Kopi TIMES

Saatnya Kita Bicara Emas dan Freeport

Rabu, 30 April 2025 - 11:00 | 9.70k
Dr. Mayjen TNI Farid Makruf, M.A., Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas
Dr. Mayjen TNI Farid Makruf, M.A., Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – "Whoever Has The Gold, Makes The Rules” (Roderick Usher, film “The Fall of the House of Usher's”, Edgar Allen Poe)

Bulan April 2025 ini, harga emas dunia melonjak ke rekor tertinggi, mencapai $3.430 per troy ounce. (1 troy ounce sama dengan 31,1035 gram. Jadi harga per gram-nya US$3.120,99 dibagi 31,1035 menjadi sekitar US$100,32 per gram). Ketika artikel ini ditulis, laman harga-emas.org menyebut angka  Rp2,017,125 per gram emas.

Advertisement

Kenaikan ini, kita tahu, dipicu oleh ketegangan geopolitik dan ekonomi. Terutama akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump, terhadap sejumlah negara mitra dagang AS. Penetapan tarif resiprokal ini, memicu kekhawatiran inflasi dan ketidakpastian pasar global. Investor pun beralih ke emas sebagai aset safe haven, mendorong meningkatnya permintaan dan harga logam mulia ini. 

Emas kembali menjadi pilihan utama investasi. Tapi saya bukan ingin membahas soal ekonomi dunia maupun politik. Melainkan bicara tentang aset kebanggaan kita: PT Freeport Indonesia (PTFI).

Mengintip “Dapur” PTFI

Di lembah dan gunung yang dipeluk awan, nun di timur matahari terbit, tanah Papua menyimpan rahasia tua: logam yang membuat dunia berputar: tembaga, emas, dan perak. Di sanalah PTFI membawa keluar kekayaan yang telah berabad-abad diam dalam perut bumi. Mengelola Tambang Grasberg di Timika Papua, PT FI menghasilkan produk emas yang tinggi secara volume maupun kualitas bijihnya. serta menghasilkan tembaga dalam jumlah besar. 

Pada 2022, produksinya mencapai sekitar 1,798,000 ons emas, menempatkan PTFI sebagai perusahaan tambang emas terbesar kedua di dunia, setelah Tambang Olimpiada di Rusia. Sedangkan pada 2024, Grasberg menempati urutan ketiga terbesar setelah Nevada Mines (Nevada AS) dan Muruntau (Uzbekistan). Tambang Olimpiada Rusia turun ke level keempat.

Tambang Grasberg PTFI ini sangat  istimewa, karena letaknya di pegunungan tinggi, menjadikannya sebagai tambang yang memiliki tantangan logistik dan teknik ekstrem. Namun hal itu berarti juga: Grasberg menyimpan cadangan mineral emas-tembaga-dan perak sangat besar. Maka mutlak, tambang PTFI harus beroperasi secara intensif dengan teknologi mutakhir, dan dukungan tenaga kerja sangat besar.

Betul bahwa tak banyak orang yang beruntung bisa mengintip langsung “dapur” PTFI di satu titik terpencil di dataran tinggi Pegunungan Sudirman, di Kabupaten Mimika. Ekslusif dan elusif, demikian kesan yang dirasakan, saat menginjakkan kaki di Grasberg, salah satu kawasan tambang mineral dengan deposit tembaga dan emas terbesar di dunia. Sulit untuk tak terperangah, menyaksikan langsung teknologi canggih yang melibatkan puluhan ribuan manusia, dalam proses penambangannya.

Mungkin sulit bagi orang awam, untuk membayangkan bijih yang telah ditambang, harus melewati beberapa proses. Sebab, emasnya tidak ujug-ujug muncul dari bawah tanah, ia terkandung dalam bijih tembaga sebagai byproduct. Artinya, ketika tembaga diekstraksi, emas dan perak juga ikut terbawa dan kemudian dipisahkan melalui serangkaian proses yang membutuhkan teknologi tinggi.

Diawali dengan proses Crushing and Grinding, yakni pengolahan berupa penghancuran dan penggilingan bijih menjadi partikel halus. Kemudian partikel halus ini dicampur dengan air dan bahan kimia, atau disebut proses Flotasi. 

Bahan kimia khusus yang digunakan antara lain kolektor seperti xantat dan frother seperti MIBC, yang membuat mineral seperti tembaga dan emas menempel pada gelembung udara. Gelembung ini kemudian naik ke permukaan, lalu terbentuk buih yang dikumpulkan sebagai konsentrat. 

Konsentrat mentah merupakan hasil awal dari proses pengolahan bijih tambang (misalnya bijih tembaga dari Freeport). Berbentuk serbuk halus berwarna keabu-abuan atau kehijauan, konsentrat ini memang sudah terpisah dari batu-batuan tak berguna, tapi belum dimurnikan menjadi logam murni.

Dalam serbuk konsentrat yang terkumpul itu, umumnya mengandung ±25–30% tembaga, serta emas dan perak dalam jumlah tinggi. Setelah terjadi pemisahan mineral berharga seperti tembaga, emas, dan perak, maka memasuki proses Pengeringan dan Pengangkutan.

Proses pengeringan dan pengangkutan dilakukan dengan mengalirkan konsentrat melalui pipa konsentrat sepanjang 110 km ke pelabuhan Amamapare. Kemudian hasil tersebut dikeringkan, lalu dikirim ke smelter-kini ke smelter di Gresik untuk dimurnikan lagi, demi mengubah tembaga menjadi katoda tembaga (Cu murni 99,99%), dan emas menjadi batangan emas murni.

Berapa banyak emas karena yang sedang kita bicarakan sekarang adalah emas, bukan tembaga atau perak yang dihasilkan Grasberg oleh PTFI? Secara umum, produksi emas Freeport bisa mencapai lebih dari 1 juta ons per tahun. Atau sekitar 30–35 ton emas setiap tahunnya. Namun, karena emas hanya ikut “terbawa” dalam bijih tembaga, maka jumlahnya bergantung pada kadar mineral dalam bijih, serta efisiensi proses flotasi serta pemurnian.

Pada 2023, konsentrat mineral  hasil tambang yang dihasilkan, berupa konsentrat tembaga sebanyak 1,65 miliar pound (sekitar 748.000 ton metrik), emas sebanyak 1,97 juta ons (sekitar 61,2 ton). Sehingga menghasilkan pendapatan bersih sebesar USD 3,16 miliar (sekitar Rp 48,79 triliun). 

Berkenalan dengan Si “Kucing Liar”

Sejak penghujung tahun lalu, tambang Grasberg oleh PTFI mengandalkan metode block caving (disebut Grasberg Block Cave, GBC), yakni teknik efisien untuk menambang bijih dalam volume besar. Prosesnya dimulai dengan memotong bagian bawah blok bijih besar, memungkinkan bijih tersebut runtuh secara alami karena gravitasinya sendiri. Setelah runtuh, bijih dikumpulkan melalui titik-titik pengambilan, kemudian dihancurkan dan diangkut ke pabrik pengolahan melalui sistem konveyor.

Ada beberapa tambang bawah tanah utama yang beroperasi di wilayah Grasberg, selain metode Grasberg Block Cave (GBC) untuk mengekstraksi bijih. Tambang  tersebut yaitu: Deep Mill Level Zone (DMLZ) yang juga menerapkan teknik block caving untuk produksi bijih, Big Gossan yang menggunakan metode blast hole stoping dengan pengisian kembali (backfill) yang tertunda. Serta yang terbaru dan akan beroperasi pada 2028 adalah tambang Kucing Liar.

Kucing Liar “lahir”, terutama karena umur ekonomis tambang GBC yang diperkirakan akan berakhir dalam dua dekade ke depan. Tambang Kucing Liar merupakan tambang bawah tanah baru, terletak di sebelah barat daya tambang Grasberg, dirancang untuk menjadi generasi lanjutan setelah GBC dan DMLZ. 

Kapasitas bijih harian Kucing Liar diperkirakan mampu menghasilkan hingga 90.000 ton per hari, Sebab, cadangan bijih dalam perut Kucing Liar diperkirakan lebih dari 1 miliar ton. Metode penambangan yang akan digunakan oleh tambang yang diyakini sebagai salah satu potensi strategis jangka panjang Freeport ini, diperkirakan juga akan memakai teknik block caving.

Kabar baik di setiap kenaikan harga emas global pada umumnya, yakni memberi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan nilai ekspor dan pendapatan negara. Meski tantangan tetap ada, terutama dalam memastikan stabilitas produksi dan memenuhi permintaan domestik serta internasional.

Untuk kebutuhan domestik, jumlah emas yang diperkirakan  akan dipasok PTFI ke PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada tahun 2025 mungkin sulit bagi kita membayangkan wujudnya adalah sebesar 24 hingga 28 ton emas. Ya, sebanyak itu. Pada Februari 2025 lalu, PTFI telah melakukan pengiriman pertama sebesar 125 kg emas kepada Antam. Gimana, masih belum  bahagia kareba kita punya PTFI?

Kontribusi Tambang Emas bagi Negaranya

Lebih dari 1,5 abad lalu, tepatnya pada 1848 -1855, dunia dilanda Demam Emas. Gegara bocor ke publik, lokasi sumber emas yang sedianya akan dirahasiakan penemunya, yakni James W. Marshall, malah menjadi “ladang gula dirubung semut”. 

Ya, lokasi sumber emas di Sutter's Mill di Coloma, California, membuat  ratusan ribu manusia pindah ke California. Sekitar 300.000 orang dari sekujur Amerika bahkan dari bangsa-bangsa dari luar benua: Amerika Selatan, Eropa, Australia, dan Cina juga “hijrah” ke California, untuk mendulang emas. Padahal, teknologi awalnya masih manual, alias dengan “mengayak” pasir sungai menggunakan  sejenis nampan, nyatanya ekonomi Amerika malah tumbuh pesat. 

Demam Emas California membuat pertanian dan peternakan berkembang di kawasan tersebut. Kebutuhan para pendatang pendulang emas dadakan ini, membuat ekonomi warga lokal bertumbuh. Hanya dalam waktu dua tahun, San Francisco yang awalnya dianggap “kota hantu” karena jumlah penduduknya hanya 200 orang pada 1846, seketika membengkak menjadi  36.000 jiwa pada 1852. 

San Fransisco, kota yang menghadap Samudra Pasifik di pesisir barat California, bagai sulap ia “dibangun dalam satu malam”, mendadak menjadi kota yang riuh. Keriuhan akibat emas yang mendatangkan uang secara besar-besar, membuat “provinsi” California (tempat San Fransisco berada), pada September 1850  naik pangkat menjadi Negara Bagian California.

Itulah nasib baik bagi negara pemilik emas. Beruntung, kita punya salah satu tambang emas terbesar di dunia, PT Freeport Indonesia. 

PTFI pun berkontribusi terhadap pendapatan negara dan pendapatan daerah, secara signifikan. Sebagai salah satu wajib pajak terbesar di Indonesia, PTFI pada tahun 2024 menyetorkan pajak, royalti, dan dividen senilai mencapai lebih dari USD 4,6 miliar atau setara dengan Rp 79 triliun,kepada pemerintah Indonesia. Angka tersebut termasuk kontribusi ke daerah mencapai lebih dari Rp11,5 triliun. 

Sebelumnya, pada 2023 PTFI menyetorkan penerimaan negara dalam bentuk pajak, royalti, dividen, dan lainnya sebesar Rp 40 triliun.

Kontribusi PTFI dalam membantu meningkatkan pendapatan negara dan mendukung pembangunan nasional, baik dari pajak dan royalti, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Dana Bagi Hasil (DBH): kepada daerah-daerah di sekitar lokasi tambang. Termasuk pembangunan infrastruktur publik yang memperluas aksesibilitas dan konektivitas, khususnya di Papua Tengah. 

Contoh infrastruktur, Bandara Mosez Kilangin sudah berdiri di Timika sejak 1969 oleh PTFI, bukan sekedar demi mendukung operasional perusahaan, melainkan juga sebagai gerbang utama transportasi di Papua Tengah. 

PTFI juga membangun Kota Mandiri Kuala Kencana Timika pada 1995, sebagai kota modern pertama di Indonesia yang dibangun oleh perusahaan swasta. Dilengkapi fasilitas perumahan, sekolah, rumah sakit, dan pusat rekreasi, serta infrastruktur bawah tanah untuk listrik dan air bersih. 

Sejak tahun 2000, PTFI juga telah menginvestasikan lebih dari US$100 juta untuk membangun infrastruktur di wilayah dataran tinggi yang terpencil, mencakup pembangunan lebih dari 300 rumah, sekolah, rumah guru, klinik, pasar tradisional, gereja, puluhan jembatan, dan dua lapangan terbang perintis. 

Timikia juga punya Pelabuhan Amamapare, yang dibangun untuk mendukung ekspor konsentrat tembaga dan emas, sekaligus sebagai titik penting dalam memainkan peran vital dalam distribusi hasil tambang ke pasar global.

Bagaimana dengan pasir sisa tambang alias tailing? Ternyata PTFI juga memanfaatkan Tailing sebagai bagian dari pengelolaan limbah berkelanjutan. Antara lain tailing sebagai bahan campuran aspal untuk pembangunan jalan di wilayah dataran rendah Timika. Data dari PTFI, tercatat 1,1 juta ton tailing (limbah tambang)  yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur (jalan dan fasilitas umum) di Papua.

Jangan lupa, PTFI juga merupakan “rumah” bagi 30.000 lebih karyawannya. Menurut laporan resmi PTFI, hingga Februari 2023, perusahaan mempekerjakan Pekerja langsung (direct employees, yang masuk dalam struktur organisasi) yang menjadi “jantung operasional PTFI” sebanyak 5.863 orang. 

Prosentasenya, 41,41% putra daerah (Papua), 55,87% pekerja non Papua, dan 2,72% WNA. Sedangkan jumlah pekerja kontraktor yang berada di lingkaran “orbit” PTFI adalah sebanyak 23.700 orang. Jadi, jumlah total tenaga kerja PTFI di Papua pada 2023 sebanyak 29.563 orang. 

Bagaimana dengan Smelter Gresik, apakah juga menyerap tenaga kerja? Menuurut keterangan Presiden Direktur PTFI Tony Wenas kepada media pada Desember 2023, secara kumulatif tenaga kerja untuk proyek pembangunan smelter Gresik menyerap tenaga kerja hingga sekitar 40 ribu pekerja, selama masa konstruksi. Setelah smelter beroperasi, diperkirakan akan membutuhkan sekitar 1.500 pekerja tetap. Gimana Gen Z, kalian siap untuk bekerja di PTFI? (*)

***

*) Oleh : Dr. Mayjen TNI Farid Makruf, M.A., Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES