Kopi TIMES

Sekolah Rakyat, Tambal Sulam Pendidikan di Indonesia

Senin, 24 Maret 2025 - 18:02 | 53.93k
Mohammad Hairul, Kepala SMP Negeri 1 Curahdami, Bondowoso, Jawa Timur dan Instruktur Nasional Literasi Baca-Tulis.
Mohammad Hairul, Kepala SMP Negeri 1 Curahdami, Bondowoso, Jawa Timur dan Instruktur Nasional Literasi Baca-Tulis.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Sekolah Rakyat yang sedang dipersiapkan oleh Kementerian Sosial menjadi topik menarik dalam wacana pendidikan di Indonesia. Program ini bertujuan memberikan akses pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.

Sekolah Rakyat akan menggunakan skema sekolah berasrama yang menanggung seluruh kebutuhan siswa. Pula dengan kurikulum nasional serta fokus pada penguatan karakter dan keterampilan, Sekolah Rakyat digadang-gadang sebagai solusi bagi ketimpangan akses pendidikan. 

Advertisement

Keberadaan Sekolah Rakyat menegaskan bahwa sistem pendidikan formal belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Jika sistem pendidikan nasional telah inklusif dan merata, tentu tidak diperlukan sekolah khusus bagi anak-anak miskin. 

Ini menandakan bahwa ada masalah mendasar dalam distribusi sumber daya pendidikan. Ketimpangan fasilitas, kualitas tenaga pengajar, serta akses ke pendidikan berkualitas masih menjadi isu utama. 

Sekolah Rakyat memang memberikan solusi bagi kelompok marginal yang selama ini sulit mengakses pendidikan formal. Namun, program ini juga menunjukkan adanya pendekatan reaktif daripada preventif.

Alih-alih memperbaiki sistem yang ada agar lebih inklusif, pemerintah justru menciptakan sekolah khusus untuk kelompok tertentu. Hal ini memperpanjang stratifikasi pendidikan, di mana anak-anak dari keluarga miskin diarahkan ke jalur pendidikan yang berbeda dari anak-anak yang mampu secara ekonomi. 

Di sisi lain, pemerintah berargumen bahwa pendirian Sekolah Rakyat merupakan langkah cepat untuk menjangkau anak-anak yang sulit mengakses pendidikan formal. Menurut Kementerian Sosial, program ini ditujukan untuk mengakomodasi anak-anak yang tidak memiliki dokumen kependudukan, mengalami keterlantaran, atau memiliki hambatan sosial yang membuat mereka sulit masuk ke sekolah negeri reguler. Meski demikian, masih perlu dikaji apakah langkah ini lebih efektif dibandingkan dengan memperkuat sekolah negeri yang sudah ada.

Kualitas pendidikan di Sekolah Rakyat juga menjadi perhatian. Meskipun Kemensos menyatakan bahwa guru yang mengajar berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dan harus melalui seleksi ketat, belum ada jaminan bahwa kualitas pendidikan yang diberikan setara dengan sekolah unggulan. Selain itu, dengan statusnya yang masih baru dan tidak terintegrasi dengan sekolah reguler, masih ada pertanyaan mengenai keberlanjutan program ini. 

Kehadiran Sekolah Rakyat seharusnya tidak hanya menjadi alternatif bagi anak-anak kurang mampu, tetapi juga menjadi model reformasi pendidikan yang lebih luas. Jika hanya berfungsi sebagai tempat menampung anak-anak dari keluarga miskin, maka permasalahan utama dalam sistem pendidikan tidak benar-benar terselesaikan. 

Reformasi pendidikan harus mencakup peningkatan kualitas sekolah negeri di seluruh daerah, agar semua anak mendapatkan kesempatan belajar yang setara tanpa harus dikategorikan berdasarkan status ekonomi mereka.

Pendekatan lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mencegah anak-anak dari keluarga miskin putus sekolah sejak dini. Masalah utama yang dihadapi oleh anak-anak kurang mampu sering kali bukan hanya terbatas pada akses pendidikan, tetapi juga faktor ekonomi keluarga. 

Jika akar masalah ini tidak diselesaikan, maka Sekolah Rakyat hanya menjadi solusi sementara yang tidak mengubah kondisi sosial-ekonomi siswa dalam jangka panjang. Dukungan dalam bentuk beasiswa, bantuan ekonomi bagi keluarga miskin, serta pembangunan sekolah berkualitas di daerah terpencil adalah langkah yang lebih efektif dalam jangka panjang dibandingkan sekadar mendirikan sekolah khusus.

Sekolah Rakyat harus memiliki sistem yang menjamin transisi siswa ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau dunia kerja. Banyak lulusan pendidikan alternatif kesulitan melanjutkan studi atau mendapatkan pekerjaan karena kurangnya pengakuan terhadap institusi tempat mereka belajar. 

Oleh karena itu, Sekolah Rakyat harus memiliki sistem yang memungkinkan lulusannya untuk berkompetisi secara setara dengan lulusan sekolah reguler. Jika tidak, maka program ini hanya akan menjadi bentuk segregasi pendidikan yang memperkuat ketimpangan sosial.

Keberadaan Sekolah Rakyat harus dipandang sebagai bagian dari upaya jangka panjang untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, bukan sekadar solusi parsial terhadap ketimpangan yang ada. Pemerintah perlu memastikan bahwa program ini tidak hanya menjadi proyek sementara, tetapi juga bagian dari strategi reformasi pendidikan yang lebih luas. 

Integrasi Sekolah Rakyat ke dalam sistem pendidikan nasional, peningkatan sekolah negeri secara keseluruhan, serta kebijakan yang mencegah anak putus sekolah harus menjadi prioritas utama.

Jika tidak ada perubahan sistemik yang lebih luas, Sekolah Rakyat hanya akan menjadi bentuk tambal sulam yang menutupi permasalahan pendidikan yang lebih mendalam. Alih-alih menciptakan sistem yang lebih adil, model pendidikan seperti ini justru dapat memperpanjang ketimpangan yang telah ada. 

Oleh karena itu, kebijakan ini perlu diiringi dengan upaya yang lebih serius untuk membangun pendidikan yang inklusif dan berkualitas bagi seluruh anak di Indonesia, tanpa terkecuali.

Keberadaan Sekolah Rakyat hanyalah awal dari perjalanan panjang menuju pendidikan yang benar-benar inklusif dan berkeadilan. Tanpa reformasi sistemik yang menyeluruh, kita hanya akan terus bergantung pada solusi tambal sulam yang menutupi ketimpangan tanpa menyelesaikan akar masalah. 

Masa depan bangsa tidak ditentukan oleh sekelompok anak yang beruntung mendapat fasilitas, tetapi oleh sejauh mana setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.

***

*) Oleh : Mohammad Hairul, Kepala SMP Negeri 1 Curahdami, Bondowoso, Jawa Timur dan Instruktur Nasional Literasi Baca-Tulis.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES