
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengembangkan sistem dan aplikasi untuk kemudahan pembayaran pajak sejak beberapa tahun lalu. Awalnya, pembayaran pajak dilakukan secara manual menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang harus diisi secara fisik dan dibawa ke bank atau kantor pos.
Proses ini cukup menyita waktu dan tenaga, serta kemungkinan kesalahan dalam penulisan. Kemudian, DJP memperkenalkan e-Billing yaitu sistem pembayaran elektronik yang memungkinkan wajib pajak melakukan pembayaran pajak secara online melalui berbagai metode pembayaran seperti e-Banking dan ATM.
Advertisement
E-Billing merupakan inovasi yang sangat membantu dalam proses pembayaran pajak, karena wajib pajak dapat melakukan pembayaran pajak dengan mudah, cepat, tanpa perlu datang ke kantor pajak atau mengantre di bank serta mengurangi kemungkinan kesalahan penulisan maupun keterlambatan dalam pembayaran pajak.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang mendorong berbagai sektor untuk beradaptasi dengan sistem digital, DJP mengembangkan sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis inti administrasi perpajakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pajak, kepatuhan wajib pajak dan efisiensi dalam pengelolaan pajak.
Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024. Sistem Inti Administrasi Perpajakan DJP atau yang lebih dikenal sebagai Coretax tidak hanya menyempurnakan aspek pelaporan dan pembayaran pajak namun juga mengubah layanan pajak yang lebih modern, efisien, dan berbasis teknologi.
Kehadiran Coretax membawa angin segar bagi wajib pajak, terutama dalam hal proses pembayaran pajak. Melalui sistem ini, wajib pajak dapat mengakses berbagai layanan dalam satu portal yang sama. Wajib pajak tidak lagi harus berpindah-pindah aplikasi hanya untuk membuat kode billing, mengisi SPT, atau melakukan pembayaran.
Pada sistem Coretax kode billing untuk SPT kurang bayar akan secara otomatis diberikan oleh sistem ketika SPT tersebut akan dilaporkan sehingga tidak perlu membuat sendiri kode billing secara manual.
Hal ini tentu saja membantu wajib pajak menghindari kesalahan pembuatan kode billing yang berakibat pada permohonan Pemindahbukuan. Selain itu, tersedia pula daftar tagihan yang belum dibayar. Adanya daftar tagihan ini memudahkan melakukan pembuatan kode billing atas Utang Pajak, karena informasi tagihan sudah tersedia.
Fitur lain yang disediakan adalah dashboard kode billing aktif untuk mengecek kode billing yang sudah pernah dibuat tapi belum dibayarkan dan belum kadaluarsa, sehingga mengurangi risiko keterlambatan akibat lupa melakukan pembayaran.
Selain itu, ada juga fitur baru yang ditambahkan yaitu Deposit Pajak untuk memudahkan wajib pajak melakukan pembayaran pajak melalui mekanisme saldo deposit. Dengan adanya Deposit Pajak, wajib pajak dapat membayar lebih dulu sebelum kewajiban pajaknya timbul.
Artinya bahwa pengisian saldo deposit pajak ini adalah pembayaran pajak yang belum terikat ke satu jenis pajak tertentu sehingga bebas digunakan untuk pembayaran pajak apa saja.
Di samping itu, penggunaan Deposit Pajak dalam pelunasan pajak dapat mencegah dari sanksi keterlambatan bayar karena tanggal pembayaran dan penyetoran pajak akan diakui sesuai dengan tanggal bayar yang tertera dalam Bukti Penerimaan Negara.
Tak hanya itu, Saldo deposit pajak tidak memiliki masa kadaluarsa dan dapat dibawa lintas tahun tanpa perlu Pemindahbukuan. Namun, wajib pajak tidak mendapatkan imbalan bunga atas saldo deposit tersebut.
Masa depan pembayaran pajak yang disediakan lewat Coretax tidak hanya soal teknologi, tetapi juga tentang komitmen pada pelayanan publik yang adil dan modern. Tranparansi dan kemudahan yang ditawarkan harus dimanfaatkan untuk membangun budaya kepatuhan pajak yang kuat dan berkelanjutan.
***
Oleh : Diah Swastaningtias, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |