Pendidikan

Gandeng IAI DIY, Magister Akuntansi UII Gelar Konferensi Nasional Kaji Perpajakan

Minggu, 03 Oktober 2021 - 07:33 | 39.15k
Suasana Konferensi Nasional secara daring (FOTO : Humas UII for TIMES Indonesia)
Suasana Konferensi Nasional secara daring (FOTO : Humas UII for TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Bisnis & Ekonomika Universitas Islam Indonesia (FBE UII) bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Wilayah D.I.Yogyakarta menghelat ‘National Conference on Accounting and Finance atau NCAF ke-5 pada 29 hingga 30 September 2021 secara daring.

Ketua Pelaksana NCAF ke-5, Dr. Mahmudi, SE., M.Si Ak CA CMA mengatakan konferensi ini merupakan bagian dari ikhtiar untuk menyatukan ide dan gagasan mencerahkan terkait isu-isu kontemporer di bidang perpajakan saat ini.

Advertisement

“Harapan ke depan, kegiatan tersebut dapat memberi dampak pengetahuan yang komprehensif. Sehingga budaya akademik dapat semakin kuat terasa. Demi terciptanya pengembangan keilmuan akuntansi yang lebih baik pada tahun-tahun yang akan datang,” ungkap Mahmudi. 

Menurutnya NCAF ini mendapat atensi dari berbagai pihak, dengan banyaknya universitas yang bergabung menjadi co-host, yakni sebanyak 20 perguruan tinggi dari berbagai wilayah di Indonesia. Disisi lain, jumlah paper yang dipresentasikan sebanyak 116 paper. Konferensi dibagi menjadi 1 sesi keynote speech dan 6 sesi diskusi paralel.

“Peserta konferensi berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Diantaranya dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua,” katanya. 

NCAF menghadirkan empat pembicara yaitu Prof. Mardiasmo (Ketua Komite Pengawas Perpajakan), Yunipan Nur Yogananta, S.E MBA. (Kabid Penyulahan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP DIY). Kemudian Darussalam, S.E Ak CA M.Si, LL.M.Int.Tax (Managing Partner Danny Darussalam Tax Center), dan H. Herry Zudianto, S.E M.M (Owner Margaria Group).

Dalam NCAF bertajuk 'Strategi dan Kebijakan Perpajakan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional' Darussalam memberikan paparan terkait perpajakan dikala pandemi. Disebutkannya, terdapat instrumen pajak yang dapat dicoba di tengah pandemi yakni Pajak Solidaritas.

Pajak tersebut merupakan pungutan tambahan yang bisa berupa subjek, obyek, dan/atau tarif baru di luar ketentuan pajak yang sudah ada. “Tarifnya antara 2,5 hingga 15 persen dari pendapatan. Ini merupakan jenis pajak sementara untuk mengatasi persoalan suatu bangsa,” ungkap Darussalam dalam siaran pers kepada TIMES Indonesia, Sabtu (2/10/2021)

Namun menurutnya, yang jauh lebih penting adalah kepastian hukum pajak. Banyak pertanyaan yang bertebaran bahwa apakah insentif tersebut benar-benar dibutuhkan?. Hal itu dinilai sangat dibutuhkan. Karena akan menunjang kepercayaan investor ketika ingin melakukan investasi.

“Ketika kita melakukan reformasi pajak. Kepastian hukum pajak yang harus dibenahi terlebih dahulu,” imbuhnya

Sementara Herry Zudianto, S.E., M.M, Owner Margaria Group turut berbagi perspektif pemberlakuan pajak. Ia mengatakan beberapa koleganya mengaku keberatan dengan iklim pajak yang ada saat ini. "Harga telur misalnya jauh di bawah harga produksi. Bahkan di Blitar sampai ada bagi-bagi telur gratis," ujar Herry yang juga merupakan Mantan Wali Kota Yogyakarta periode 2001-2011

Dalam perspektifnya, negara memang menguasai kemampuan pembangunan. Namun, jangan sampai kebijakan yang niatnya untuk menaikan penerimaan pajak justru berdampak negatif ke proses pemulihan ekonomi yang saat ini sedang mendapatkan momentum untuk bangkit.

Terkait pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai insentif pajak selama pandemi. Dalam pelaksanaannya dinilai kurang optimal karena beberapa hal, diantaranya sering berganti-ganti kebijakan, informasi kurang masif atau tidak mudah dipahami. Kemudian persyaratan lain yang membingungkan atau memberatkan wajib pajak. Karena itu ia menyarankan adanya hotline bagi pegiat usaha.

Herry yang pernah memenangi Bung Hatta Anti Corruption Award pada Oktober 2010 lalu, menilai bahwa kesulitan utama dari para pegiat usaha adalah likuiditas, sehingga berakibat pada penundaan pembayaran pajak. Ia mengusulkan untuk penghapusan denda atas penundaan kewajiban pajak yang terutang selama pandemi Covid-19 atau atas hasil koreksi pajak.

Dikatakannya, pemberlakuan PPN diakui sangat memberatkan usahanya. “Karena margin saya sangat tipis dan tidak make sense. Di sisi lain saya harus mempertahankan harga jual untuk bisa tetap bersaing baik secara daring maupun luring,” papar Herry dalam NCAF ke-5 kerja sama Magister Akuntansi FBE UII bersama IAI DIY. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES