
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 menghadirkan beragam tantangan yang semakin kompleks. Kenaikan jumlah jamaah, perubahan regulasi dari Pemerintah Arab Saudi, hingga dinamika global seperti ketidakpastian geopolitik dan dampak ekonomi menjadi ujian berat bagi sistem pelayanan haji Indonesia.
Di tengah dinamika ini, muncul kebutuhan mendesak akan sebuah lembaga yang tidak hanya mampu mengelola, tetapi juga bertransformasi secara profesional dan adaptif, itulah peran strategis yang kini disematkan kepada Badan Penyelenggara Haji (BP Haji).
Advertisement
Tahun ini, jamaah haji Indonesia menghadapi sejumlah masalah krusial. Selain penyesuaian kuota dan distribusi akomodasi yang semakin ketat, terdapat perubahan standar layanan dari Pemerintah Arab Saudi, mulai dari digitalisasi pelayanan, penguatan sistem kesehatan jamaah, hingga ketentuan-ketentuan baru terkait visa dan layanan Masyair.
Bahkan, beberapa kebijakan berubah secara dinamis dalam hitungan minggu. Kondisi ini menuntut kesiapan yang tidak hanya administratif, tetapi juga agility atau kelincahan organisasi.
Tidak bisa dimungkiri, tantangan utama bagi Indonesia adalah beradaptasi dengan regulasi Arab Saudi yang terus berkembang. Pemerintah Saudi kini mengutamakan penerapan smart hajj, yaitu digitalisasi total dari proses layanan haji.
Seluruh calon jamaah harus terintegrasi dalam sistem aplikasi yang dikembangkan Saudi, mulai dari pendaftaran, pembayaran, manajemen akomodasi, hingga transportasi dan layanan konsumsi.
Jika tidak mampu menyesuaikan, dampaknya adalah terganggunya layanan dan potensi ketidaknyamanan bagi jamaah. Hal ini pernah terjadi pada beberapa negara lain yang gagal memenuhi standar baru tersebut.
Di sisi lain, permasalahan lama seperti keterbatasan petugas yang kompeten, birokrasi yang berbelit, serta tata kelola dana haji yang belum optimal masih menjadi sorotan.
Semua itu mempertegas bahwa pengelolaan haji tidak bisa lagi ditangani dengan cara-cara lama. Dibutuhkan sebuah badan yang profesional, independen, dan memiliki kewenangan penuh, sehingga tidak lagi terbelenggu oleh sekat-sekat birokrasi kementerian.
Inilah mengapa Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji yang sedang dibahas menjadi sangat krusial. Payung hukum ini tidak sekadar memberi legitimasi, tetapi juga menjadi bukti keseriusan negara dalam menghadirkan layanan haji yang berkelas dunia.
Presiden sendiri dalam beberapa kesempatan menegaskan pentingnya transformasi total layanan haji, dengan membentuk lembaga profesional yang khusus menangani urusan ini.
Harapannya sederhana namun tegas: tidak boleh lagi ada keluhan tentang buruknya layanan, keterlambatan, atau ketidakpastian informasi yang kerap dialami jamaah di masa lalu.
BP Haji di bawah kepemimpinan DR. KH Mochamad Irfan Yusuf, M.Si., tampil sebagai panglima perubahan itu. Sosok yang dikenal memiliki kombinasi kekuatan antara pemahaman manajerial, kecakapan birokrasi, dan kedalaman nilai-nilai keagamaan ini membawa semangat baru.
Ia menegaskan bahwa BP Haji tidak hanya hadir untuk mengelola, tetapi juga memperbaiki secara fundamental seluruh ekosistem penyelenggaraan haji.
BP Haji menawarkan solusi berbasis transformasi menyeluruh. Pertama, dengan membangun sistem digitalisasi terpadu yang terintegrasi langsung dengan sistem Saudi, sehingga proses pendaftaran, pelatihan manasik, hingga pengelolaan layanan di Tanah Suci menjadi lebih transparan dan efisien.
Kedua, penguatan sumber daya manusia melalui rekrutmen petugas haji berbasis kompetensi dan pelatihan intensif yang berstandar internasional.
Ketiga, optimalisasi dana haji untuk peningkatan layanan, tidak hanya untuk akomodasi tetapi juga pelayanan kesehatan, katering, dan transportasi yang lebih layak.
Lebih dari itu, BP Haji juga didorong untuk menjadi lembaga yang responsif terhadap dinamika global, termasuk mitigasi risiko kesehatan seperti wabah, bencana, maupun situasi geopolitik yang dapat mengganggu kelancaran ibadah haji.
Semua ini tentu hanya mungkin diwujudkan jika payung hukum melalui RUU Haji disahkan segera, memberi kewenangan penuh bagi BP Haji untuk bertindak cepat, profesional, dan adaptif.
Harapan besar kini bertumpu pada BP Haji sebagai manifestasi keseriusan negara dalam mewujudkan pelayanan haji yang aman, nyaman, dan berkualitas. Tidak sekadar menjalankan amanah, BP Haji adalah simbol transformasi peradaban pelayanan umat, di mana ibadah suci rukun Islam kelima tidak lagi menjadi beban administratif, tetapi menjadi pengalaman spiritual yang khusyuk dan bermartabat.
***
*) Oleh : Mohammad Iqbalul Rizal Nadif, Kalijaga Class Bonek Jogja.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |