Tingkatkan Nilai Jual Cabai, LP2M Universitas Jember Latih Petani Olah Abon Cabai

TIMESINDONESIA, JEMBER – Tidak hanya mengedukasi para petani cabai Desa Andongsari, Jember untuk menangkal hama tanaman dengan teknik refugia, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember juga memberikan pelatihan pengolahan cabai menjadi produk yang memiliki nilai jual tinggi.
Indah Ibanah, dosen Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Jember yang tergabung dalam tim LP2M menerangkan bahwa selain hama, persoalan lain yang terus menghantuinya masyarakat petani di Desa Andongsari yakni rendahnya harga cabai, khususnya cabai merah besar di pasaran yang tidak sebanding dengan biaya produksi.
Advertisement
Indah menjelaskan rata-rata produksi cabai merah besar adalah 11.263 kg/ha dengan kisaran harga rata-rata Rp 17.334/kg.
"Permasalahan umum yang dihadapi oleh petani cabai merah segar adalah fluktuasi harga yang tinggi dalam waktu yang tidak bisa diprediksi oleh petani," tutur Indah, Rabu (30/12/2020).
Terlebih, saat panen raya harga cabai merah mesar sangat anjlok hingga Rp 3.000/kg dan tidak sebanding dengan biaya produksi cabai yang per batangnya saja mencapai Rp 5.000/kg pada masa pandemi Covid-19.
Jika cabai merah besar segar tersebut disimpan dan dijual ketika harga cabai merah besar normal pun tidak mungkin.
"Hal ini dikarenaka cabai merah besar adalah produk pertanian hortikultura yang bersifat perishable. Bila pun dijual pada beberapa waktu kemudian pun, akan terjadi penurunan kuantitas dan kualitas pada cabai merah segar tersebut," terang dia.
Menurutnya, penurunan kuantitas di antaranya berupa penurunan bobot dan hilangnya produk akibat kerusakan atau pembusukan, baik sebagian ataupun seluruhnya.
Untuk cabai merah dalam bentuk segar memiliki daya simpan yang tidak lama akibat kerusakan mikrobiologi atau fisiologi karena serangan mikroba Colletrothicum capsici dan kerusakan fisiologis karena proses respirasi pada saat penyimpanan cabai merah.
"Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petani menyebabkan para petani belum mampu mengolah hasil panen cabai menjadi produk pangan lainnya. Solusi tepat bila cabai merah besar tersebut diolah menjadi produk pangan dengan memiliki masa simpan yang lebih lama dan memiliki nilai tambah," ujar Indah.
Salah satunya dengan mengolah cabai besar merah menjadi bubuk cabai dengan beberapa varian rasa, antaranya rasa original, ayam geprek, rumput laut, keju, telur asin, seafood, dan ebi.
Menurutnya ini merupakan solusi yang tepat dan lebih mudah diterapkan, karena cara pembuatannya yang mudah dengan bahan baku tambahan yang murah, berbasis potensi lokal dan bahan baku utama cabe merah segar di Desa Andongsari.
"Kami menyebutnya dengan Abon Cabai Andongsari," ucapnya.
Produksi Abon Cabai Andongsari tersebut dikelola oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) Larasati yang ada di Desa Andongsari dengan adanya kegiatan penyuluhan dan pelatihan sebagai bentuk solusi alternatif pada pemberdayaan KWT.
Kegiatan yang diberikan berupa demo pembuatan abon cabe dengan beberapa varian rasa, tehnik pengemasan bubuk cabe, dan pemasaran Abon Cabai Andongsari.
"Harapan besar yang merupakan tujuan dari pengabdian ini adalah dapat meningkatkan keterampilan ibu-ibu petani dalam mengolah cabai merah, mengurangi kerugian petani di saat harga anjlok, dan sebagai solusi alternatif unit bisnis di Desa Andongsari untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga," tamba Indah, Dosen Faperta Universitas Jember. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |