Sowan Menteri ke Jokowi Bukan Sekadar Silaturahmi Biasa

TIMESINDONESIA, PAPUA – Sejumlah menteri dan wakil menteri dari Kabinet Indonesia Maju mengunjungi Presiden ke 7 Indonesia Joko Widodo di Solo. Para Pejabat tersebut mengatakan kunjungan mereka dalam rangka silaturahmi dan halal bilhalal.
Kunjungan para menteri tersebut terjadi manakala Presiden Prabowo Subianto sedang melakukan kunjungan luar negeri yang memicu spekulasi matahari kembar pemimpin nasional makin kuat.
Advertisement
Publik menilai kunjungan ini bukan sekadar agenda silaturahim belaka. Artinya sangat mungkin mengandung nuansa politis. Dalam politik setiap pertemuan sesingkat apapun selalu ada ruang untuk membincangkan kekuasaan.
Dari pertemuan tersebut, bisa dimaknai tergantung konteks tokoh yang hadir dan dinamika politik nasional yang sedang berlangsung.
Bisa dimaknai sebagai ajang konsolidasi antara kubu Jokowi dan Prabowo ditengah isu perombakan kabinet pasca idul fitri. Atau bisa juga dimaknai sebagai indikasi bahwa Jokowi ingin tetap punya pengaruh dalam pemerintahan Prabowo Subianto mengingat para menteri yang hadir adalah loyalis Jokowi atau orang yang sebelumnya dikenal dekat dengan Jokowi.
Bisa jug dilihat sebagai manuver politik pribadi para Menteri untuk menunjukkan kesetiaan kepada dua poros kekuatan politik-antara Jokowi dan Prabowo atau mereka sedang membaca arah angin politik agar bisa menyesuaikan diri.
Bahkan muncul pula tafsir, pertemuan semacam ini sebagai upaya mendinginkan suasana dan menunjukkan ke publik bahwa para elite rukun, dan penanda stabilitas, agar pasar dan masrakyat tetap tenang ditengah gejolak ekonomi.
Apapun itu, setiap gestur, pertemuan, hingga kunjungan bisa membawa makna politik tersirat. Apalagi jika melibatkan tokoh-tokoh kunci dalam pemerintahan seperti menteri/wakil menteri.
Jokowi memang terus bermanuver untuk menjaga dirinya tetap eksis dan ini sebagai strategi untuk membangun posisi tawar dengan para petinggi partai politik dengan tujuan mendapatkan dukungan masyarakat.
Tujuannya untuk tetap menjadi aktor politik di Indonesia guna menjaga beberapa proyek strategis nasional (PSN) yang menjadi warisan kepemimpinannya dan menjaga leberlangsungan karir politik keluarganya.
Penegasan Jokowi
Sowan para menteri ke Solo bukan sekadar simbol hormat, tapi penegasan bahwa Jokowi masih menjadi playmaker politik nasional.
Dalam istilah sepak bola, Jokowi bukan lagi striker, tapi kini menjadi playmaker—pengatur serangan, pemberi umpan matang untuk gol di 2029.
Dalam dunia politik, bukan sekedar menjaga narasi, atau menciptakan loyalitas, tetapi membangun koneksi lintas kepemimpinan adalah hal krusial. Jokowi telah berhasil menciptakan ekosistem politik itu selama 10 tahun, terlepas dari politik sandra yang dimainkannya.
Pertemuannya dengan para menteri Prabowo adalah sinyal bahwa ia masih relevan bahkan bisa jadi menjadi king maker di pilpres 2029. Solo bukan hanya kota kenangan—ia kini menjadi panggung politik nasional, tempat para pion dan raja bertemu untuk menyusun strategi menuju 2029.
Jokowi masih menjadi “magnet” elektoral sekaligus “kunci strategi” dalam membangun poros kekuasaan yang akan berpengaruh besar dalam konfigurasi politik nasional ke depan.
Manuver ini juga menunjukkan bahwa garis koordinasi dan legitimasi informal masih mengalir dari Jokowi. Ia power broker yang mempersiapkan regenerasi dan reposisi kekuasaan nasional yang tidak bisa diabaikan siapa pun.
Memang Jokowi bukan ketua partai dan tidak memiliki kekuasaan resmi, namun magnet electoralnya masih kuat. Membuatnya bisa beroperasi-ditopang oleh para loyalisnya baik yang ada di pusat-pusat kekuasaan baik nasional maupun daerah.
Bahkan ada fenomena “wisata Jokowi” dimana masyarakat mengunjungi kediamannya di Solo. Bisa dibaca sebagai bentuk soft power yang memperkuat citra Jokowi di mata publik. Meskipun tidak lagi menjabat, Jokowi tetap memiliki pengaruh simbolik yang kuat.
Bahkan ada spekulasi Jokowi akan membentuk partai politik baru untuk memperluas pengaruhnya. Langkah ini dapat menjadi strategi untuk mempertahankan relevansi politiknya dan membentuk koalisi yang mendukung agenda-agenda politiknya di masa depan.
Namun perlu dicatat, fenomena “wisata Jokowi” terutama yang datang dari kalangan pejabat publik, aparat, dan tokoh masyarakat sipil tidak akan berdampak manakala mereka ini tidak memberikan kontribusi pada isu-isu krusial atau yang menjadi masalah bangsa saat ini seperti pangan, kerusakan lingkungan, pengangguran, perlindungan pekerja, korupsi, dan ketidakadilan hukum.
Hal yang sama berlaku pada loyalisnya-relawan manakala dengan jabatan publiknya tidak berdampak pada masyarakat, maka bisa terasosiasi pada Jokowi dianggap gagal, tidak berkontribusi pada perbaikan atas berbagai persoalan bangsa. (*)
***
*) Oleh : Toenjes Swansen Maniagasi, S.H., Direktur Komunitas Demokrasi (KoDe) Papua.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |