Kopi TIMES

Dosen Tanpa Tukin : Kebijakan Kontroversial yang Mengancam Masa Depan Pendidikan

Kamis, 06 Februari 2025 - 19:46 | 58.05k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan kontroversial terkait penghapusan tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen di lingkungan perguruan tinggi negeri. Langkah ini memicu perdebatan sengit di kalangan akademisi dan pemerhati pendidikan tinggi. Banyak pihak mempertanyakan logika di balik kebijakan tersebut dan memprediksi dampak negatif yang akan timbul.

Kebijakan penghapusan tukin ini disebut-sebut sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran negara. Dengan meningkatnya beban belanja negara yang salah satunya disebabkan oleh alokasi anggaran untuk berbagai sektor strategis, pemerintah merasa perlu melakukan rasionalisasi. Tunjangan kinerja, yang selama ini menjadi salah satu bentuk apresiasi bagi dosen atas pencapaian mereka dalam mengajar, penelitian, dan pengabdian masyarakat, dianggap sebagai pos anggaran yang bisa dikorbankan.

Advertisement

Di sisi lain, ada pula alasan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mendorong dosen lebih fokus pada tridharma perguruan tinggi tanpa terlalu bergantung pada tunjangan finansial. Pemerintah berargumen bahwa penghargaan terhadap dosen seharusnya datang dalam bentuk kesempatan peningkatan karier dan penghargaan non-moneter.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Namun, argumen tersebut tampaknya jauh dari realitas yang dihadapi dosen. Penghapusan tukin justru berpotensi membawa dampak buruk yang signifikan bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia.

Tunjangan kinerja selama ini menjadi salah satu pendorong motivasi bagi dosen untuk terus meningkatkan kualitas pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dengan dihapuskannya tunjangan ini, banyak dosen yang merasa kerja keras mereka tidak lagi dihargai secara layak. Hal ini dapat menurunkan semangat mereka dalam menjalankan tugas akademik.

Salah satu konsekuensi yang tidak bisa diabaikan adalah potensi eksodus dosen ke sektor swasta atau perguruan tinggi luar negeri yang menawarkan kompensasi finansial lebih menarik. Dalam konteks globalisasi pendidikan, persaingan antarperguruan tinggi tidak hanya terjadi dalam hal kualitas akademik tetapi juga dalam perekrutan tenaga pengajar berkualitas.

Dosen yang kehilangan motivasi cenderung tidak lagi memberikan perhatian penuh pada proses pembelajaran dan penelitian. Akibatnya, kualitas pendidikan yang diterima oleh mahasiswa akan menurun. Hal ini berpotensi menciptakan lulusan yang kurang kompeten dan tidak siap bersaing di pasar kerja.

Penelitian merupakan salah satu pilar penting dalam tridharma perguruan tinggi. Dengan berkurangnya insentif finansial, banyak dosen yang kemungkinan besar akan mengurangi keterlibatan mereka dalam kegiatan penelitian. Hal ini akan berdampak pada terhambatnya inovasi dan kemajuan ilmu pengetahuan yang seharusnya menjadi kontribusi penting perguruan tinggi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Perguruan tinggi negeri yang bergantung pada dosen berkualitas akan merasakan dampak paling besar dari kebijakan ini. Perguruan tinggi swasta yang memiliki kemampuan finansial untuk memberikan insentif tambahan akan lebih mudah menarik tenaga pengajar berkualitas, sehingga ketimpangan antarperguruan tinggi semakin melebar.

Melihat dampak buruk yang berpotensi timbul, kebijakan ini perlu ditinjau ulang. Pemerintah sebaiknya mencari alternatif efisiensi anggaran yang tidak merugikan dunia pendidikan. Salah satunya adalah dengan melakukan audit mendalam terhadap pos-pos anggaran yang kurang efektif.

Selain itu, perlu adanya dialog terbuka antara pemerintah, asosiasi dosen, dan pemangku kepentingan pendidikan tinggi untuk mencari solusi bersama. Apresiasi terhadap dosen tidak hanya penting sebagai bentuk penghargaan tetapi juga sebagai investasi jangka panjang bagi kemajuan bangsa.

Kebijakan penghapusan tukin dosen harus dilihat bukan sekadar sebagai masalah finansial, tetapi sebagai ancaman serius terhadap kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Tanpa langkah yang bijak dan berbasis data yang kuat, kebijakan ini dapat menjadi langkah mundur yang merugikan generasi mendatang. Dunia pendidikan membutuhkan dukungan penuh, bukan pemangkasan yang justru melemahkan fondasinya. 

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES