jurnalisnya yang punah, hanya saja berubah bentuk dan pendekatan. 

Profesi jurnalis sejatinya ini secara nafas masihlah ada. Informasi bisa disampaikan dengan berbagai bentuk yang berbeda dan beragam, namun etika dan menjaga tonggak kebenaran informasi masihlah bisa diperjuangkan. 

Meski sajian informasi lebih variatif, namun esensi-esensi humanis etis yang dapat dipahami dan diterima khalayak luas masih dibutuhkan. Maka, dapat dilihat sekalipun konten kreator, mereka yang informatif dan humanislah yang bertahan bukan hanya sekedar viral semata. (*)

***

*) Oleh: Fuandani Istiati, S. I. Kom., M.A., Dosen Ilmu Komunikasi UAD.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES