Pendidikan

FP UB Gelar Seminar Bertajuk Dialog Kedaulatan Pangan dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045

Senin, 10 April 2023 - 12:17 | 101.58k
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kewirausahaan Mahasiswa UB, Dr. Setiawan Noerdajasakti, S.H. didampingi Dekan FP UB, Prof. Mangku Purnomo, S.P.,M.Si, Ph.D. saat membuka acara seminar nasional, Senin (10/4/2023) (Foto: Achmad Fikyansyah)
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kewirausahaan Mahasiswa UB, Dr. Setiawan Noerdajasakti, S.H. didampingi Dekan FP UB, Prof. Mangku Purnomo, S.P.,M.Si, Ph.D. saat membuka acara seminar nasional, Senin (10/4/2023) (Foto: Achmad Fikyansyah)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Fakultas Pertanian (FP) Universitas Brawijaya (UB) menggelar seminar nasional bertajuk Dialog Kedaulatan Pangan Dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045, Senin (10/4/2023).

Bertempat di Gedung Widyaloka UB, Kegiatan tersebut menghadirkan 3 narasumber profesional sebagai pemateri. Yakni Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Ir. Ali Agus DAA., DEA, Dekan Faakultas Pertanian Universitas Jember (Unej), Prof. Dr. Ir. Soetriono, M.P, serta CO Founder Strategic Policy Institute, Dr. Amin Subekti, dan dipandu oleh Corporate & Development Director Times Indonesia, Naning Yusuf sebagai moderator. 

Advertisement

Dekan FP UB, Prof. Mangku Purnomo, S.P.,M.Si, Ph.D. dalam sambutannya mengatakan, kedaulatan pangan ini penting untuk bisa dicapai oleh Indonesia, agar Indonesia bisa memimpin ketahanan pangan di negara sendiri dan dunia. Namun, menurutnya hal itu masih butuh perjuangan yang panjang untuk bisa diraih.

"Saya ingat Betul Pak Jokowi ketika ke Rusia, mereka itu 140 juta ton cadangan pangannya. Itu Pak Jokowi yang bilang. Ukraina 46 juta Ton. kita ini hanya 12 juta ton kira-kira. Dengan penduduk yang dua kali lebih besar daripada Rusia dan Ukraina," ucapnya.

Dijelaskan bahwa saat ini jumlah penduduk Ukraina sekitar 60 juta jiwa. Sedangkan penduduk total Rusia saat ini sekitar 120 jiwa. Dengan cadangan pangan yang begitu besar, hal ini menjadi modal penting untuk mereka. "Rusia sekitar punya penduduk 120 juta, jadi satu orang itu punya cadangan beras 1 ton. Perang 10 tahun ya kuat itu. Tapi kalo Indonesia, (cadangan pangannya) 12 juta ton beras, di makan sekitar 270 juta jiwa, ya mungkin 2 hari kita perang sudah kalah karena kelaparan," tandasnya.

FP-UB-2.jpg

Sehingga, menurutnya seminar nasional tentang kedaulatan pangan ini menjadi materi yang penting untuk terus digelorakan dan direalisasikan. Sehingga kedepan Indonesia bisa berdaulat dalam hal pangan. "Jadi kira-kira itulah yang kemudian visi kita, moga-moga ini menjadi titik awal yang baik. Kami harap pemateri bisa memberi nuansa kepada kami dan mahasiswa bahwa perubahan itu adalah suatu keharusan dan harus kita song song secepatnya," kata Prof Mangku. 

Di tempat yang sama, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kewirausahaan Mahasiswa UB, Dr. Setiawan Noerdajasakti, SH., MH., yang didampingi Sekretaris Universitas Brawijaya Dr Tri Wahyu Nugroho, mengatakan, kebutuhan konsumsi beras masing-masing warga negara itu berbeda-beda. Dan Indonesia, merupakan salah satu negara dengan konsumsi beras yang cukup tinggi. Atau sekitar 11 kuintal per tahun, per orang.

"Pangan, beras misalnya, itu tidak semata-mata untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kita orang Indonesia konsumsi beras itu banyak di berbagai seremoni, ritual tradisional misalnya. Mulai dari pernikahan, syukuran, dan lainya," ucapnya.

Dia memberikan contoh, pada budaya Jawa, ketika hendak melangsungkan pernikahan, banyak tradisi yang harus dilakukan terlebih dahulu. "Orang mantu (nikah) misalnya mulai dari kirim doa, siraman, Widodaren, akad nikah, resepsi, sepasaran, itu semua ya ada tumpeng, berkatan, ini beras semua. Pangan yang terserap di situ," tuturnya. 

Dengan begitu, menurutnya pangan tidak hanya sebatas untuk konsumsi sehari-hari. Tetapi juga banyak yang terserap ke berbagai kegiatan ritual yang ada di masyarakat.

"Oleh karena itu masalah kedaulatan pangan ini perlu dikaji dari banyak sisi, dari kultur juga harus dilakukan pengkajian. Ternyata tidak cukup berdaulat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk bermacam-macam event yang sudah membudaya di masyarakat," ucapnya Dr. Setiawan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES