Kopi TIMES

Perbedaan Pendapat Dalam Istinbath Hukum Islam

Selasa, 08 Juli 2025 - 12:28 | 18.58k
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Syekh Ali Al-Khofif berkata, bahwasannya akar dari perbedaan-perbedaan di antara fuqoha (ulama ahli fiqih) sebab-sebab perbedaan pendapat dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1) kemampuan berfikir pada setiap orang yang berbeda-beda 2) penguasaan dan pemahaman atas nash/dalil dan 3) metodologi yang dipakai dalam ijtihad (Al-Khofif, 1996). Pendapat lain mengatakan Al-Zukhaili dalam dalam buku M. Tholhah Hasan (2015) menerangkan secara rincin tentang hal-hal yang menimbulkan perbedaan tersebut yaitu:

1. Perbedaan arti dari beberapa kata Arab

Banyak lafadh yang mengandung banyak arti dalam bahasa arab, seprti "al-quru"" yang diartikan "suci" daan juga dapat diartikan dengan "haidh". Akan tetapi para sahabat Nabi dalam memaknai kata al-quru' pada ayat 228 surat Al-Baqarah, ayat tersebut membahas tentang iddah seoranag wanita yang suaminya meninggal, arti ayat tersebut akhirnya manimbulkan perbe-daan yaitu:

Advertisement

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ... (البقرة: ۲۲۸)

"Wanita-wanita yang ditalaq/dicerai hendaklah menunggu/menahan dirinya selama tiga quru Sayyidah Aisyah, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit r.a mengartikan kata al-qu-ru' yaitu "suci" (artinya masa 'idah wanita-wanita tersebut ditetapkan sesuai dengan maka suci yaitu selesai haid sebanyak 3x). Sedangkan Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib r.a mengartikan al-quru' dengan kata "haidl".

Perbedaan tentang arti dari surat al-Baqarah ini tidak hanya sampai pada masa Nabi saw, namun sampai pada masa imam-imam madzhab, yai-tu pendapat pertama (al-quru' al-thuhru), diikuti oleh Imam malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal. sementara pandangan kedua (al-quru - al-haidl) Imam Abu Hanifah mengikuti pendapat kelompok kedua)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

2. Perbedaan Riwayat

Ada beberapa jalur periwayatan hadits antara lain adalah hadita yang sampai pada seorang ulama tapi tidak sampai pada sebagian ulama lainnya, hadits yang sampai pada ulama akan tetapi periwayatannya menggunakan sanad yang lemah (dlo 'if), akibatnya hadits tersebut tidak dapat digunakan untuk dasar dalam istinbath hukum. Sedangkan ada pula hadits yang peri-wayatannya menggunakan jalur sanad yang kuat (shahih) sehingga hadits tersebut dapat digunakan sebagai dalil/dasar istinbath.

3. Perselisihan Sumber Dalil

Sumber dalil yang digunakan dalam berijtihad dibagi menjadi dua yaitu 1) sumber dalil yang disepakati antara lain: Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Qi-yas. 2) sumber dali yang diperselisihkan (Al-Mukhtalaf Fiha), antara lain: Al-Istihsan, Al-Mashlahah Almursalah, Syar'u Man Qablana, Al-'Urf, dan lain-lain. Mengenai dua sumber dalil tersebut, para pengguna ada yang me-makai dan menolaknya, ada juga yang menerima dengan syarat, hal inilah yang menyebabakan timbulnya perbedaan dalam sebuah ijtihad..

4. Perbedaan Qaidah-Qaidah Ushul Fiqih

Seperti sebuah pendapat yang diuraikan : "kalimat/kata umum yang mem-punyai arti khusus, tidak dapat dijadikan dalil/hujjah". Dan juga pandangan yang dikatakan oleh madzhab Dhohiri: "Al-Mafhum Al-Muwafaqoh" tidak bisa digunakan untuk beristinbath. Tetapi dapat digunakan sebagai dalil oleh adzhab-madzhab tertentu.

5. Mengurai perselisihan dengan Qiyas

Mengurai perselisihan dengan menggunakan qiyas dapat menimbulkan banyaknya perbedaan, dikarenakan dalam qiyas sendiri mengandung ban-yak pedoman-pedoman, syarat-syarat serta alasan-alasan ('illah). Dan pada setiap 'illah terdiri dari kapabilitas dan penerapannya yang sangat sulit. Hal ini menyebabkan para ulama mujtahidin berbeda pandangan.

Misalnya ten-tang "tertib" (urut-urutan) madzhab imam Syafi'i berpendapat, dalam tata-cara wudlu yang terdapat pada surat Al-Ma'idah ayat 6, yaitu: membasuh muka, membasuh tangan sampai siku, mengusap kepala, kemudian mem-basuh kaki sampai dengan mata kaki, adalah hal yang fardlu (wajib) dilaku-kan dan jika tidak dilakukan maka wudlunya dianggap tidak sah.

Tata cara wudhu tersebut sama halnya dengan ibadah lainnya seperti Sa'l yang juga menggunakan dalil qiyas. Ibadah Sa'i yang dijelaskan dalam ayat 158 surat Al-Baqarah, yaitu bahwa ibadah sa'i dilakukan dengan berlari kecil "dari As-Shofa ke Al-Marwah", hal ini sesuai dengan ayat yang menerangkan ten-tang Sa'i dan tidak boleh dibalik dalam pelaksanaannya, misalnya berlari dimulai dari Al-Marwa ke As-Shofa, juga Nabi SAW bersabda: "Dahulukan apa yang didahulukan oleh Allah".

6. Kontradiksi dan Pengunggulan Dalil

Pada dasarnya al-Qur'an daan as-Sunnah sama sekali tidak terkandung perselisihan didalamnya. Akan tetapi pertentangan tersebut terjadi karena keterbatasan dalam memahami dan menguasai penafsiran. Hal inilah yang sesungguhnya menjadi sebab utama dari perbedaan fatwa yang ditetapkan oleh ulama.

Sebagaai contoh, tidak bolehnya menikah dan juga menikahkan pada saat ihrom, menurut Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Ham-bal, hal ini didasarkan pada hadits Nabi SAW atas periwayatan Usman bin Affan bahwa sabda Rasulullah SAW adalah:

لا ينكح المحرم ولا ينكح

"Orang yang sedang ihrom tidak boleh menikah atau menikahkan". Ha-dits ini diriwayatkan Imam Muslim. 

*) Sumber: Buku ”Model Dakwah Islam: Penangkal Radikalisme dan Transnasionalisme”UNISMA

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES