
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Guru BK bukan hanya pendengar masalah siswa, tetapi juga fasilitator dalam layanan pengembangan potensi diri, pemberi pemahaman tentang berbagai aspek kehidupan, pencegah munculnya masalah melalui bimbingan yang tepat, serta pendamping dalam proses perbaikan perilaku dan emosi siswa.
Lebih dari sekadar pendamping siswa, guru BK juga berperan sebagai mitra strategis bagi orang tua dalam memahami dinamika perubahan yang dialami anak-anak mereka, khususnya dalam menghadapi tantangan era digital.
Advertisement
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi anak zaman sekarang adalah screen time yang berlebihan. Banyak siswa menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar, baik untuk bermain game, berselancar di media sosial atau menonton video hiburan.
Kebiasaan ini sering menyebabkan penurunan konsentrasi belajar, gangguan tidur, bahkan isolasi sosial. Dalam hal ini, guru BK bisa menjadi mitra bagi orang tua untuk mengedukasi anak tentang manajemen waktu yang sehat, kesadaran digital, dan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata.
Melalui pendekatan konseling yang dialogis, guru BK membantu anak memahami dampak screen time terhadap kesehatan fisik dan mental, sekaligus membimbing orang tua agar mampu menerapkan batasan digital secara bijak di rumah.
Media sosial tidak hanya menghadirkan hiburan, tetapi juga persaingan sosial yang sangat intens. Siswa sering merasa harus tampil sempurna, mengikuti tren atau mendapatkan pengakuan dalam bentuk likes dan komentar. Tekanan sosial ini bisa menyebabkan kecemasan, rendah diri, hingga perilaku menyimpang demi “diterima” oleh kelompoknya.
Kolaborasi antara orang tua dan guru BK sangat penting untuk menguatkan rasa percaya diri anak, serta membangun ketahanan terhadap pengaruh negatif teman sebaya.
Guru BK bisa memberikan insight kepada orang tua tentang dinamika relasi sosial remaja masa kini, serta membantu merancang program edukatif yang melatih keterampilan sosial, empati, dan komunikasi asertif.
Masa remaja adalah masa eksplorasi identitas. Di era digital, eksplorasi ini menjadi lebih kompleks karena anak terekspos berbagai ideologi, gaya hidup, dan informasi dari seluruh dunia yang belum tentu sesuai dengan nilai keluarga atau budaya lokal. Banyak anak mengalami kebingungan dalam memahami siapa dirinya, apa yang ia inginkan, dan bagaimana ia harus bersikap di tengah keragaman tersebut.
Dalam konteks ini, guru BK hadir sebagai pendamping yang suportif. Melalui layanan bimbingan dan konseling baik secara individual atau kelompok, anak didampingi dalam mengenali diri, memahami perasaannya, dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Kolaborasi dengan orang tua sangat krusial agar pendampingan tersebut tidak berjalan sendiri. Orang tua perlu diberdayakan agar dapat menciptakan suasana rumah yang terbuka, penuh penerimaan, dan minim tekanan.
Namun dalam praktiknya, seringkali hubungan antara orang tua dan guru BK bersifat formal dan reaktif. Hanya terjadi ketika ada “masalah”. Padahal, kolaborasi yang efektif harus bersifat proaktif, partisipatif, dan komunikatif.
Sekolah perlu membuka ruang dialog yang rutin dan setara antara guru BK dan orang tua, bukan hanya melalui rapat orang tua, tetapi juga lewat diskusi kelompok kecil, seminar parenting, hingga layanan konseling keluarga.
Di sisi lain, guru BK juga perlu meningkatkan literasi digital dan sosial mereka, agar mampu memahami dinamika zaman yang dihadapi siswa dan orang tuanya. Tidak cukup hanya paham teori psikologi perkembangan, tapi guru bk perlu beradaptasi dengan realita yang terjadi dilapangan.
Peran orang tua dalam mendidik anak tidak bisa digantikan. Tapi mereka tidak harus berjalan sendiri. Dalam menghadapi generasi digital yang kompleks, kolaborasi dengan guru BK menjadi aset berharga.
Guru BK bukan sekadar pendengar masalah anak di sekolah, melainkan mitra sejati orang tua dalam mendampingi perjalanan tumbuh kembang anak mulai dari membentuk karakter, membangun ketahanan mental, hingga mempersiapkan masa depan.
Mendidik anak di era digital bukanlah tugas yang mudah. Namun dengan kolaborasi yang kuat antara orang tua dan guru BK, setiap tantangan bisa dihadapi dengan bijak.
Sudah saatnya kita tidak melihat layanan BK sebagai “ruang terakhir” untuk menyelesaikan masalah, tetapi sebagai mitra utama dalam menciptakan generasi tangguh, cerdas emosional.
***
*) Oleh: Lanny Ilyas Wijayanti, Anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |