Kopi TIMES

Solusi Kebijakan Rekrutmen Tanpa Batas Usia

Kamis, 12 Juni 2025 - 16:16 | 14.43k
Mardiana Dwi Puspitasari, S.Psi., MAPS, Peneliti Ahli Muda di Pusat Riset Kependudukan, BRIN.
Mardiana Dwi Puspitasari, S.Psi., MAPS, Peneliti Ahli Muda di Pusat Riset Kependudukan, BRIN.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Langkah pemerintah untuk menghapus syarat usia dalam proses rekrutmen patut diapresiasi sebagai angin segar, khususnya bagi pencari kerja berusia di atas 30 tahun. 

Pernyataan ini dilontarkan oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer dalam acara job fair Kementerian Ketenagakerjaan pada 25 Mei 2025 dan langsung dibuktikan dengan keluarnya Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6//HK.04/V/2025 tentang larangan diskriminasi dalam proses  rekrutmen tenaga kerja. 

Advertisement

Namun, di balik semangat inklusivitas ini, muncul pertanyaan penting: Sejauh mana kebijakan ini akan berdampak nyata terhadap penyerapan tenaga kerja? Apakah kebijakan ini akan merevolusi wajah pasar kerja Indonesia atau hanya menjadi wacana sesaat?

Pasar Kerja yang Belum Ramah

Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan 26.455 pekerja mengalami PHK hingga 20 Mei 2025. Di sisi lain, BPJS Ketenagakerjaan mencatat 52.850 klaim jaminan kehilangan pekerjaan hingga April 2025. 

Ketimpangan data ini menunjukkan lemahnya sistem pelaporan ketenagakerjaan, sekaligus mengindikasikan besarnya kelompok pekerja terdampak yang berada di luar jangkauan sistem formal.

Yang paling banyak terdampak adalah kelompok usia 30 tahun ke atas. Padahal, mereka sering kali lebih berpengalaman dan memiliki keterampilan yang terasah. Sayangnya, dalam praktik rekrutmen, usia menjadi tembok tak terlihat yang menghalangi mereka mendapatkan pekerjaan kembali.

Distribusi Klaim Jaminan PHK 

Fenomena ini diperparah dengan dominasi sektor informal di pasar kerja. Per Februari 2025, hanya 40,6 persen penduduk bekerja di sektor formal. 

Sisanya bertumpu pada sektor informal yang cenderung tidak aman, berpenghasilan rendah, dan tanpa perlindungan hukum. PHK pada pekerja formal pun tak jarang mendorong mereka ke sektor informal sebagai jalan bertahan hidup.

Bagi lansia, peluang bekerja di sektor formal nyaris tak ada. Kecuali di dunia akademik, di mana usia justru dianggap sebagai simbol kedalaman ilmu, banyak dari mereka terpaksa menerima pekerjaan informal rendah upah atau berhenti bekerja sama sekali.

Antara Regulasi dan Realitas

Menghapus batas usia tentu sebuah kemajuan. Tapi efektivitas kebijakan tidak hanya diukur dari niat baik. Sampai saat ini, rencana tersebut sudah dituangkan dalam surat edaran. 

Pertanyaannya, apakah cukup kuat secara hukum? Bagaimana mekanisme pengawasan? Apakah perusahaan swasta akan patuh tanpa insentif atau sanksi?

Untuk menjawab keraguan itu, pemerintah sebaiknya mulai dari rumah sendiri. Rekrutmen CPNS dan PPPK seharusnya menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijakan ini. 

Jika sektor publik memberi contoh, sektor swasta akan lebih terdorong untuk mengikutinya. Kebijakan ini juga harus diperluas ke BUMN dan BUMD.

Namun, untuk membenahi pasar kerja secara menyeluruh, penghapusan batas usia harus diiringi langkah strategis lain yaitu mendorong percepatan formalisasi pekerjaan informal sesuai dengan Rekomendasi 204 dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Tanpa formalisasi, kebijakan hanya akan berdampak terbatas.

Membongkar Stigma, Membangun Sistem

Kebijakan ini tak boleh berhenti di atas kertas. Diperlukan sistem peningkatan skill bagi pekerja usia 30 tahun ke atas, sistem informasi pasar kerja yang andal, serta insentif bagi perusahaan yang merekrut berdasarkan kompetensi, bukan usia.

Lebih dari itu, harus ada perubahan pola pikir. Usia bukan beban. Banyak pekerja berusia matang justru membawa disiplin, loyalitas, dan pengalaman yang tak tergantikan oleh lulusan baru.

Penghapusan batas usia adalah langkah awal melawan diskriminasi usia di dunia kerja. Tapi untuk menjadikannya perubahan nyata, kebijakan ini harus dijalankan dengan keseriusan, keberanian, dan keberpihakan pada keadilan sosial. Karena dalam dunia kerja yang sehat, setiap orang tanpa memandang usia berhak atas kesempatan yang setara.

***

*) Oleh : Mardiana Dwi Puspitasari, S.Psi., MAPS, Peneliti Ahli Muda di Pusat Riset Kependudukan, BRIN.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES