
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Di tengah hiruk pikuk industri film nasional yang kini dibanjiri oleh genre horor, petualangan, dan drama percintaan yang mendominasi layar bioskop maupun platform digital, kehadiran film JUMBO seperti angin segar yang lama dinanti.
Saat minimnya ruang bagi anak-anak untuk mendapatkan tontonan yang sesuai usia dan mengandung nilai pendidikan, JUMBO tampil berani menembus pasar yang kerap dianggap mungkin kurang komersial oleh banyak produser film.
Advertisement
Film ini berhasil mencetak sejarah, dengan lebih dari lima juta penonton hanya dalam waktu singkat penayangan. Hal ini bukan sekadar pencapaian angka, namun ini adalah suara dari jutaan keluarga Indonesia yang selama ini menantikan tayangan yang aman, membangun, dan menginspirasi bagi anak-anak.
Keberhasilan JUMBO bukan karena efek visual semata, tapi karena keberaniannya menampilkan narasi yang dekat dengan realitas psikologis anak: tentang rasa kehilangan, perundungan, ketakutan, dan pencarian makna.
Ketika sebagian besar film anak di Indonesia berhenti pada tontonan hiburan kosong atau bergaya kartun dengan minimnya muatan karakter, JUMBO hadir. Ia membawa cerita yang menggugah hati dan menyentuh persoalan yang sering kali nyata dialami oleh anak-anak.
Namun jarang diangkat dengan serius di layar lebar. Ini adalah film yang tidak meremehkan kecerdasan emosional anak-anak, justru menggandengnya dengan hangat dan penuh penghargaan.
Minimnya Film Edukasi Anak adalah Realita yang Terabaikan
Saat ini kita hidup dalam era yang melimpah hiburan, tapi miskin konten bermutu untuk anak-anak. Film anak di Indonesia bisa dihitung, apalagi yang mengandung muatan edukatif. JUMBO membuktikan bahwa film anak bukan hanya laku, tapi juga dirindukan.
Anak-anak, seperti halnya orang dewasa, membutuhkan ruang untuk merasa dilihat dan film bisa menjadi cermin yang membantu mereka memahami dunia dan diri mereka.
Sayangnya, selama ini kebutuhan psikologis dan moral anak sering terpinggirkan dalam perfilman nasional. Di antara deretan film-film yang membanjiri bioskop, jarang sekali ada narasi yang secara sadar dan sengaja didesain untuk membangun karakter anak. Padahal, usia anak adalah masa emas pembentukan nilai, dan media seperti film bisa menjadi alat pendidikan yang sangat kuat.
Karakter Film yang Edukatif dan Dirindukan Anak
Tokoh-tokoh karakter dalam JUMBO adalah representasi anak yang nyata. Dengan berbagai kondisi latar belakang dalam tokoh film, namun para tokoh ini berani berjuang. Mereka menghadapi perundungan, kesepian, dan kebimbangan, yang ini merupakan konflik nyata yang dirasakan banyak anak hari ini. Lewat persahabatannya, film ini mengajarkan nilai keberanian dan persahabatan.
JUMBO menunjukkan bahwa film anak tidak harus bersifat menggurui. Edukasi yang paling mengena justru datang dari cerita yang menyentuh hati dan membangun ikatan emosional melalui alur dan peran dalam film tersebut. Ketika anak melihat karakter yang berjuang, gagal, lalu bangkit, ia sedang belajar tentang kehidupan dalam versi anak.
Meskipun ada kekurangan sebagai film edukasi anak yaitu unsur hantu dalam beberapa adegan yang justru bisa membingungkan anak, terutama dalam memahami batas antara fantasi, realitas, dan nilai moral yang ingin disampaikan.
Di tengah upayanya membangun narasi tentang keberanian, empati, dan pencarian jati diri, unsur hantu ini seolah memberi warna yang kurang relevan dan berpotensi mengaburkan pesan edukatif yang seharusnya menjadi kekuatan utama film ini.
Namun demikian, kekurangan ini tidak mengurangi apresiasi yang tinggi terhadap JUMBO sebagai film animasi Indonesia yang berani tampil beda dan menyasar segmen anak. Keberaniannya membuka ruang bagi film edukatif anak di Indonesia patut dihargai sebagai langkah penting dalam membangun ekosistem hiburan yang mendidik. (*)
***
*) Oleh : Zalik Nuryana, Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |