Kopi TIMES

Membangun Ekowisata Desa

Kamis, 26 Juni 2025 - 02:09 | 15.73k
Dr. Hadis Turmudi, M.H., Dosen STMIK AMIKOM Surakarta.
Dr. Hadis Turmudi, M.H., Dosen STMIK AMIKOM Surakarta.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAWA TENGAH – Pembangunan desa berkembang dari waktu ke waktu, lebih dari 80 ribu desa membawa kontribusi positif bagi laju pembangunan nasional. Setiap tahunnya desa yang berkategori mandiri, maju dan berkembang terus bertambah, sedangkan desa berkategori tertinggal dan sangat tertinggal terus mengalami penurunan jumlahnya. Saat ini desa tidak lagi dipandang sebelah mata namun menjadi primadona pembangunan.

Bicara desa di Nusantara tidak lepas dengan keragaman potensi SDA nya yang melimpah. Keasrian lingkungan serta panorama alamnya merupakan anugerah dari Tuhan guna kita rawat kelestariannya. Semua tidaklah mudah dan membutuhkan kesadaran dari semua pihak.

Advertisement

Cerita keberhasilan pembangunan pedesaan tidaklah lepas dari adanya gagasan membuat desa wisata. Melalui desa wisata, kesejahteraan warga masyarakat lokal meningkat, seiring berkurangnya pengangguran dan bertambahnya pendapatan warga lokal. Hal ini selaras dengan tujuan pembangunan kepariwisataan di Indonesia.

Pundi-pundi rupiah mengalir ke desa dari para pelancong melalui desa wisata. Keindahan alam pedesaan dan kearifan lokal setempat menjadi magnet tersendiri jika mampu dioptimalkan.

Belum lagi atraksi budaya lokal sebagai warisan leluhur menjadi daya tarik lebih. Semua perlu digali, dimanfaatkan dan dikembangkan keberadaannya.

Fenomena terbentuknya desa-desa wisata di awali dari rasa kejenuhan warga kota dengan destinasi wisata yang monoton. Desa wisata menjadi salah satu alternatif pilihannya, selain karena suasananya asri alami, akomodasi yang murah membuat nyaman bagi mereka. Oleh karena itu munculnya slogan Back to Nature sejalan mereka yang ingin menikmati alam pedesaan.

Menuju Ekowisata Desa

Kehadiran UU No 6 tahun 2014 tentang Desa sebagai payung hukum bagi desa dalam pembangunan membawa keuntungan tersendiri. UU Desa memberikan kewenangan desa guna memaksimalkan SDA dan lingkungan desa dalam pembangunan. Hal ini diwujudkan melalui pembentukan desa wisata.

Namun pada realitanya masih banyak desa wisata kondisinya membuat hati kita miris, banyak lokasi yang mangkrak dan tidak terurus seakan menegaskan pembangunan destinasi desa wisata hanya bersifat “obong blarak” saja. 

Banyak terjadi kerusakan lingkungan dan alam desa karena munculnya desa wisata. Salah satu penyebabnya pembangunan yang berbasis profit-oriented dan sekedar ikut ikutan tren saja.  

Desa wisata membawa berkah bagi warga secara ekonomi, namun jika tidak mampu dikelola dengan bijak akan membawa musibah. Bencana banjir, tanah longsor, perubahan iklim, kekeringan, berkurangnya kwalitas lingkungan hidup, menghantui setiap saat karena beralihnya fungsi lahan warga desa. Semua perlu keseimbangan dalam pembangunan desa wisata.

Benar yang di utarakan Emil salim bahwa pembangunan harus di barengi dengan kelestarian alam dan lingkungan serta pembangunan berwawasan lingkungan guna menjaga keseimbangan kehidupan. 

Di satu sisi pembangunan akan meningkatkan kesejahteraan warga pada sisi lain juga harus mampu menjaga ekosistem SDA. Paradigma alam sebagai “warisan” leluhur sudah sebaiknya berganti menjadi alam merupakan “titipan” anak cucu kita.

Dalam pembentukan desa wisata juga hendaknya memperhatikan konsep keseimbangan. Konsep ekowisata bagi desa wisata mungkin mampu diterapkan dalam implementasinya. 

Menurut The International Ecotourism Society (TIES) setidaknya ada tiga pilar penyangga ekowisata yakni, Konservasi sumber daya alam, pendidikan lingkungan dan peningkatan ekonomi warga lokal. Dengan tiga hal tersebut akan terjadi harmonisasi hubungan antara, ekologi, sosial serta ekonomi.

Ekowisata desa wisata juga selaras dengan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Dalam perspektif pembangunan nasional hal itu sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Desa (SDGs Desa) yang memuat 18 tujuan di dalamnya. Keberhasilan desa wisata yang berbasis ekowisata menjadi penyokong keseimbangan dalam pembangunan desa.

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bersama dalam penerapan ekowisata desa wisata yakni pertama adanya regulasi yang jelas pada tingkat desam daerah maupun pusat. Kedua membangun kesadaran semua pihak pentingnya keseimbangan dalam pembangunan. 

Yang ketiga meningkatkan partisipasi warga lokal dalam pembangunan ekowisata di desa melalui optimalisasi Pokdarwis maupun BUMDesa sebagai pengelolanya. Dan terakhir adanya sinergitas berbagai pihak.

Sudah saatnya desa memikirkan kelangsungan generasi mendatang bukan hanya berorientasi pada keuntungan finansial semata. Dengan konsep ekowisata di desa wisata, keseimbangan pembangunan akan tercapai. (*)

***

*) Oleh : Dr. Hadis Turmudi, M.H., Dosen STMIK AMIKOM Surakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES