
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Selasa (11/2/2025), Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) mendapat kesempatan bertemu dengan Mendiktisaintek dan jajarannya. Sebuah langkah bagus di tengah kebuntuan selama ini. Pertemuan tersebut memberikan jaminan terkait pembayaran tunjangan kinerja dosen tahun 2025. Rencananya akan dibayarkan pada pertengahan tahun ini.
Tentu saja hal ini disambut gembira oleh sebagian dosen. Ya, hanya sebagian dosen yang gembira merasakan janji Mendiktisaintek. Mengapa? Tampak skema yang dipilih oleh kementerian adalah paket hemat.
Advertisement
Tunjangan kinerja ini dibayarkan hanya untuk dosen pada PTN satuan kerja, PTN Badan Layanan Umum (BLU) yang belum menerapkan remunerasi, dan dosen ASN di lingkungan LLDikti.
Sementara itu, ada sebagain dosen lain yang tidak merasakan tunjangan kinerja ini. Sebagaimana diketahui, pada PTN BLU yang telah menerapkan remunerasi, insentif kinerja tidak lagi ditanggung oleh pemerintah melalui skema APBN. Pun demikian juga pada PTNBH. Kedua jenis PTN ini harus terampil mengelola keuangan sendiri sehingga bisa memberikan insentif kinerja pegawainya.
Masalahnya adalah kedua jenis PTN ini mempunyai pendapatan yang beragam. Keterampilannya memperoleh dana masyarakat tak sama. Ada yang sangat terampil menghasilkan penerimaan dari unit bisnis, ada pula yang terampil mendongkrak pemasukan dari sumber UKT. Jumlah mahasiswa, pembukaan program studi favorit dan bisa dijual mahal, hingga membuka kelas jauh dengan istilah Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU).
Maka jangan heran jika insentif tambahan yang diterima oleh dosen di PTN BLU dan PTNBH juga beragam. Ada ketimpangan antar PTN. Bahkan rumor yang santer ada ketimpangan antara dosen biasa dengan dosen yang menjabat sebagai pimpinan.
Entah bagaimana sikap pimpinan PTN BLU dan PTNBH pasca ada kabar kepastian pembayaran tunjangan kinerja ini. Semoga mereka sanggup untuk semakin terampil mengelola keuangan kampusnya. Sehingga dosen pada kedua PTN ini dapat menerima remunerasi minimal sama dengan besaran tunjangan kinerja.
Besaran tunjangan kinerja ini juga masih belum jelas. Jangan sampai pemerintah meniru SPBU Pertamina. Mulai dari nol. Mengapa? Alih-alih memperlakukan Kemdiktisaintek sebagai pecahan Kemdikbudristek, namun dianggap sebagai kementerian baru. Perlu diketahui besaran tunjangan kinerja Kemdikbudristek ada pada posisi 80 persen.
Maka, ketika Presiden Prabowo mengumumkan THR dengan detail sampai ke tunjangan kinerja, para dosen masih harus mendengar dengan sabar dan ikhlas. Sudah biasa, dosen sudah dipinggirkan sejak era tunjangan kinerja diberlakukan. Tidak kurang sudah sepuluh tahun. Puncaknya sejak Permendikbudristek 49/2020 diberlakukan.
Selanjutnya adalah terkait kekhilafan pemerintah sebelumnya. Kementerian saat ini selalu melemparkan kesalahan kepada era menteri sebelumnya. Nadiem dan jajarannya sebagai sumber segala masalah ketidakadilan ini. Nadiem dan seluruh pimpinan kementerian pada eranya adalah yang paling bertanggungjawab atas tidak dibayarkannya tunjangan kinerja ini.
Jika Nadiem sudah hilang dari peredaran, masih ada pejabat yang bertahan hingga saat ini. Tentunya jika mau sedikit menggunakan nurani, pejabat tersebut akan berusaha untuk menuntaskan permasalahan masa lalunya. Bukan malah menghambat perjuangan dosen menagih hak tunjangan kinerja tahun 2020-2024.
Jalur dialog hendaknya dikedepankan. Peralihan status dosen dari pegawai Kemristekdikti ke Kemdikbudristek bukan pilihan dosen. Pun juga di Permendikbudristek 49/2020, jelas bahwa tunjangan kinerja pegawai yang beralih dari Kemristekdikti harus mengikuti Permen Nadiem tersebut. Sialnya, dosen tak diurus oleh Nadiem dan jajarannya.
Jalur dialog adalah jalan yang tepat daripada dosen harus menempuh jalur hukum menuntut haknya. Nantinya curahan waktu dan tenaga habis untuk polemik ini. Sangat kontraproduktif terhadap kemajuan pendidikan.
Apalagi jika sampai dosen kembali melakukan demonstrasi dan bahkan mogok nasional. Ini bukan masalah syukur atau tidak, ini adalah memperjuangkan hak dan keadilan.
Tarik APBN Pendidikan dari Kementerian Lain
Izinkan melalui tulisan ini, memberikan sedikit sumbang saran kepada Menkeu. Saya yakin Menkeu juga akan sedikit pusing mengatur anggaran untuk membayar utang tunjangan kinerja ini.
Selama ini, beberapa kementerian turut menikmati anggaran pendidikan dengan dalih mereka menyelenggarakan fungsi pendidikan. Kita tahu kementerian atau lembaga lain mempunyai sekolah kedinasan.
Jika mandatory spending pendidikan ini diserahkan kepada paling tidak tiga kementerian, Kemenag, Kemdikdasmen, dan Kemdiktisaintek, maka utang tunjangan kinerja 2020-2024 akan bisa dibayar. Bahkan tidak mungkin, anggaran riset dan beasiswa semakin meningkat.
Epilog
Polemik tunjangan kinerja sudah mulai ada jalan terang. Pemerintah sudah mulai sadar, bahwa dosen adalah garda depan dalam pendidikan tinggi. Sudah cukup eksploitasi yang terjadi. Sudah cukup antipati talenta muda bangsa terhadap pilihan profesi dosen.
Satu langkah sudah dijalankan. Semoga pemerintah mempertimbangkan ketidakadilan yang selama ini terjadi.
Mari akhiri masalah ini dengan tuntas. Energi terlalu banyak diumbar untuk polemik tunjangan kinerja ini. Sudah saatnya menatap masa depan bangsa. Itupun jika pemerintah masih peduli dengan masa depan bangsa. Kami, para dosen sudah terbukti peduli. Lima tahun kinerja tak dihargai, kami tetap komitmen. Sekali lagi kami sudah berikan bukti. Bukan janji sebagaimana para politisi saat kampanye.
Selamat lebaran. Mohon maaf lahir dan batin. Jangan lupa cairkan tukin. Semarjaya. Sebelum masuk rekening, jangan percaya. (*)
***
*) Oleh: S. Joko Utomo, anggota ADAKSI Jawa Timur.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |