Kopi TIMES

Surat Trump ke Prabowo: Ujian Kualitas Diplomasi dan Daya Tawar Ekonomi Indonesia

Sabtu, 12 Juli 2025 - 13:07 | 11.41k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – 7 Juli 2025 lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengirimkan sebuah surat resmi kepada Presiden Indonesia, Prabowo Subianto. Isi surat tersebut cukup mengejutkan dan menjadi perhatian dunia internasional, khususnya dalam ranah diplomasi ekonomi. Dalam surat itu, Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat akan memberlakukan tarif impor sebesar 32% terhadap seluruh produk asal Indonesia mulai 1 Agustus 2025. Langkah ini memunculkan banyak pertanyaan mengenai arah hubungan dagang kedua negara ke depan.

Trump beralasan bahwa langkah ini diambil sebagai upaya menyeimbangkan neraca perdagangan yang dinilai terlalu berat sebelah. Menurutnya, Indonesia selama ini menikmati surplus perdagangan yang "persisten", sementara Amerika terus mengalami defisit yang dianggap merugikan ekonomi dan bahkan mengancam keamanan nasional AS. Ia menyebut bahwa defisit tersebut adalah hasil dari kurang terbukanya pasar Indonesia terhadap produk-produk asal AS dan berbagai hambatan non-tarif yang menghambat masuknya barang-barang buatan Amerika.

Advertisement

Namun, surat tersebut tidak hanya berisi ancaman tarif. Trump juga membuka peluang negosiasi dan insentif. Ia menawarkan penghapusan tarif secara total jika Indonesia bersedia mengambil tiga langkah strategis. Pertama, membuka lebih luas akses pasar untuk produk-produk Amerika.

Kedua, mengurangi hambatan non-tarif seperti birokrasi dan regulasi yang menghambat masuknya barang impor. Ketiga, mendorong perusahaan-perusahaan asal Indonesia untuk berinvestasi langsung di Amerika, khususnya dalam bentuk pembangunan pabrik. Trump menjanjikan bahwa proses perizinan investasi tersebut akan disederhanakan dan bisa disetujui dalam hitungan minggu.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Namun, yang paling kontroversial adalah peringatan Trump kepada Indonesia agar tidak melakukan aksi balasan atas tarif tersebut. Jika Indonesia memutuskan untuk mengenakan tarif serupa terhadap produk AS, maka tarif 32% itu akan dinaikkan lebih tinggi. Artinya, Trump memberikan tekanan secara terbuka agar Indonesia bersikap pasif dan menerima kondisi tersebut.

Surat ini langsung memicu reaksi dari berbagai pihak. Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, menyarankan agar Indonesia tidak terburu-buru membalas dengan tindakan serupa. Ia menekankan pentingnya memperluas diversifikasi pasar ekspor ke kawasan lain seperti Eropa, Afrika, dan Asia Tenggara. Langkah ini dianggap lebih strategis dibandingkan langsung terlibat dalam aksi balas-membalas yang bisa memperburuk kondisi perdagangan.

Di sisi lain, tim ekonomi Presiden Prabowo tengah mempersiapkan respons cepat. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dikabarkan sedang mengatur kunjungan diplomatik dan kerja sama dagang senilai lebih dari US$34 miliar. Kerja sama ini mencakup berbagai sektor, mulai dari impor bahan bakar minyak hingga rencana investasi perusahaan Boeing dan mitra-mitra strategis lainnya di Indonesia.

Di ranah publik, surat ini juga menimbulkan kontroversi. Di forum-forum online seperti Reddit, banyak netizen menilai isi surat Trump sebagai bentuk arogansi dan tekanan sepihak. Sebagian menyebutnya sebagai upaya "membajak" ekonomi negara berkembang demi keuntungan sepihak. Namun, sebagian lainnya melihatnya sebagai strategi bisnis agresif khas Trump yang harus dihadapi dengan kepala dingin dan kecermatan diplomatik.

Surat ini jelas menjadi titik krusial dalam hubungan bilateral RI-AS. Di satu sisi, ia menunjukkan bahwa Indonesia kini dianggap cukup penting oleh AS hingga layak mendapat perhatian langsung dari Presiden-nya. Namun di sisi lain, ia juga memperlihatkan betapa rapuhnya posisi negara-negara berkembang dalam sistem perdagangan global yang sering kali tidak setara.

Dari sudut pandang penulis, surat Trump ini adalah ujian penting bagi Indonesia—bukan hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam konteks geopolitik global. Indonesia ditantang untuk tidak hanya merespons dengan emosi atau simbolisme nasionalisme, tetapi dengan strategi jangka panjang yang menunjukkan kualitas dalam berdiplomasi, membangun daya saing produk ekspor, serta memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain di luar lingkar dominasi AS. Inilah saat yang tepat untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan integritas, kemampuan negosiasi yang matang, dan visi ekonomi yang berdaulat. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES