Menelusuri Jejak Sejarah dan Kebudayaan Pecel (Bagian 3)
TIMESINDONESIA, BLITAR – >Perkembangan Pecel di Nusantara Saat Ini
Ary Budiyanto, dosen Antropologi Universitas Brawijaya, menyebutkan sejauh ini belum ada istilah pecel (sebutan di masa kolonial: pitjal dan pecal) yang ditemukan di luar nusantara dan harus diakui bahwa istilah tersebut lebih cenderung berkonotasi sebagai kuliner dari Jawa (bagian tengah dan timur) —bukti pecel merupakan kuliner khas Nusantara.
Penyebaran pecel sendiri di Nusantara tidak terlepas dari peran para penjaja makanan, terutama pecel yang menggunakan sambal kacang, sebagaimana diceritakan dalam Centhini saat Cebolang di wilayah Mataram (sekitar Prambanan) melihat keramaian pesta pernikahan dan menyaksikan: Pada saat perhelatan dilengkapi dengan pertunjukan wayang dan banyak penjual makanan yang berada di sana. Makanan yang dijual oleh para penjual pada saat pertunjukan wayang sangat beraneka ragam salah satunya adalah: pecel bersama cabuk rambak, gudhang, tumpang. dll (Serat Centhini Jilid 2; Pupuh 157. Dhandhanggula; bait 16-20).
Advertisement
Jenis sayuran yang digunakan dalam hidangan pecel biasanya terdiri dari tauge, kacang panjang, bayam, daun pakis, kangkung, kembang turi, dan bendoyo (timun atau krai yang direbus). “Jika diurut ke belakang, kemungkinan ada pengaruh dari India Kuno,” ujar Achmad Taufiq, Dosen Seni Kuliner di Sage Academy.
Namun, pria yang akrab disapa dengan chef Achmad ini menambahkan, pecel sayuran yang disiram sambal kacang lebih dikenal di daerah Jawa bagian timur. Penyebarannya pun tidak terlepas dari pengaruh penyebaran agama Islam di Nusantara.
Seiring berjalannya waktu, sajian kuliner tradisional yang satu ini mulai didampingi oleh nasi putih, tempe goreng, gimbal tempe, bakwan jagung, rempeyek, dan kerupuk puli (gendar lempeng). Penyajian pecel pada zaman dahulu menggunakan daun jati dan bergeser menggunakan daun pisang.
"Pada tahun 80-90an, generasi ini termasuk saya, masih bisa bedakan model pecel dari daerah, Pecel sekitar Cepu Blora dengan pincuk daun jati karena dekat Hutan Jati, pecel lainnya umumnya memakai pincuk daun pisang, daerah yang ada pohon jati dan pisang. Biasa mixed ataupun memilih yang terdekat atau seenaknya seperti daerah Ponorogo ada yang memakai daun jati, ada yang mixed dengan daun pisang, adapula yang tidak konsisten kadang daun pisang kadangkala daun jati. Semua berubah saat piring masuk, terutama piring enamel dan plastik,” ujar Ary Budiyanto.
Masing-masing daerah di Nusantara pun menyajikan pecel sesuai dengan ciri khasnya tersendiri.
Pecel Ponorogo
Menurut Chef Achmad, Pecel Ponorogo memiliki cita rasa cenderung pedas atau relative pedas, bumbunya cenderung kental, tidak menggunakan kencur (apabila menggunakan pun tidak terlalu banyak). Selain itu, dalam penyajiannya ditambahkan dengan lauk tempe goreng, rempeyek, dan rimbil (serundeng dengan ikan teri).
Pecel Madiun
Menurut Ary Budiyanto, Pecel Madiun kacangnya dikupas kulit arinya dan bumbunya tidak memakai bawang putih, kencur (pendapat lain menggunakan kencur), dan terasi. Uniknya semuanya disangrai tidak digoreng sehingga terlihat bumbunya tidak terlalu berminyak. Kekuatan pecel madiun pada takaran kacang berkualitas yang baik, gula kelapa yang juga kualitas prima, dan kontrol garam sesuai selera dan pasar. Tentu saja ada varian bumbu pecel Madiun lainnya yang menjadi rahasia para penjual. Tekstur kacangnya cukup lembut dibanding dengan Malang dan Kediri yang lebih ada sensasi chrunchy. Jenis sayurannya ada lamtoro, krai, dan kemangi. Tak lupa, dalam penyajiannya dilengkapi dengan kerupuk gendar.
Pecel Blitar
Blitar teksturnya hampir mirip dengan Madiun tapi umumnya kacang digoreng dengan kulit arinya dan rasa kencur dan daun jeruknya cukup kuat. Makanya warnanya lebih gelap daripada Madiun. Bumbu pecel Blitar umumnya disajikan dengan lebih cair daripada para penjual pecel Madiun. “Bisa jadi ini insting untuk mengurangi lemak/minyak dalam bumbu pecel Blitar agar tak mendominasi rasa. Kencur dan jeruk purutnya mengurangi pula lekat minyak dan memberi sensasi segar dan menambah nafsu makan,” ungkap Dosen Antropologi kuliner tersebut. Selain itu, dalam penyajiannya pun ditambahi dengan lauk tempe goreng dan tahu goreng, serta rempeyek udang (terkadang rempeyek kacang). Uniknya, di pecel Blitar juga menyediakan aneka lauk lain, jadi pembeli bisa menyesuaikan sesuai dengan seleranya.
Pecel Kediri
Menurut Chef Achmad, pada pecel Kediri, bumbu siraman di atas sayurannya perpaduan bumbu pecel dan sambal Tumpang (sambal tempe).
Pecel Pithik Banyuwangi
Menurut Henry, Influencer Media Sosial dalam bidak Kuliner, menyebutkan bahwa Pecel phitik khas Banyuwangi menggunakan ayam dan kelapa parut sebagai bahan utamanya. Menariknya yang dimaksud dengan pecel disini adalah memiliki arti diucel-ucel, daging ayam yang disuwir-suwir. Ia juga menambahkan "sambel pecel" untuk pecel phitik memiliki kesamaan dengan urap-urap, yang menggunakan campuran kelapa parut, kemiri, kencur dan cabai.
Pecel Lele
Ilustrasi Pecel Lele (FOTO: @MakanMasak/Twitter)
Henry menyebutkan bahwa awalnya pecel lele itu disebut pecek, artinya hampir sama dengan ‘dipenyet’ atau ditumbuk tetapi tidak sampai halus. “Namun karena ada pertentangan dan tidak familiar, banyak pendatang dari ‘Jawa’ ke kota besar mengganti pecek dengan pecel, istilahnya nggathukne,” ungkap Henry dalam salah satu cuitannya di Twitter. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sholihin Nur |