Kuliner

Cerita Pedagang Rujak Manis di Kawasan Legendaris Kota Pahlawan

Sabtu, 22 Agustus 2020 - 15:27 | 226.35k
M Nor telah berjualan rujak manis di Jalan Polisi Istimewa Surabaya selama puluhan tahun, Sabtu (22/8/2020). (Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)
M Nor telah berjualan rujak manis di Jalan Polisi Istimewa Surabaya selama puluhan tahun, Sabtu (22/8/2020). (Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Tangan M Nor (48) terlihat sigap menyiapkan irisan buah untuk rujak manis di atas plastik mika. Jumlahnya tiga porsi. Nampak tumpukan semangka, nanas, mangga muda, bengkoang, melon, pepaya, kedondong dan bermacam buah segar lainnya. Tak lupa tahu goreng sebagai pelengkap kuliner rujak manis. 

Siang ini sungguh terik karena musim kemarau. Pria asal Bojonegoro tersebut begitu yakin akan ada pembeli datang. Benar saja, tak berselang lama sebuah mobil menghampiri gerobak usang yang mangkal di pinggir Jalan Polisi Istimewa, Surabaya, tersebut.

Advertisement

Rujak-2.jpg

Rasa rujak manisnya memang cukup terkenal. Ia sudah memiliki pelanggan. Betapa tidak, M Nor mewarisi usaha kecil milik bapaknya yang sudah 24 tahun berdiri.

"Awalnya dari bapak saya. Saat itu harga rujak masih Rp 1.500. Sekarang sudah Rp 13.000," terang Nor seraya sibuk membersihkan beberapa macam buah, Sabtu (22/8/2020). 

Untung rugi bukan barang baru. Sudah biasa, demikian ucapnya. Waktu panas biasanya ramai, waktu hujan pendapatan agak menurun. Sukanya kalau dapat untung banyak. Dukanya waktu hujan itu rugi. Naik turun harga buah pun telah menjadi perhitungan. Bagi pedagang kecil seperti M Nor, tak ada strategi bisnis yang rumit.

"Nggak ada strategi. Soalnya buah ada yang naik ada yang turun harga mengikuti harga makanan. Waktu Rp 1.500 dulu nasi ya masih Rp 1.500. Satu porsinya disesuaikan dengan nasi gitu aja. Menyesuaikan pasaran makanan di Surabaya," jelasnya. 

Peminat rujak manis sendiri tak terbatas. Mulai dari kalangan menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Namun saat ini, sejak pandemi, M Nor mengaku mengalami penurunan omzet. Biasanya ia mampu menjual 50 porsi per hari. 

"Sepi ini kan gara-gara pandemi aja, nggak apa-apa ini. Penjualan turun mulai 30-40 persen. Biasanya per hari bisa jual sekitar 50 porsi. Kalau kondisi gini cuma 30-an saja. Ya namanya orang kerja naik turun biasa. Nggak apa-apa," jawabnya. 

Penjual rujak manis tak hanya menghadapi badai empat bulan saat musim penghujan tiba. Namun juga badai pandemi. Akan tetapi dalam kamus pedagang kecil, kerugian bisa menjadi sedekah. 

"Nggak sampai rugi, paling cuma buang buah kalau sepi. Tapi sebelum pandemi ini nggak ada yang begitu, cuma baru ini aja. Sama pas musim hujan biasanya mulai bulan November - April. Biasanya itu. Paling stok buahnya agak dikurangi," ucap Nor menambahkan. 

Rujak-3.jpg

Semua pembeli ia layani dengan baik. Bisa jadi ada pelanggan yang rewel. Ah, tak jadi soal. Baginya, mengutip kata pepatah lama, pembeli adalah raja. 

"Ya biasa kata orang pembeli itu seperti raja. Kalau nggak rewel nemen nggak apa-apa," terangnya sembari menyunggingkan senyum. 

Rujak manis M Nor memang istimewa. Buahnya juga melimpah mencapai 11 macam. 1 kilogram sambal gula merah dan kacang untuk 11 porsi saja. Tak hanya rasa bumbunya yang kental dan punya tiga pilihan rasa. Tapi cara melayani pelanggan begitu sabar. Sampai-sampai ia hapal betul selera tiap pembeli. 

"Orang Surabaya lebih menyukai rasa standar biasa nggak pedas. Kalau saya memang bikin 3 macam bumbu. Manis, gula saja tanpa bumbu rasa, dan pedas," jelasnya.

Sejak dahulu, M Nor tak pernah berpindah tempat. Ia mangkal di seberang Gereja Katedral Surabaya. Buka mulai jam 09.00-17.30 WIB. 

"Tidak bisa pindah tempat nanti nggak laku kalau pindah-pindah. Tempatnya sudah terkenal di sini," tandasnya.

Sementara penjual lain sudah banyak yang meninggal tanpa ada penerus. Sebab suasana tak lagi menguntungkan. Jika dulu di sepanjang Jalan Polisi Istimewa berjajar belasan penjual rujak manis, kini hanya tinggal hitungan jari saja. 

"Nggak ada yang meneruskan soalnya suasana nggak terlalu menguntungkan. Dulu bisa sekitar 15 orang daerah sini saja. Sekarang tinggal 7, yang 8 sudah nggak ada yang mau meneruskan karena keadaan sudah nggak memungkinkan antara keuntungan nggak nutut," kata M Nor. 

Jika petang tiba, Nor pulang ke kos. Anak istrinya tinggal bersama mertua di Bojonegoro. 

"Keluarga saya ada enam. Anak istri di Bojonegoro sama mertua. Saya di sini kos," kisahnya. 

Saat pagi tiba, ia akan kembali mendorong gerobak usang dengan beraneka macam buah segar menuju ladang rejeki. 

Jalan Polisi Istimewa hingga Jalan Dr Soetomo Surabaya memang telah menjadi kawasan legendaris kuliner rujak manis  karena menjadi tempat mangkal para penjual rujak manis sejak puluhan tahun silam."Ya yang penting agak minggir nggak sampai mengganggu jalan," ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES