Kopi TIMES

Menyongsong Masa Sulit Ekonomi Indonesia 2025

Sabtu, 10 Mei 2025 - 09:31 | 10.13k
Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan
Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Memasuki tahun 2025, Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal pertama hanya mencapai 4,87% secara tahunan, menandai laju terendah sejak kuartal ketiga 2021. Penurunan ini dipengaruhi oleh melemahnya permintaan domestik dan ketegangan perdagangan global, khususnya dengan Amerika Serikat. 

Salah satu indikator utama perlambatan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari setengah PDB, hanya tumbuh 4,89%—terendah dalam lima kuartal terakhir. Meskipun Ramadan biasanya mendorong konsumsi, tahun ini tidak memberikan dampak signifikan. 

Advertisement

Kelas menengah, sebagai pendorong utama konsumsi, mengalami tekanan berat. Survei Inventure menunjukkan bahwa hampir setengah dari kelas menengah merasakan penurunan daya beli yang signifikan, terutama kelompok "aspiring middle class" yang mengalami penurunan hingga 67%. 

Peningkatan harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan, dan kesehatan, tanpa diimbangi kenaikan pendapatan, memaksa banyak keluarga menunda pengeluaran besar seperti pembelian kendaraan atau renovasi rumah. Fenomena "lipstick effect" muncul, di mana konsumen tetap membeli barang mewah terjangkau sebagai pelarian dari tekanan ekonomi. 

Sektor ketenagakerjaan juga terdampak. Sepanjang 2024, lebih dari 77.000 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), dengan perusahaan besar seperti Yamaha dan PT Sanken Indonesia menutup operasinya.

Pemerintah menghadapi tekanan fiskal dengan realisasi pendapatan negara hingga Februari 2025 turun 20,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Penerimaan pajak juga menurun sekitar 25%, menyebabkan defisit anggaran sebesar Rp31,2 triliun. 

Penurunan impor barang konsumsi sebesar 14,24% pada Januari-Februari 2025 mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat. Meskipun ada insentif pemerintah seperti diskon tarif listrik, dampaknya bersifat sementara dan tidak cukup untuk mendorong konsumsi. 

Kesenjangan ekonomi semakin melebar. Kekayaan 40 orang terkaya Indonesia meningkat 163% dalam satu dekade terakhir, sementara pertumbuhan ekonomi nasional hanya 57%. Ketimpangan ini berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan demokrasi. 

Dalam menghadapi kondisi ini, pelaku usaha dituntut untuk lebih adaptif. Strategi seperti menawarkan produk dengan harga terjangkau, paket hemat, dan layanan tambahan seperti gratis ongkos kirim dapat membantu mempertahankan konsumen di tengah keterbatasan daya beli.

Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif untuk mendorong pertumbuhan. Investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Selain itu, perlindungan sosial bagi kelompok rentan harus diperkuat. Program bantuan tunai dan subsidi dapat membantu menjaga konsumsi rumah tangga dan mencegah penurunan lebih lanjut dalam pertumbuhan ekonomi.

Menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks ini memerlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dengan kebijakan yang tepat dan adaptasi yang cepat, Indonesia dapat melewati masa sulit ini dan kembali ke jalur pertumbuhan yang berkelanjutan.

***

*) Oleh : Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

 

 

 

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES