
TIMESINDONESIA, JAKARTA – “Sejarah bukan tentang rumit perjalanan, namun sederhananya, bagaimana aku membuka pintu untukmu, untuk dibaca, dipahami, dimengerti, lalu perlahan kita duduk bersama merenungkan”.
Menawarkan perspektif yang menarik tentang pemahaman sejarah. menolak pandangan sejarah sebagai sekumpulan fakta dan peristiwa yang rumit dan membingungkan. Sebaliknya, menyajikan sejarah sebagai sebuah proses yang bersifat personal dan kolaboratif.
Advertisement
Analogi “membuka pintu” menunjukkan peran penting penyampaian informasi sejarah yang mudah diakses dan dipahami, menekankan pentingnya penyederhanaan dan klarifikasi dalam penyajian sejarah agar dapat diakses oleh khalayak luas. Bukan sekadar menyajikan rangkaian peristiwa, tetapi juga mengarahkan pembaca pada pemahaman yang mendalam.
Frasa “dibaca, dipahami, dimengerti” menunjukkan tahapan pemahaman yang progresif. Proses ini tidak bersifat pasif, melainkan membutuhkan keterlibatan aktif untuk mencerna dan menginternalisasi informasi yang diberikan. Hal ini menekankan pentingnya literasi sejarah dan kemampuan berpikir kritis.
Akhirnya, frasa “lalu perlahan kita duduk bersama merenungkan” menunjukkan pentingnya refleksi dan diskusi dalam memahami sejarah. Pemahaman sejarah tidak berakhir pada proses membaca dan memahami fakta, tetapi berlanjut pada proses kontemplasi dan diskusi bersama. Hal ini menyiratkan pentingnya dialog dan pertukaran ide dalam membangun pemahaman sejarah yang komprehensif dan bermakna.
Sejarah sebagai Proses Personal dan Kolaboratif
Sejarah bukan hanya sekadar kumpulan fakta dan tanggal. Sebaliknya, sejarah bersifat personal, di mana setiap individu memiliki pengalaman dan interpretasi yang unik terhadap peristiwa sejarah.
Dalam konteks pendidikan, ini berarti bahwa pengajaran sejarah harus melibatkan siswa dalam cara yang relevan dan bermakna bagi mereka.
Misalnya, dengan mendorong siswa untuk meneliti dan berbagi pengalaman keluarga mereka terkait peristiwa sejarah tertentu, kita dapat menciptakan keterhubungan emosional yang mendalam dengan materi yang diajarkan.
Pentingnya Penyederhanaan dan Klarifikasi
Analogi "membuka pintu" menggarisbawahi pentingnya aksesibilitas dalam penyampaian sejarah. Dalam banyak kasus, pelajaran sejarah dapat terasa membingungkan dan sulit dipahami bagi siswa. Oleh karena itu, guru harus menggunakan teknik penyampaian yang efektif, seperti penggunaan visual, info grafis, dan narasi yang menarik.
Selain itu, penyederhanaan konsep kompleks, seperti penyebab perang atau dampak kebijakan sosial, dengan menggunakan contoh-contoh yang konkret dan relevan, dapat membantu siswa lebih mudah memahami inti dari peristiwa tersebut.
Literasi Sejarah dan Keterlibatan Aktif
Frasa "dibaca, dipahami, dimengerti" mengindikasikan bahwa pemahaman sejarah yang mendalam memerlukan keterlibatan aktif dari siswa. Ini dapat dicapai melalui berbagai metode, seperti diskusi kelompok, debat, dan proyek penelitian.
Dengan mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan kritis dan mencari jawaban, mereka tidak hanya akan mengingat fakta-fakta, tetapi juga memahami konteks dan implikasi dari peristiwa sejarah. Keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan melalui pendekatan ini akan sangat berharga bagi mereka di luar ruang kelas.
Refleksi dan Diskusi
Frasa "lalu perlahan kita duduk bersama merenungkan" menekankan pentingnya refleksi dalam proses belajar. Diskusi yang difasilitasi di kelas dapat memberikan ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi pandangan yang berbeda dan membangun pemahaman yang lebih kaya.
Misalnya, setelah mempelajari peristiwa sejarah tertentu, guru dapat mengadakan sesi refleksi di mana siswa dapat berbagi pandangan mereka tentang bagaimana peristiwa tersebut mempengaruhi masyarakat saat ini.
Ini tidak hanya meningkatkan pemahaman mereka tentang sejarah, tetapi juga memupuk rasa empati dan kesadaran sosial.
Hal ini tidak hanya akan membantu siswa memahami sejarah dengan lebih baik, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan dan pemahaman yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang berpengetahuan dan bertanggung jawab.
***
*) Oleh : Erna Wiyono, Perupa dan Jurnalis.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |