Siswa LKSA di Aceh Dibekali Cara Olah Limbah Minyak Jelantah Bernilai Ekonomis

TIMESINDONESIA, BANDA ACEH – Sejumlah siswa Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Rumah Penyantun Muhammadiyah, Punge, Banda Aceh mengikuti workshop pelatihan pembuatan lilin aromaterapi berbahan dasar minyak jelantah.
Kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan dampak limbah minyak jelantah terhadap kesehatan dan lingkungan tersebut, diselenggarakan oleh mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang II di lingkungan LKSA Rumah Penyantun Muhammadiyah.
Advertisement
"Ini juga sebagai usaha kita dalam meningkatkan wawasan mengenai pengolahan minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi," kata Ketua Pelaksana, T. Raiyan dalam keterangan yang diterima TIMES Indonesia, Senin (19/6/2023).
Pemaparan terkait minyak jelantah tersebut diisi pemateri Ns. Murnani SST. S. Kep dan Safrijal, S. Pd., M. Ling serta diikuti oleh 15 orang siswa dan enam pengasuh LKSA Rumah Penyantun Muhammadiyah.
"Materi yang disampaikan oleh pemateri juga untuk meningkatkan wawasan mengenai pengolahan minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi sehingga bernilai ekonomis," ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Tokoh Pimpinan Yayasan Muhammadiyah Mudhafar Anzari, SH, MH dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih kepada mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang II yang telah menyelenggarakan kegiatan tersebut.
"Jika biasanya adik-adik membakar lilin, kali ini membuat lilin aromaterapi berbahan dasar minyak jelantah. Ini sangat bermanfaat," ucapnya.
Pada kesempatan itu juga, Mudhafar juga mengilas balik sejarah pendirian LKSA. Dikatakannya bahwa saat masa penjajahan Hindia Belanda, gedung LKSA berada di Merduati kemudian dipindahkan ke Punge Blang Cut karena gedung yayasan yang lama direbut oleh Hindia Belanda.
Selanjutnya, perwakilan PPG Prajabatan USK, Nazar Muhammad, S.Pd, M.Pd ikut memberi sambutan dan apresiasi kepada mahasiswa PPG khususnya kelompok III dari kelas MIPA 3 yang telah mengadakan program yang sangat bermanfaat ini.
"Semoga dengan adanya pelatihan ini, ilmu ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari," ujar Nazar.
Setelah acara resmi dibuka, selanjutnya, pemateri Murnani membahas materi terkait bahaya minyak jelantah bagi kesehatan dan lingkungan. Minyak jelantah merupakan minyak nabati seperti minyak kelapa sawit yang telah digunakan untuk penggorengan lebih dari tiga kali. Minyak jelantah ini berdampak buruk bagi kesehatan.
"Minyak jelantah dapat memicu kolesterol dan serangan jantung yang merupakan penyakit nomor satu di Indonesia saat ini," jelas Murnani.
Dikatakannya, limbah minyak jelantah tidak hanya berbahaya bagi kesehatan, akan tetapi juga berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan cara untuk menanggulanginya.
"Salah satunya dengan memanfaatkan limbah tersebut menjadi lilin aromaterapi yang juga memiliki peluang ekonomi," ujarnya.
Kemudian, oleh pemateri kedua Safrijal memaparkan terkait pemanfaatan limbah minyak jelantah sekaligus yang mendampingi pengolahan minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi.
"Minyak jelantah masih cukup banyak dihasilkan di daerah Aceh khususnya, karena kita kekurangan reseptor," ujar Safrijal.
Setiap tahun, tambahnya, minyak jelantah semakin bertambah karena CPO yang dibutuhkan juga meningkat. Adanya limbah minyak jelantah mengakibatkan pencemaran air dan tanah karena kebiasaan masyarakat yang membuangnya sembarangan.
Pada kegiatan itu, pemateri juga ikut mendampingi demonstrasi pembuatan lilin aromaterapi dari minyak jelantah bersama anak-anak asuh LKSA Rumah Penyantun Muhammadiyah, mulai dari penjernihan minyak jelantah hingga pengemasan lilin aromaterapi yang bernilai jual.
Selama menunggu lilin mengeras, panitia juga melaksanakan ice breaking dan pembagian doorprize untuk membangkitkan antusiasme partisipan.
Pada akhir acara, partisipan merasa sangat senang karena dapat membawa pulang lilin aromaterapi yang telah dibuat dan dikemas sendiri sebagai produk dari pelatihan ini.
"Harapannya, dengan adanya pelatihan ini dapat mengedukasi para partisipan untuk dapat menjaga lingkungan dan memanfaatkan limbah minyak jelantah menjadi produk yang bernilai ekonomis," tutur Safrijal. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Rizal Dani |