Kuliner

Pasar Tunjungan 1979 Bak Legian, Tongkrongan Favorit Bule

Sabtu, 16 Maret 2024 - 09:21 | 113.22k
Pintu masuk Pasar Tunjungan Surabaya, Jumat (15/3/2024).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Pintu masuk Pasar Tunjungan Surabaya, Jumat (15/3/2024).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Gemerlap lampu kota metropolitan bertebaran di kanan kiri jalanan. Kaki-kaki melintas pedestarian, mewarnai keriuhan suara musisi dan pria-pria penata jalur kuda besi. Suasana Jalan Tunjungan memang berbeda.

"Parkir sini, enak di pinggir jalan," kata salah seorang di antaranya.

Advertisement

Pengunjung boleh sengaja memilih berhenti. Memarkir roda sebagaimana harapan mereka. Padahal ada juga area parkir strategis, masuk ke dalam Gedung BPN Kota Surabaya.

Bangunan heritage bekas lodji Freemason pada masa kependudukan Belanda. Agak gelap memang, pencahayaan sangatlah kurang jika dibandingkan pinggir aspal.

Di samping trotoar, tertulis marka parkir Rp2.000. Bisa pakai barcode QRIS maupun tunai. Nampaknya, cita-cita Pemerintah Kota Surabaya mendigitalisasi pembayaran non tunai dianulir. 

Tapi, pembatalan itu hanyalah setitik pemakluman kebijakan. Tak menyurutkan langkah pemerintah untuk mempercantik kawasan-kawasan potensial bagi wisatawan. Jalan Tunjungan, Gen Z, smart city. Tiga kata identik yang begitu kental terasa ketika hadir di sana.

Tujuan utama adalah Pasar Tunjungan 1979. Tempat kuliner tersembunyi di antara cafe-cafe dan restauran modern. 

Semestinya pasar ini merupakan pasar tradisional yang menawarkan aneka hidangan kearifan lokal. Kalau bicara Surabaya, ada semanggi, rujak cingur, kue lapis legit, atau banyak lagi kudapan kultural hasil akulturasi budaya. Bubur Madura misalnya.

Lagi-lagi kembali pada selera dan fenomena. Bonus demografi dan bidikan market turut mempengaruhi. 

Nyatanya, Pasar Tunjungan yang sempat terbengkalai telah disulap menjadi pusat kuliner yang sedap dipandang mata. Magnet bagi muda-mudi dan wisatawan mancanegara. Sekilas mengingatkan pada Kawasan Legian, Pulau Dewata.

Suasana-dalam-Pasar-Tunjungan-Surabaya.jpgSuasana dalam Pasar Tunjungan Surabaya, Jumat (15/3/2024).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)

Nah, di seberang pasar itu memang ada Hotel Majapahit MGallery. Kebanyakan bule Eropa, Cina hingga Jepang memilih bermalam di sana. 

Mereka kerap menghabiskan waktu ngopi santai atau sekadar berfoto di Jalan Tunjungan berlatar kemegahan gedung-gedung tinggi menjulang.

"Sekitar 80-90 persen tamu kami memang bule," kata Executive Chef Majapahit, Arry Nugroho. 

Tamu-tamu bule ini turut mempengaruhi cita rasa masakan Majapahit Surabaya. Tapi jangan salah, kata Chef Arry, mereka sebenarnya justru suka masakan lokal. 

"Ya makanan lokal, kalau bule China saya buatkan nasi goreng. Mereka tidak terlalu makan nasi putih," ujarnya seraya tersenyum.

Chef juga menceritakan bagaimana sulitnya mencari daun semanggi segar. Padahal Kota Surabaya adalah pusat kuliner pecel semanggi. Bisa jadi, semanggi itu telah masuk pasar industri dalam bentuk kering.

"Seharusnya kan banyak ya," kisahnya tentang perjuangan berburu dedaunan keluarga herbal itu.

Ya, setidaknya itulah gambaran betapa ekosistem wisata di Jalan Tunjungan sangat berkaitan. 

Dari Jalan Tunjungan, Pasar Tunjungan, Hotel Majapahit Tunjungan. Kawasan emas, yang sudah sangat berkilau. 

Andai saja, tersisa satu lokasi khusus sentra pasar tradisional, mungkin harapan satu-satunya hanyalah Pasar Tunjungan 1979 yang dikelola PD Surya. 

Mewarnai stand yang sudah ada. Seperti Kedai Kopi Tiga Tiga, Pokpok Indonesia, Kokorokubari, Burgbol burger, Depot Juang 45, Ramen di Pasar, Dimsum 515, Anakmie id, Fudgybro, Fisixty dan Tunkaya. Semua terletak di lantai satu. 

Tokoh masyarakat Surabaya yang juga seorang legislator, Hadi Dediansyah, berharap ada warna lama dalam kehidupan baru.

"Seharusnya ada sentra makanan khas Surabaya," ucapnya.

Sementara Anggota DPRD Kota Surabaya, Josiah Michael mengapresiasi keberhasilan Pemkot Surabaya menghidupkan kembali Jalan Tunjungan yang terletak di jantung kota. 

Jalan ini memang telah lama mati suri. Namun kini hidup kembali dan makin semarak dengan berbagai tenant kuliner hingga hiburan jalanan lewat sebuah program bertagline Tunjungan Romansa. 

"Tetapi, masih ada pekerjaan rumah yang juga harus dilakukan untuk melengkapi kawasan tersebut," ungkap Josiah.

Josiah berharap seluruh area Pasar Tunjungan direvitalisasi total dan menjadi sentra anak muda Surabaya. 
Karena kondisi pasar tak cukup hanya renovasi pada bagian tertentu saja. 

"Kita lihat sendiri di atas pasar sudah jebol semua atapnya. Kita takut malah roboh dan menjadi problem lagi. Masak tunggu ada korban," ucapnya. 

Selain untuk sentra anak muda, Josiah melihat Pasar Tunjungan nantinya juga bisa menghidupkan roda perekonomian Surabaya. 

"Para pemilik stan di sana juga akan bisa berusaha dengan baik dan nyaman. Saya yakin pedagang yang tergabung dalam P3T juga berharap revitalisasi tersebut," sambungnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES